Feature

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah, Guru Perempuan Imam Syafi’i

3 Mins read

Sore itu, sambil menunggu waktu buka, saya mendengarkan sebuah nasyid yang disenandungkan oleh orang shaidi -warga mesir selatan- terkenal, namanya Yasin al-Tuhami. Biasanya lagu-lagu yang ia bawa adalah pesan cinta yang tidak terungkap dengan jelas untuk siapa. Namun, jika dilihat dari latar belakang dia sebagai penyanyi religi sudah tentu lagu yang ia senandungkan adalah pesan pujian bagi para orang salih utamanya Ahlu Bait Rasulullah Saw.

Saat khusyuk mendengarkan, lagi-lagi saya dibawa pada ingatan pada keluarga Nabi Muhammad Saw. Selayaknya orang muslim yang baik, tentu kita harus memberi hormat dan mencintai mereka semua. Namun nyatanya, bentuk cinta pada keluarga Nabi ini sering kali telah direduksi sebagai bagian dari mazhab Syi’ah saja, padahal sebagai Sunni, kita juga harus menumbuhkan rasa cinta itu dalam hati kita, karena dalam darah mereka mengalir darah nabi yang mulia.

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah

Tanggal 18 maret 2024, saya mengajak dua kawan rumah saya untuk melaksanakan tarawih di salah satu masjid yang berada di kawasan darbu al-siba’. Kawasan ini merupakan daerah yang cukup padat, dan terdiri dari beberapa masjid dan makam orang salih dan ahlul bait. Salah satu masjid yang akan kita kunjungi untuk melaksanakan tarawih adalah masjid Sayyidah Nafisah, masjid yang sangat ramai dikunjungi oleh warga lokal Mesir maupun warga asing seperti saya.

Sayyidah Nafisah adalah anak dari sayyid hasan al-Anwar ibn Zayd al-Ablaj ibn Hasan ibnati Fathimah ibn Rasulullah SAW, artinya Sayyidah Nafisah adalah cucu dari Sayyidna Hasan. Meski begitu, kemuliannya bukan dari nasab saja, dituliskan dalam kitab “Maraqid Ahl-al-Bayt fi al-Qahirah” bahwa Sayyidah Nafisah adalah orang yang memiliki keluasana pengetahuan, serta menjadi tempat orang Mesir kala itu mengadukan keluh kesahnya.

Baca Juga  Hamka, Laku Hidup yang Selalu Diteladani

Kami, berangkat dari rumah pukul 19.10 menaiki “tuk-tuk”, alat transportasi yang umum digunakan di Mesir untuk tujuan radius 500-2km, di Indonesia kita menyebutnya bajai. Dengam bandrol 60le atau sekitar 25ribu, kami bertiga berangkat dengan semangat melawan rasa dingin sore itu. Jalanan kairo sore ini cukup becek, karena sekitar jam lima sore telah diguyur hujan, peristiwa alam yang bisa hihitung jari selama setahun di Kairo.

***

Saat mendekati Masjid Sayyidah Nafisah, saya melihat gemerlap cahaya lampu berwarna hijau dan putih menggantung di depan masjid tersebut. Halaman yang sangat luas, membuat mobil-mobil bisa parkir dengan leluasa. Belum lagi kawasan sekitar yang nampak hidup dengan adanya cafe, serta jalanan di depan halaman yang cukup banyak mobil berlalu-lalang.

Setelah membayar ongkos perjalanan, saya bergegas masuk ke masjid dan melaksanakan salat Isya’ yang sudah dilaksanakan satu rakaat. Berbeda dengan masid-masjid lain, masjid ini cukup unik dari segi penempatan salatnya. Nampak ada beberapa jamaah yang membuat shaf baru di daerah “Shahnun” atau sisi tengah masjid yang tanpa atap, padahal di sisi dalam masih ada beberapa shaf yang belum terisi. Selain itu, hiasan lentera yang ada di Masjid Sayyidah Nafisah tidak seperti masjid umumnya di Mesir, lentera itu nampak ada di dinding-dinding masjid dengan dekorasi yang lebih modern.

Ziarah ke Makam Sayyidah Nafisah

Salat tarawih berhenti setelah pelaksanaan empat rakaat hingga pukul 20.20. Nampak ada beberapa petugas yang berasal dari Wizarah al-Awqaf atau Kemenag-nya Mesir mengisi kultum dengan tema pentingnya bersikap Cinta Kasih kepada sesama umat muslim. Setelah itu, salat dilanjut dan rampung pada pukul 21.00. Seperti biasa, saya bergerak menuju makam Sayyidah Nafisah, dan disitu sudah ada puluhan orang Mesir yang juga berziarah.

Baca Juga  Muhammad Ali Pasha, Penggagas Modernisasi Pendidikan di Mesir

Dituliskan dalam buku ”Maraqid Ahl-al-Bayt fi al-Qahirah” bahwa Sayyidah Nafisah hijrah ke Mesir bersama dengan suaminya pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan 193 Hijriyyah, dan sejak itulah Sayyidah Nafisah mendapat penghormatan yang luar biasa oleh orang-orang Mesir. Bahkan Imam Syafi’i adalah salah satu ulama yang juga belajar pada Sayyidah Nafisah.

Di masanya, Sayyidah Nafisah adalah orang terhormat bukan hanya karena nasabnya yang bersambung pada Rasulullah SAW, namun ia juga salah satu orang yang memiliki keluasan ilmu, hingga Imam Syafi’i belajar padanya. Hubungan kedua ulama ini sangat dekat, hingga di akhir hayatnya, Imam Syafii meminta dirinya untuk dishalatkan oleh Sayyidah Nafisah saat meninggal dan permintaan itu dikabulkan oleh beliau.

Sayyidah Nafisah sebetulnya hendak hijrah ke Madinah, tempat ia lahir dan belajar. Namun karena bujukan dari suami dan melihat kecintaan warga Mesir padanya, akhirnya ia memutuskan untuk menetap di Mesir hingga akhir hayatnya. Pada tahun 208 Hijriyyah, Sayyidah Nafisah meninggal dan dikuburkan di kamarnya, konon ia telah menyiapkan kuburannya ini dengan menggalinya sendiri.

***

Keluar dari makam, saya segera mengabadikan-mengabadikan momen malam itu. Saya sangat takjub dengan sosok Sayyidah Nafisah, di zamannya ia mampu menjadi perempuan terhormat dan hingga sekarang jasanya masih tetap terkenang bagi warga Mesir. Sambil berdiri di pinggir jalan, saya memberi kode pada sopir bajai untuk mengantarkan saya dan kawan saya pulang.

Namun, ali-alih langsung berbicara dengan saya, sopir bajai tadi justru memberi penghormatan pada Sayyidah Nafisah dari pinggir jalan itu. Ia nampak tertunduk sambil komat-kamit mengucapkan salawat pada Rasulullah dan keluarganya, lalu ia mengangkat tangganya sebagai tanda hormat dan menaruh tangannya di dada. Setelah itu lalu ia mulai berbicara pada saya dan kawan saya yang sudah menunggu. Lagi-lagi saya melihat kecintaan yang tulus warga Mesir pada Ahlu Bait Nabi Muhammad Saw!.

Baca Juga  Mencari Mahatma Gandhi dalam Konflik Palestina vs Israel

Editor: Ahmad

Muhammad Yusmi Ridho
15 posts

About author
Mahasiswa di Universitas Al-Azhar, Mesir.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds