Perspektif

Tasawuf: Cara Mencegah Krisis dalam Diri Manusia Modern

3 Mins read

Selama Dark Ages Eropa, terjadi konflik sengit antara agama (Kristen) dan ilmu pengetahuan, ilmuwan harus patuh pada otoritas Gereja. Jika terdapat bentuk-bentuk perbedaan maka harus diproses dengan inkuisisi. Akibatnya, banyak orang pada masa itu merasa tertekan terhadap dominasi agama yang dirasa menghambat kebebasan berpikir. Pernyataan dari Nietzsche, “Tuhan telah mati, aku yang membunuhnya,” mencerminkan perasaan mereka. Dengan melepaskan agama dan simbol-simbol Tuhan, mereka melihat agama sebagai penghalang bagi kebebasan berpikir dan bertindak. Maka, sekularisasi dan modernisasi menjadi reaksi terhadap Gereja.

Manusia Modern dan Spiritualitas

Dalam era modern, kita melihat manusia hidup dalam dunia yang penuh dengan perubahan, perendahan, dan kesenangan relatif. Seyyed Hossein Nasr, dalam bukunya “Tasawuf Dulu dan Sekarang,” mengungkapkan bahwa banyak orang modern lebih fokus pada progresif yang berubah-ubah. Sedangkan konsep-konsep metafisik, spiritual, dan kejiwaan terabaikan. Salah satu masalahnya adalah disorientasi terhadap konsep manusia, dari mana asal kita, bagaimana kita hidup, dan kemana kita akan kembali.

Sangat berbeda dengan konsep manusia dalam Islam. Konsep manusia dalam Islam sangat penting untuk memahami kebutuhan akan tasawuf. Manusia dalam Islam dianggap sebagai makhluk fitrah, yang fitrahnya mendefinisikan pengakuan akan Allah sebagai Tuhan. Ini adalah kesepakatan manusia sebelum kelahirannya ke dunia ini. Rasulullah Muhammad Saw pernah bersabda, “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” Ini menunjukkan bahwa manusia dilahirkan dengan fitrah yang murni, dan agama atau keyakinan orang tua yang mempengaruhi identitas agamanya.

***

Kelahiran manusia, seperti yang disebutkan dalam Al-Quran, manusia adalah penciptaan yang paling sempurna. Manusia diciptakan dengan sebaik-baik penciptaan, dan dia diberi kemampuan berbicara dan berpikir (an-nafs an-nathiqoh). Kemampuan berbicara dan berpikir yang disebut akal (‘aql), memungkinkan manusia memahami kebenaran dan membedakan antara yang benar dan yang salah. Namun, akal memerlukan bimbingan yang tinggi, yaitu wahyu atau informasi valid (khabar shadiq) yang disampaikan oleh Allah melalui para nabi. Ini melibatkan pengembangan akal dan nalar yang tajam, sehingga manusia dapat memahami kebenaran sejati dan mengarahkan hidupnya sesuai dengan agama. Akal akan membantu manusia membedakan antara yang benar dan yang salah, dan wahyu menjadi panduan utama untuk hal tersebut.

Baca Juga  Tasawuf itu Bid'ah, Benarkah?

Spiritualitas Manusia Modern dan Pra Modern

Sufisme (tasawuf) dalam Islam adalah salah satu cara untuk mendalami dimensi spiritual dan mendekatkan diri kepada Allah. Seyyed Hossein Nasr adalah seorang pemikir yang mendalami konflik antara dunia modern dan spiritualitas. Ia menganggap bahwa manusia modern cenderung memperlakukan alam dan lingkungan seperti objek yang bisa dieksploitasi tanpa perhatian terhadap nilai-nilai spiritual. Nasr menganalogikan bahwa orang pra-modern memperlakukan alam seperti istri, yaitu dengan merawat dan menghormatinya. Sedangkan manusia modern memperlakukan alam seperti pekerja seks komersial (PSK), yaitu dengan mengeksploitasi tanpa perawatan dan perhatian.

Dalam pandangan Nasr, kesenjangan antara dunia modern dan spiritualitas bisa memicu krisis dalam diri manusia modern, yaitu rasa kekosongan (alienation) dan bingung. Mereka mungkin mencari makna dan koneksi yang hilang dalam kehidupan modern, dan tasawuf atau jalan spiritualitas bisa menjadi jalan keluar untuk mencapai makna tersebut.

Peran Tasawuf

Tasawuf adalah cabang spiritualitas dalam Islam yang bertujuan untuk mendalami hubungan individu dengan Allah. Ini melibatkan pencarian makna dalam kehidupan, pengembangan akhlak, dan pemahaman yang lebih dalam tentang alam semesta. Sebagai konsep dalam Islam, tasawuf menekankan pentingnya pengejaran kesadaran dan pemurnian hati.

Tasawuf memandang manusia sebagai makhluk yang harus melalui proses transformasi diri untuk mencapai kesempurnaan, yang dikenal sebagai Insan Kamil (manusia sempurna). Ini melibatkan tiga tahap utama: tazkiyah (pembersihan), tarbiyah (pendidikan), dan tasfiyah (pemurnian). Proses ini membantu manusia mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang hakikat eksistensi, melepaskan diri dari keduniaan, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Tasawuf memberikan wawasan tentang realitas spiritual dan mengatasi perasaan kekosongan yang sering dirasakan oleh manusia modern. Ini memberikan pedoman untuk mengembangkan kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan sehari-hari, yang sering terlupakan dalam dunia modern yang penuh dengan kesibukan dan materi.

Baca Juga  Amanah Khilafah Nubuwah

***

Konsep manusia dalam Islam menawarkan wawasan yang dalam tentang fitrah manusia dan perannya dalam pencarian kebenaran. Tasawuf adalah jalan spiritual dalam Islam yang membantu manusia mendekatkan diri kepada Allah dan memahami dimensi spiritual yang sering terabaikan dalam dunia modern. Untuk mengatasi perasaan kekosongan dan bingung yang sering dirasakan oleh manusia modern, tasawuf dapat menjadi cara untuk menemukan kembali makna dalam kehidupan dan menghubungkan diri dengan asal-usul kemanusiaan mereka. Tasawuf bisa menjadi cara untuk mencegah terjadinya krisis dalam diri manusia modern.

Dalam dunia modern yang terlalu fokus pada kemajuan material dan duniawi namun lupa spiritual dan akhirat, pemahaman tentang tasawuf dan konsep manusia dalam Islam dapat memberikan kontras yang seimbang, mengingatkan manusia akan makna spiritualitas dan kebahagiaan yang sejati. Melalui pendekatan tasawuf ini, manusia modern dapat mencapai keseimbangan antara dunia materi dan spiritual, dan dengan demikian, merasa lebih memenuhi dan terhubung dengan diri mereka, alam, dan Allah Swt.

Editor: Rivan

Alvin Qodri Lazuardy
11 posts

About author
Ka. SMP AT TIN UMP (Berbasis Pesantren), Kab. Tegal dan Pengasuh PPM. AT-TIN UMP Pengkaji Pemikiran, Pendidikan Islam dan Kepesantrenan Alumni Ushuluddin UNIDA Gontor dan Magister PAI Universitas Muhammadiyah Purwokerto Penulis Buku Merawat Nalar Salim dan Pandangan Hidup Islam Sebagai Dasar Mencintai Lingkungan
Articles
Related posts
Perspektif

Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

3 Mins read
Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…
Perspektif

Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

3 Mins read
Kita harus menang! Tetapi di manakah letak kemenangan itu? Yaitu di balik perjuangan dan kepayahan. Di balik keringat, darah, dan air mata….
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *