Tajdida

Tiga Nilai dalam Milad 88 Pemuda Muhammadiyah

2 Mins read

Oleh Hatib Rahmawan

Pemuda Muhammadiyah di era Ketua Cak Nanto mendapatkan momentum yang tidak biasa. Di tahun kedua kepemimpinannya, dihadapkan pada sebuah musibah dunia, yakni Pandemi Covid-19. Keadaan tersebut meskipun harus mengisolasi semua pengurus, tapi tidak untuk gagasan-gagasan besar yang diusung.

Fisik bisa saja terkurung, tapi pikiran tidak harus terpenjara. Buya Hamka mencontohkan hal tersebut. Di dalam penjara karya besar Tafsir Al-Azhar dapat diselesaikan. Pramoedya Ananta Toer juga demikian. Dari penjara lahirnya novel-novel hebat yang menarik jutaan pembaca.

Nalar seperti itulah yang sepertinya menjadi jiwa Pemuda Muhammadiyah saat ini. Kesan seperti itu nampak dalam tema Milad 88 Pemuda Muhammadiyah, “Meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan, mencerahkan semesta”. Sebuah tema yang sangat tepat lahir dalam pandemi Covid-19 dan Ramadhan.

Meneguhkan Solidaritas

Solidaritas adalah kepedulian antara satu individu dengan individu lainnya. Solidaritas adalah simbol kesetiakawanan. Bukti kemanusiaan yang paling unggul di tengah musibah besar.

Solidaritas adalah uluran tangan kepada yang membutuhkan. Bantuan kepada yang terkena beban. Solidaritas tidak membutuhkan identitas agama, kelompok, atau bangsa apapun. Keikhlasan adalah modal utama solidaritas terjadi.

Solidaritas adalah bagian dari sifat Tuhan. Sifat Tuhan yang Rahman, menuntut hambanya menjadi penyayang. Menuntut manusia mencintai manusia yang lain, tanpa pamrih apapun.

Menebar Kebaikan

Menebar kebaikan sama dengan menumbuh suburkan perbuatan ma’ruf. Kata ma’ruf berasal dari kata ‘arafa-ya’rifu artinya mengetahui. Perbuatan ma’ruf adalah perbuatan yang dikenal sebagai sebuah kebaikan. Disebut ‘urf adalah tradisi baik yang hidup dalam sebuah masyarakat.

Di tengah pandemi Covid-19, cuci tangan, memakai masker, jaga jarak (physical distancing), menghindari keramaian, adalah bentuk dari perbuatan ma’ruf. Semua perbuatan ma’ruf pasti menghasilkan pahala (ajrun). Membantah dan melanggar ketentuan yang ma’ruf sama dengan dosa.

Baca Juga  Meluruskan Anggapan "Bermuhammadiyah Haram"

Lawan dari kata ma’ruf adalah munkar. Berasal dari kata nakura-yankuru, artinya asing. Perbuatan munkar adalah perbuatan yang tidak lazim sebagai kebaikan. Pelaku perbuatan munkar pasti tidak ingin diketahui orang lain. Perbuatan munkar dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Jika ketahuan melakukan kemungkaran pasti akan malu. Perbuatan munkar pasti membuat seseorang merasa terasing. Kebebasannya akan hilang. Inilah yang disebut Erich Fromm sebagai alienasi dalam bukunya Escape from Freedom.

Kalau ingin merdeka (bahagia), maka perbanyak berbuat baik. Menebar kebaikan. Namun, kalau ingin menderita, hidup terasa sempit, kehilangan kebebasan, maka lakukanlah kemungkaran.

Mencerahkan Semesta

Mencerahkan semesta bermakna memberikan solusi terhadap masalah. Bukan menjadi bagian dari masalah. Posisinya jelas, berada pada bagian yang baik. Bukan berada pada posisi yang buruk.

Ibarat ruang gelap, menjadi cahaya. Menyinari lingkungan sekitar. Memberikan petunjuk bagi yang kehilangan arah. Memberikan pegangan bagi yang akan terjatuh. Kerja-kerja mencerahkan semesta merupakan wilayah penyadaran. Itulah hakekat pendidikan.

Jadi mendidik adalah memberikan pencerahan. Memberikan jawaban kongkrit terhadap masalah kehidupan. Pelakunya berarti orang yang memiliki tipe pembelajar. Ali ra berkata: “Jangan nasehati orang bodoh (tidak mau belajar), sebab dia akan membencimu. Namun, nasehatilah orang yang mau belajar, sebab dia akan menyukaimu”.

Relevansi Tema

Tiga tema dalam Milad 88 Pemuda Muhammadiyah tersebut sangat relevan dengan kondisi saat ini. Dalam pandemi Covid-19 yang dibutuhkan adalah tiga nilai tersebut. Ketika kepanikan dan rasa takut berlebihan, menyebabkan orang semakin egois, maka solidaritas adalah solusinya.

Pandemi Covid-19 menyebabkan PHK di mana-mana. Sebagian orang kehilangan mata pencaharian. Maka menebar kebaikan juga bagian dari solusi. Menebar kebaikan di masa pandemi adalah dengan berbagi.

Banyak orang yang masih menganggap pademi Covid-19 adalah bencana, azab, atau kutukan. Padahal nilai positifnya sangat banyak. Ketidakmampuan melihat nilai positif di  tengah masalah justru akan membuat keadaan semakin buruk.

Baca Juga  Muhammadiyah versus Salafi

Model berpikir mencerahkan semesta, selalu mencari nilai baik dari hal buruk yang didapat. Selalu ada pelajaran dari penderitaan yang dirasakan. Pikiran seperti ini perlu terus ditumbuhkan di tengah pandemi.

Tiga nilai inilah yang disajikan dalam Ramadhan. Puasa selalu mengajarkan solidaritas kepada sesama. Selalu menganjurkan berbagi kebaikan. Akhir dari puasa selalu menghasilkan manusia bertakwa. Bentuk implementasi dari manusia bertakwa adalah selalu mencerahkan lingkungannya.

Inilah nilai luhur yang diangkat dalam tema Milad 88 Pemuda Muhammadiyah. Sebuah nilai yang patut disebarkan dalam kehidupan saat ini. Nilai yang dibutuhkan di tengah pandemi, nilai yang dibawa oleh Ramadhan. Selamat Milad Pemuda Muhammadiyah.

Avatar
30 posts

About author
Dosen Prodi Ilmu Hadis Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, Ketua MPK PWM DIY, Sekretaris Pendidikan dan Kaderisasi PP Pemuda Muhammadiyah.
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds