Beberapa waktu ini beredar sebuah “meme” tentang dawuh (pesan-nasehat) dari KH. Maimoen Zubair allahuyarham. Kira-kira isi dawuh-nya: “Ingatlah nak, apabila bulan April mempunyai uang, alamat satu tahun mempunyai uang. Hal ini memang tidak terdapat dalam kitab, akan tetapi bisa untuk menjadi pengingat”. Secara filosofis, jika kita renungkan akan memiliki makna yang mendalam.
Dawuh KH Maimoen Zubair
Sebagian menganggap pesan dawuh ini tidak punya makna, kosong tanpa isi. Bahkan ada yang menganggap sebagai lelucon, April Mop. Malah mungkin ada yang menganggap sama seperti lelucon para elit politik saat ini dimana pernyataan elit-elit istana saling koreksi. Sehingga kebijakan sering berubah-ubah. Harusnya koreksi alias ketidak-kompakan yang terjadi cukup dilakukan dibelakang layar saja, kalau sudah didepan layar harus “tampak” kompak.
Kembali kepada soal dawuh, untuk dapat memahami apa yang disampaikan oleh KH. Maimoen Zubair, mengutip pemikiran Kuntowijoyo seseorang harus sampai pada kesadaran Ilmu agar dawuh tersebut “nyampek”. Jika tidak, dawuh-hanya akan sekedar dawuh, atau bahkan salah faham atas dawuh tersebut. Tidak mengetahui makna mendalam dibalik sebuah pesan-nasehat tersebut.
Mengapa kita harus sampai pada kesadaran Ilmu? Kuntowijoyo membagi tingkat kesadaran manusia dalam tiga tingkatan, mitos, ideologi, dan ilmu. Dengan demikian, untuk memahami dawuh KH. Maimoen Zubair tersebut kita harus sampai pada kesadaran ilmu, sebagai tingkat kesadaran manusia yang tertinggi tersebut.
Dengan kesadaran ilmu, manusia akan bisa melakukan obyektifikasi. Sehingga bisa menempatkan logika, etika dan estetika secara tepat tanpa harus keluar dari pijakannya, yaitu cara berfikir profetik. Dasarnya adalah QS. Al-Mujadalah 11: “Allah meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu pengetahuan”. Dengan ilmu pengetahuan, suatu pernyataan akan memiliki dasar dan fondasi yang kuat, dan yang salah bisa dikoreksi.
Ada Apa dengan April?
Ada banyak yang terjadi di bulan April. Salah satunya tentang hari lahir Nabi Muhammad SAW, beliau lahir di bulan April. Sayang sekali, kebanyakan umat Islam hanya mengingatnya bahwa beliau lahir pada penanggalan bulan qamariyah, 12 Rabiul Awal. Atau mengetahuinya melalui sebuah cerita “tahun gajah” sebagaimana diabadikan dalam QS. Al-Fill: 1-5.
Saya sengaja menyebut bahwa bulan kelahiran Nabi Muhammad di bulan April ini, agar kesalahan umat Islam yang memisahkan bahkan mempertentangkan antara sistem kalender qomariyah dan masehi ini segera diakhiri. Bahwasanya kalender masehi ini juga sangat penting bagi umat Islam. Di bulan April, telah lahir nabi akhir zaman, nabi penutup.
Lalu, ada apa di bulan April? Bagi kita masyarakat yang hidup berada di garis khatulistiwa, bulan April juga menjadi bulan penting. Meski harus diakui bahwa saat ini hanya sebagian saja yang bisa memahami secara lebih terinci soal musim, posisi matahari, bulan, dan sebagainya. Tapi bagi generasi petani yang lahir sebelum 1980an, pasti akan banyak tahu tentang musim dan tani.
Bagi masyarakat tani, pelbagai peristiwa pada setiap bulan hingga pergantian musim adalah hal biasa. Hanya saja pengetahuan terkait musim ini sering difahami sebagai “ilmu titen”. Misalnya, setiap tanggal 10 bulan 10, di pulau Jawa tepat jam 12.00 posisi matahari berada diatas kepala. Atau misalnya, bulan Desember sering disebut dengan “gede-gedene sumber” yang berarti puncak musim penguhujan adalah bulan Desember. Sumber air sangat melimpah.
Lalu bagaimana dengan bulan April di daerah yang terletak di luar khatulistiwa? Pada bulan April di jazirah Arab dan sekitarnya, termasuk juga Makkah dan Madinah adalah musim panen kurma dan tanaman pangan lain seperti gandum. Sehingga bulan April adalah bulan yang sangat ditunggu-tunggu petani.
Untuk bisa panen, bulan April adalah bulan suka-cita. April adalah penanda detak kehidupan, dalam hal ini panen menjadi penanda hari baik. Apalagi jika panen melimpah, maka kebutuhan pangan setahun setidaknya akan tercukupi dan bisa digunakan untuk kebutuhan lainnya.
Ketika Islam lahir, dipengaruhi dua peradaban besar yaitu Romawi dan Persia. Dua kekaisaran besar itu memiliki pola pertanian yang menganut pola pertanian yang bergantung pada sebuah iklim 4 musim. Meski Makkah dan Madinah beriklim gurun, pola pertaniannya tidak jauh berbeda karena berada pada posisi 23,5 derajat lintang utara.
Untuk tanaman kurma, tanaman ini mulai berbunga pada saat musim dingin berakhir sekitar Januari-Februari. Berakhirnya musim dingin dan beralih ke musim semi, ini adalah masa-masa awal musim tanam tanaman seperti gandum dan sebagainya. Dan bulan April adalah musim panen bagi tanaman yang ditanam secara musiman, sama seperti masa panen kurma.
Bulan April di sini tentu saja harus kita pisahkan dari adanya masalah perubahan iklim akibat terjadinya global warming. Bulan April harus kita letakkan pada watak dasarnya sebagai sebuah kelaziman waktu untuk menunjukkan keumumannya, bukan pada masalah yang melingkupinya.
April di Indonesia
Mari kita buka data, apa yang terjadi pada bulan April di Indonesia. Data yang akan kita temukan adalah panen raya diberbagai tempat. Ini artinya, bulan April adalah bulan panen raya pertama. Setelah berakhirnya musim penghujan dan dimulainya masa tanam yang dilakukan pada bulan Januari-Februari, maka bulan April ini identik dengan panen. Panen ini identik dengan tercukupinya kebutuhan akan pangan.
Barangkali sebagian kita akan berpikir bahwa musim panen raya adalah musim yang merugikan petani. Sebab pada saat panen, harga selalu turun dan petani dirugikan. Untuk menjawab ini, kita musti melihat persoalan secara lebih luas. Kita bisa melihat para petani di negara-negara maju yang kebijakan pertaniannya berpihak kepada petani sehingga panen identik dengan kesejahteraan.
Jadi bulan April sebagai masa panen ini, harus dipisahkan dengan politik pertanian itu sendiri di Indonesia. Jangankan musim panen, pada musim tanam pun, petani kita banyak dirugikan.
Soal politik ini sebagaimana sering saya sebut, masalah yang dihadapi petani tidak banyak berubah, pada musim tanam petani selalu dihadapkan pada kelangkaan bibit dan pupuk serta obat-obatan pertanian. Dan pada masa panen, harga selalu turun karena politik perdagangan kita karena petani selalu pada posisi lemah. Bahkan kalau kita mau menilik kembali kebijakan pertanian kita sejak awal berdiri, Clifford Geertz telah mengingatkan kita bahwa telah terjadi “involusi pertanian”.
Meski petani selalu dirugikan dalam setiap prosesnya, bulan April tetaplah sebagai bulan panen, adalah bulan yang sangat ditunggu petani. Panen adalah jawaban atas keringat dan kerja keras mereka. Dengan demikian, untuk memahami dawuh KH. Maimoen Zubair yang menyebut bulan April sebagai bulan baik ini harus kita pisahkan dari kondisi politiknya. Sebab keduanya adalah dua entitas yang berbeda.
Memahami Dawuh
Namun untuk memahami apa yang menjadi dawuh KH. Maimoen Zubair tersebut, ada dua hal yang harus menjadi catatan dan perhatian. Jika tidak, kita tentu saja akan gagal memahami dawuh tersebut.
Pertama, bagi KH. Maimoen Zubair, panen adalah sebuah keberkahan, hari yang ditunggu petani. Beliau tidak mengaitkan dengan kondisi politiknya sebab kondisi politik bisa saja berubah-ubah. Kebijakan politik pertanian disebuah negara juga berbeda-beda. Panen di bulan April dan masalah politik adalah sebuah entitas yang berbeda, yang harus dilihat tersendiri.
Kedua, ketika KH. Maimoen Zubair menyebut dengan istilah “uang”, maka istilah tersebut tidak bisa kita maknai sebagaimana pengertian umum saat ini, yaitu uang sebagai alat tukar. Uang yang dimaksudkan oleh KH. Maimoen Zubair adalah sebuah kekayaan, yaitu kekayaan yang diperoleh dari proses yang dilalui oleh masyarakat tani.
Bulan April adalah musim panen, dan April adalah salah satu bulan yang diberkahi, apalagi bulan itu adalah bulan dimana Nabi Muhammad dilahirkan. Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad.
Editor: Nabhan