Tafsir

Tafsir Istiadzah: Pengajaran Pertama Jibril

2 Mins read

Istiadzah, adalah nama lain dari sebuah kalimat yang sering kita baca. Hampir setiap hari kita pasti membaca istiadzah. Kalimat tersebut adalah أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. Kita semua lebih mengenal istiadzah dengan nama taawudz. Siapa sangka, tafsir istiadzah ini merupakan pengajaran pertama Jibril.

Tafsir Istiadzah

Istiadzah sendiri berarti permohonan perlindungan kepada Allah. Jika diartikan harfiah saja, kalimat istiadzah memiliki makna “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”.

Imam at-Thabari dalam Tafsir Thabari memberi arti kepada lafaz istiadzah dengan “Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk yang hendak mencelakakanku dalam agama dan memalingkanku dari kebenaran yang ditetapkan Tuhan atasku”.

Sebagaiman dinukil dalam Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa menurut jumhur ulama istiadzah dilakukan (baca: dibaca) sebelum membaca Alquran, untuk menyucikan dan membersihkan mulut dari kata kata yang tidak bermanfaat.

Tafsir Syaithan

Adapun syaithan, menurut Abu Jafar adalah semuanya yang membangkang, baik dari jenis jin, manusia, binatang, ataupun lainnya. Sebagaimana kisah khalifah Umar bin Khattab memukul seekor kuda yang banyak tingkah dan menyebut kuda tersebut sebagai syaithan.

Juga dikatakan bahwa syaithan berasal dari kata syaatha yang berarti terbakar, karena setan sebagaimana diketahui adalah terbuat dari api. Sebagian ulama juga memberikan komentar bahwa makna yang lebih benar adalah berasal dari kata syathana, yang berarti jauh. Yakni jauh dari tabiat manusia dan segala macam kebaikan.

Imam Sibawaih menyebut bangsa arab biasa mencela perbuatan seseorang dengan mengatakan “tasyaithana fulan”. Yang berarti perbuatan si fulan itu seperti perbuatan setan. Maka jika syaitan itu berasal dari syaatha (terbakar), tentu mereka akan mengatakan tasyaitha.

Tafsir ar-Rajim

Adapun kata ar-Rajiim berwazan fa’il tapi dimaksudkan maf’ul. Seperti lafaz rajulun lain yang memilki maksud rajulun malun. Begitupun ar-Rajim yang bermakna terkutuk atau dikutuk.

Baca Juga  Ketika Islam Bicara tentang Obat dan Kesehatan

Dapat juga dari segi bahasa, ar-Rajim dipahami melempar tuduhan, baik dengan perbuatan atau perkataan. Dan juga dikatakan setan adalah terkutuk, karena Tuhan telah melemparnya dengan bintang bintang dan diusir dari langit.

Sebagaimana disebutkan dalam al-Hijr: 16-18 dan al-Mulk: 5 berikut ini:

وَلَقَدْ جَعَلْنَا فِي السَّمَاءِ بُرُوجًا وَزَيَّنَّاهَا لِلنَّاظِرِينَ (16) وَحَفِظْنَاهَا مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ (17) إِلَّا مَنِ اسْتَرَقَ السَّمْعَ فَأَتْبَعَهُ شِهَابٌ مُبِينٌ
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan gugusan bintang-bintang (di langit) dan Kami telah menghiasi langit itu bagi orang-orang yang memandang(nya), dan Kami menjaganya dari tiap-tiap setan yang terkutuk. Kecuali setan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang.” (QS. al-Hijr: 16-18)

وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala.” (QS. al-Mulk: 5)

Pengajaran Pertama Jibril

Dinukli oleh Imam Ibnu Hajar sebuah hadits dalam Kitab Fathul Baari yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa ilmu pertama yang diajarkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad adalah istiadzah ( أَعُوذُ بِاَللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ.).

Dalam kitab Sunan Abi Dawud dengan isnad sahih dan al-Hakim Abu Abdillah an-Naisaburi dalam kitab al-Mustadrak, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah tidak memgetahui pemisah antar surat dalam Alquran hingga turun kepada beliau.

Membaca Istiadzah

Imam Ibnu Katsir juga mengungkapkan para ulama sepakat lafaz istiadzah yang umum kita ketahui adalah bukan bagian surat dalam Alquran. Tapi yang khilaf di antara mereka adalah bacaan basmallah itu ayat sendiri di setiap surat, ataukah hanya merupakan bagian pembukaanya yang bukan bagian dari surat.

Baca Juga  Karakteristik Tafsir At-Tanwir (3): Membangkitkan Etos

Dalam Tafsir Ibn Katsir diberikan beberapa catatan bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa membaca istiadzah adalah sunah. Sehingga tidak berdosa bagi yang meninggalkannya sebagaimana Imam Malik tidak membaca taawudz dalam salat wajib.

Imam Syafii dalam kitab al-Imla menganjurkan membaca taawudz dengan jahr, tapi kalaupun sirr tak masalah. Sedangkan dalam kitab al-Umm, beliau memberikan pilihan boleh membaca taawudz atau tidak.

Menurut Imam Abu Hanifah, taawudz dibaca dalam salat untuk mengawali membaca Alquran. Adapun Imam Abu Yusuf berpendapat bahwa taawudz justru harus dibaca saat salat.

Pencegahan dari Tabiat Jahat

Dengan makna yang terkandung dalam istiadzah tersebut, maka Allah memerintahkan kita untuk memohon perlindungan dari setan dan tipu dayanya hanya kepada Allah semata. Karena menurut Imam Ibnu Katsir, setan tidak menerima pemberian dan tidak dapat dipengaruhi dengan kebaikan.

Tabiat yang jahat senagaimana Iblis yang senantiasa menggoda manusia, tidak ada yang dapat mencegahnya kecuali Allah yang telah menciptakan mereka. Maka, mintalah selalu perlindungan pada Allah, salah satunya adalah dengan membaca istiadzah. Wallahua’lam.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

35 posts

About author
Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin Adab & Dakwah, UIN Sayyid Ali Rahmatullah. Dapat disapa melalui akun Instagram @lhu_pin
Articles
Related posts
Tafsir

Apakah Allah Bisa Tertawa?

4 Mins read
Sebagaimana menangis, tawa juga merupakan fitrah bagi manusia. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. al-Najm [53]: 43 mengenai kehendak-Nya menjadikan…
Tafsir

Kontroversi Tafsir Ayat Pernikahan Anak dalam Qur’an

4 Mins read
Pernikahan, yang seharusnya menjadi lambang cinta dan komitmen, kerap kali terjebak dalam kontroversi. Salah satu kasus terbaru yang menarik perhatian publik adalah…
Tafsir

Sepintas Sejarah Gagasan Tafsir Modern di Indonesia

4 Mins read
Pada subbab yang ditulis oleh Abdullah Saeed berjudul “The Qur’an, Interpretation, and the Indonesian Context” merupakan bagian dari bukunya Saeed sendiri, yaitu…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds