IBTimes.ID – ‘Aisyiyah di abad kedua semakin menegaskan misi sebagai perempuan berkemajuan dalam Islam. Perempuan berkemajuan memiliki banyak makna, namun yang jelas berkemajuan adalah misi yang sangat progresif terutama dalam konteks keadilan gender.
Dalam ‘Aisyiyah ada dua pilar, yaitu pendidikan dan kesehatan. Dan kedua pilar ini menopang perempuan berkemajuan, bukan hanya di tingkat institusi, namun juga di akar rumput. Hal ini disampaikan oleh Rosalia Sciortino dari Mahidol University, Thailand dalam kegiatan International Conference on ‘Aisyiyah Studies 2020 secara daring. Sesi kedua webinar ini dilaksanakan pada hari Sabtu (10/10).
Kekuatan ‘Aisyiyah ini, jika dipakai dengan baik di masa depan, akan menjadi kekuatan yang sangat strategis. “Jangan lupa Aisyiyah juga memperhatikan pendidikan kesehatan & advokasi. Ini adalah hal yang baru dibandingkan dulu. Misalnya sikap Aisyiyah terhadap RUU PKS. Advokasi sudah jadi tool yang relatif baru,” ujar Rosalia dengan bahasa Indonesia yang cukup fasih.
Tantangan Aisyiyah
Rosalia menjelaskan bahwa tantangan yang ada di masa depan menjadi dapat peluang bagi ‘Aisyiyah untuk berkontribusi terhadap kemajuan. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh ‘Aisyiyah di masa yang akan datang adalah radikalisasi, sektarianisme, politik identitas, kesenjangan sosio-ekonomi, kesenjangan kesehatan, bad governance, sistem kesehatan yang lemah, dan kerusakan lingkungan.
Di satu sisi, kemiskinan memang sudah berkurang. Namun, jurang perbedaan antara kelompok rentan dan kelompok mapan sangat besar. Pandemi juga menjadi tantangan tersendiri bagi ‘Aisyiyah. Kerusakan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perempuan karena perempuan dekat dengan lingkungan. Hal tersebut juga terkait dengan diet yang sehat dan lain sebagainya.
Menurutnya, ‘Aisyiyah sebenarnya sudah melawan radikalisasi dan pengaruhnya terhadap hak perempuan & pelayanan perempuan. ‘Aisyiyah sudah melakukan banyak kajian terhadap poligami, pernikahan anak, batas-batas aurat, dan hal lain yang dilakukan untuk melawan arabisasi atau radikalisasi. Namun tantangan ini akan jauh lebih besar karena terjadi politisasi agama. Maka perlu memikirkan strategi kedepan, termasuk di dalam tubuh Muhammadiyah sendiri.
Meskipun secara teologi, Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sangat siap, namun perlu strategi-strategi baru. Rosalia juga menyarankan bahwa dalam menghadapi tantangan tersebut harus dibentuk aliansi baru termasuk dengan kelompok lintas agama.
“Dalam menghadapi tantangan kesenjangan sosio-ekonomi, kita perlu lebih memperluas akses pada pelayanan perempuan miskin atau perempuan rentan. Tapi itu tidak cukup untuk mereduksi kesenjangan sosio-ekonomi. ‘Aisyiyah memiliki sistem yang parallel pada sistem pelayanan publik,” imbuhnya.
***
Ia menyebut bahwa ‘Aisyiyah tidak cukup dengan jaringan rumah sakit dan klinik, namun ia harus mampu memberi input pada kebijakan kesehatan maupun sistem kesehatan publik. Karena akhirnya sistem publik yang mampu mempengaruhi kesehatan masyarakat. ‘Aisyiyah harus melihat masalah-masalah sosial ekonomi yang lebih luas dari layanan kesehatan. Hal ini mengingat kesenjangan ekonomi masih sangat tinggi.
Menurut Rosalia adalah masalah struktural. Ketertinggalan pembangunan di wilayah Timur tidak semata-mata disebabkan karena tidak adanya pelayanan publik, namun karena masalah struktural yang kurang bisa mengelola infrastruktur dengan baik. Sehingga hal ini juga perlu diperhatikan oleh masyarakat.
“Tidak cukup dengan makanan yang sehat, namun juga bagaimana lingkungan tetap bersih, udara tidak tercemar, dan lain-lain. Sehingga perlu pendekatan yang lebih struktural dalam melayani masyarakat,” tutupnya.
Reporter: Yusuf