Perspektif

Tantangan Ibu Muda Milenial di Era 4.0

3 Mins read

Tidak ada yang istimewa setiap kali tiba tanggal 22 Desember yang diperingati sebagai hari ibu itu, selain penyadaran akan jasa–jasa seorang perempuan yang tak pernah lelah berjuang antara hidup dan mati setiap kali melahirkan anak manusia.

Hari ibu dinilai menjadi momentum yang tepat untuk merefleksikan bahwa ia sebagai tiang penyangga utama untuk keluarganya. ia memiliki peran yang sangat signifikan dalam keberlangsungan kehidupan anak termasuk perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Di era revolusi industri 4.0 yang tengah terjadi di Indonesia,  tantangan seorang ibu semakin berat.

Salah satu dari sekian banyak tantangan nyata yang dihadapi seorang ibu muda adalah perwujudan pendidikan karakter anak. Tak dapat dimungkiri bahwa ibu dijadikan sosok tauladan utama dalam keseharian anak. Perilakunya yang dilakukan secara berulang – ulang  baik ataupun buruk akan berdampak pada pembiasaan anak yang lambat laun, hal itu akan menjadi karakter.

Terlebih di zaman canggih seperti sekarang ini, kehadiran media sosial sudah tak dapat terelakkan. Pengawasan sulit terkontrol oleh orangtua. Hal ini yang kemudian menyebabkab masalah menjadi kompleks. Sosok ibu yang sentral dalam keluarga bisa jadi memudar tatkala tergantikan oleh hal yang baru seperti media sosial. Kehangatan kumpul keluarga yang senantiasa dilakukan saat makan bersama, rutinitas itu kini hilang karena masing – masing anggota keluarga memiliki dunia sendiri.

Hal tersebut harus menjadi kewaspadaan seorang ibu. Perangkat teknologi canggih yang dapat menembus ruang dan waktu sang anak, menjadikan peran ibu seolah tak ada apa – apanya. Kecanduan gadget yang kian meningkat pada anak dan remaja yang lebih dari 3 jam dalam sehari menjadi problem tersendiri bagi sang ibu, bahkan hal ini mendapatkan perhatian dunia.

Baca Juga  Kuntowijoyo Meramal Industrialisasi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang belum lama ini mengeluarkan International Classification of Disease (ICD) edisi ke – 11 yang menyebutkan bahwa  kecanduan main game sebagai gangguan kesehatan jiwa, yang masuk sebagai gangguan permainan atau gaming disorder.  Fenomena anak kecanduan gawai, mulai meningkat dalam tiga tahun terakhir (Wiguna, 2018).

Peran Ibu Perlu Diperkuat

Fenomena tersebut tentu saja menjadi sesuatu yang sangat mengkhawatirkan karena dapat menganggu tumbuh kembang sang anak. Untuk itu, peran ibu harus terus diperkuat, bahkan semestinya hadir menjadi solusi atas persoalan jeratan teknologi digital yang tengah terjadi. Menjadi sosok ibu di Zaman Now memang tidaklah mudah, apalagi bagi perempuan yang harus menjalankan peran beban ganda. Waktu yang dimiliki untuk anak – anaknya sangatlah terbatas.

Namun, hal ini menjadi tantangan sekaligus juga peluang untuk menunjukkan pada publik, bahwa ibu memiliki sejuta solusi atas persoalan apapun yang terjadi, tentu saja solusi ini harus memiliki dampak positif untuk mewujudkan keluarga tangguh sesuai harapan yang menjadi modal utama kekuatan bangsa dalam membangun peradaban.  

Penguatan peran tersebut dapat dimulai dari ibu itu sendiri. Ketika di rumah, seorang ibu harus bijak dalam menggunakan dan mengenalkan gawai pada anak. Sikap permissif juga kadangkala membuat anak kecanduan gadget, namun sikap konservatif juga dapat menjadikan anak tak update dengan lingkungannya, sehingga perlu adanya penyikapan sikap yang tepat dan cepat.

Strategi yang ditawarkan dalam menyikapi perkembangan digital, harus dipastikan dapat diimplementasikan pada tindakan aksi nyata, bukan menambah persoalan baru. Semisal ketika anak berada di usia emas, ia harus memberikan contoh yang baik dalam penggunaan gadget. Bagaimana anak mau berhenti untuk bermain gadget, sementara sang ibu terus menerus memainkan gadgetnya.

Baca Juga  Pentingnya Selektif dalam Memilih Guru Agama

Di usia anak SD hingga SMP, anak – anak harus dilakukan pengawasan yang ekstra ketat. Temani sang anak yang sedang sibuk bermain gawai, untuk mengetahui konten dan game apa saja yang sering dibuka dan dimainkan, sekaligus memberikan edukasi kepada anak atas penggunaan media sosial yang acapkali mengandung hal – hal negatif. Batasi waktu penggunannya yang tidak melebihi tiga  jam dalam satu hari.

Sementara itu, untuk anak SMA ke atas, ibu harus bisa menempatkan diri sebagai sahabat dan teman curhat. ia dapat berteman di seluruh akun jejaring media sosialnya. Hal ini dapat memudahkan kontrol sang ibu dalam  memantau aktivitas anak. Komunikasi tetap dilakukan tak boleh terputus untuk mendapatkan informasi tentang aktivitas sang anak diluar rumah.

Pentingnya Penanaman Karakter

Setelah persoalan di era digital dapat teratasi, yang tak kalah penting juga adalah keteladanan seorang ibu. Beribu nasihat baik yang disampaikan pada anak, nampaknya menjadi tiada arti tatkala ia sendiri tidak memberikan contoh perilaku yang patut ditiru oleh anaknya.   

Internalisasi nilai – nilai positif seperti kejujuran, berempati, optimisme, toleransi, kesabaran, living together, yang ditunjukkan pada anak dan harus selaras dengan zaman juga menjadi tantangan yang cukup berat. Untuk itulah, literasi sang ibu harus senantiasa ditumbuhkan dan dibudayakan agar bisa seimbang. Mengingat ragam arus pemikiran yang sangat luar biasa sebagai akibat dari keberadaan internet dan media sosial.

Hal ini juga yang perlu disiapkan oleh ibu muda dan calon ibu agar dapat mendidik dan membesarkan anak hingga dewasa kelak dengan cara yang tepat. Perbanyaklah melakukan inovasi dalam berbagai hal. Ubahlah cara pandang yang konservatif menjadi lebih modern. Ini menjadi penting dalam menghadapi perkembangan zaman selalu berubah.

Baca Juga  Tenggelam atau Tidaknya Indonesia Tergantung Muhammadiyah

Semoga cinta, kasih sayang dan perjuangannya menjadi bekal dalam menghasilkan generasi anak bangsa yang produktif.

Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds