Perspektif

Tantangan Ekonomi Islam dalam Dimensi Moral

3 Mins read

Kebahagiaan telah menjadi tujuan utama dari semua manusia. Namun, ada perbedaan pandangan mengenai apa yang membentuk kebahagiaan itu dan bagaimana hal itu dapat direalisasikan dalam kehidupan. Meskipun materil ekonomi bukanlah sebuah ukuran kebahagiaan, pandangan sekuler modern yang sangat menekankan pada kondisi demikian, tampak percaya bahwa kebahagiaan dapat dijamin bila tujuan-tujuan materi tertentu dapat direalisasikan.

Tujuan tersebut mejadi sebuah faktor seseorang mengupayakan sebuah kehidupan yang mapan dengan kualitas hidup terjamin. Meskipun dalam kontek kebutuhan dasar telah terpenuhi, namun kebutuhan lainnya mengikuti sebagai pemenuhan keinginan.

Dalam aspek yang lain, materil memiliki sebuah tujuan sebagai alat pengentasan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan bagi setiap individu, ketersediaan peluang bagi setiap orang untuk dapat hidup secara terhormat, dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata.

Namun masih banyak negara di dunia ini, baik negara yang kaya maupun miskin, yang tidak berhasil merealisasikan sasaran materil ini. Materil yang ada hanya berputar pada lingkaran kapitalis semata.

Restrukturisasi Ekonomi

Menekan konsumsi untuk meningkatkan tabungan dan formasi kapital menghadapi suatu dilema. Ekonomi Islam menegasikan konsep persaudaraan dan persamaan sosial, yang akan menuntut pada  sebuah reduksi dalam konsumsi agregat, hal ini dilakukan sedemikian rupa sehingga standart pemenuhan kebutuhan pokok bagi si miskin tidak diperburuk, namun seharusnya ditingkatkan.

Selama beberapa dekade, negara-negara muslim telah mengikuti pola konsumsi yang dikopi dari budaya Barat mengkur nilai pribadi seseorang dengan kemewahan hidupnya dan seringnya berbelanja. Hal ini dianggap menjadi symbol prestise negara-negara muslim yang lebih miskin.

Dalam sebuah perekonomian perencanaan, seorang ekonom muslim kontemporer M. Umer Chapra memberikan kritik pada system ekonomi sekuler bahwa tiadanya sebuah filter moral dan “kedaulatan” konsumen menyebabkan alokasi sumber-sumber daya hanya mengikuti nafsu dan kepentingan anggota politbiro dan elite kekuasaan.

Baca Juga  Menyiapkan OSCIE dengan Bahagia

Lebih-lebih, tiadanya harga yang ditentukan oleh pasar telah menghapuskan motivasi sekuler untuk melakukan “efisiensi” dalam pemanfaatan sumber-sember daya. Sekalipun jika harga realistis dan “kedaulatan” konsumen diadopsi di samping kepemilikan swasta terhadap sarana-sarana produksi.

Seperti yang kini dicoba di sejumlah negara sosialis, tiadanya sebuah filter moral dan system motivasi akan tetap menimbulkan alokasi sumber-sumber daya dan struktural harga yang tidak lebih baik daripada kapitalisme.

Perubahan Sosioekonomi

Penghapusan hambatan-hambatan yang menjadi penyebab diabaikanya sektor pedesaan dan perbaikan kondisi ekonomi di wilayah pedesaan diharapkan tidak saja akan memberikan ekspansi besar dalam produktivitas sektor pertanian, tetapi juga akan menimbulkan diversifikasi perekonomian pedesaan.

Perubahan tersebut diharapkan dapat menyediakan peluang wirausaha yang lebih besar dan kesempatan kerja bagi penduduk pedesaan. Hal ini menjadi satu alternative untuk membatasi urbanisasi ke wilayah perkotaan dan mereduksi kepadatan kota serta kejahatan.

Meskipun suatu keharusan untuk mengurangi konsentrasi kekayaan, tidak dengan sendirinya akan mendekatkan negara-negara muslim kepada maqoshid, selama belum ada usaha serentak untuk menghilangkan hambatan yang menjadi sumber persoalan dalam sektor pertanian, yang mereduksi efisiensi dan output dalam sektor pertanian.

Jika ekspansi dalam peluang-peluang ini dibarengi dengan gaya hidup sederhana, kemakmuran pedesaan akan mendapat umpan balik arus investasi untuk mempertahankan dan memperkuat diversifikasi. Tidak ada alasan untuk meragukan bahwa para petani akan memberikan respon positif terhadap insentif-insentif ekonomi.

Hal ini akan dapat dicapai lebih cepat jika Islam dipergunakan sebagai mekanisme perubahan social dan motivasi. Selain itu juga perlu melakukan perubahan sikap dan kebiasaan kerja di wilayah pedesaan. Seperti menggiatkan masjid-masjid untuk berperan alami dalam kehidupan dan memberikan kesempatan para kaum muda.

Baca Juga  Bagaimana Terorisme Memanfaatkan Media Baru?

Dimensi Moral

M. Umer Chapra dalam bukunya yang berjudul Islam and the Economic Challenge memberikan suatu penegasan hubungan timbal balik (quid pro quo), antara kerja dan imbalan merupakan suatu keharusan untuk menghasilkan kerja keras yang efisien.

Akan tetapi hal itu tidak dengan sendirinya cukup untuk mendorong integritas dan kejujuran. Juga tidak memadai untuk memotivasi orang agar mengubah perilaku konsumtif, menabung dan berinvestasi sehingga seirama dengan maqoshid.

Sedangkan yang telah kita ketahui bahwa sekularisme yang telah menjadi falsafah dominan di negara-negara muslim. Mengabaikan kecenderungannya kepada sosialisme dan kapitalisme, tidak memiliki mekanisme filter untuk memenuhi sasaran-sasaran social.

Melihat kenyataan mayoritas kaum muslimin telah terputus hubungan dengan kedalaman iman mereka. Hal ini dikarenakan kemunduran generasi dan dominasi asing, maka implementasi program reformasi yang didasarkan pada nilai-nilai Islam merupakan suatu keharusan.

Sebagai upaya mempercepat pembangunan secara substansial di negara-negara muslim dengan memperbaiki kualitas dan preferensi faktor manusia. Karena sejatinya tantangan yang dihadapi oleh negara-negara muslim adalah mengaktualisasikan visi Islam tentang falah dan hayatan thayyibah bagi setiap individu dalam masyarakat.

Hal ini tak sekedar memberikan tuntutan peningkatan kualitas moral, akan tetapi persaudaraan dan keadilan sosioekonomi. Semua itu memiliki capaian untuk mengentaskan kemiskinan, memunuhi kebutuhan dan meminimalisir kesenjangan.

Editor: RF Wulan
Avatar
3 posts

About author
Pengajar
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds