IBTimes.ID – Perbincangan tentang ihsan selalu merujuk pada hadis Bukhari Muslim yang artinya:
“Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau.”
Nabi Muhammad SAW meminta kepada umatnya agar bisa melihat Tuhan ketika sedang beribadah. Hal ini bertujuan untuk membedakan tradisi Islam dan tradisi Yahudi.
Hal tersebut disampaikan oleh Sukidi, intelektual Muhammadiyah dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah 1443, Rabu (6/4/2022).
Menurut Sukidi, dalam tradisi Yahudi, Musa meminta Tuhan agar memperlihatkan diri-Nya. Namun, Tuhan tidak mengabulkan keinginan Musa. Hanya saja, Tuhan berbicara kepada Musa secara langsung.
“Muhammad sedang membedakan diri dan komunitasnya dengan komunitas sebelumnya, yaitu komunitas Yahudi. Harus ada distingsi. Pembeda ini saya temukan pada laporan sahabat nabi bernama Abdullah Ibnu Abbas. Ia merupakan penafsir Alquran yang terbesar,” ujarnya.
Ibnu Abbas, sebagaimana dikutip oleh Sukidi, menyebut bahwa Nabi Muhammad merupakan nabi yang dapat melihat Tuhan secara langsung. Berbeda dengan Musa yang berbicara dengan Tuhan secara langsung, atau Ibrahim yang sering disebut dengan kekasih Allah.
Menurut Sukidi, Aisyah RA menyebut bahwa seseorang yang menyebut Nabi Muhammad melihat Tuhan pasti telah berbohong. Namun, hadis yang saling bertentangan itu biasa terjadi di dalam tradisi awal Islam. Ibnu Abbas sebagai the excellent interpreter of Islam menyampaikan hal yang berbeda.
“Menurut laporan Ibnu Abbas, Nabi Muhammad memang melihat Tuhan di dunia,” tegasnya.
Bahwa ia mampu melihat Tuhan di akhirat, maka tidak ada lagi perdebatan. Namun, Sukidi meyakini bahwa Nabi Muhammad melihat Tuhan dalam dua kesempatan. Ia melihat Tuhan dalam sebaik-baik bentuk ketika berada di Sidratul Muntaha.
Pria kelahiran Sragen, Jawa Tengah tersebut menyebut bahwa terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad melihat dengan mata kepala atau melihat dengan hati.
“Riwayat nabi melihat Tuhan itu berasal dari ulama. Riwayat itu dilaporkan dalam tafsir Thabari, tafsir Suyuthi, maupun tafsir Muqatil bin Sulaiman,” tutup Sukidi.
Reporter: Yusuf