Riset

Tips Menghindari Plagiarisme dalam Publikasi Naskah Ilmiah

4 Mins read

Sebelum membahas tips menghindari plagiarisme, beberapa waktu lalu saya memiliki pengalaman tersendiri. Saya terkaget-kaget ketika naskah saya dianggap plagiasi 90% oleh seorang editor jurnal yang menghubungi saya via e-mail. “Menurut identifikasi Turnitin memang begitu dan aturan publikasi jurnal kita, maksimal persentase plagiasi yang ditoleransi adalah 10%,” tuturnya.

Tentu saya memahami bahwa, naskah itu dianggap berasal dari “student paper” dari universitas di luar negeri, tempat saya menempuh pendidikan dulu. Lantas kemudian, saya menjelaskan bahwa, naskah itu adalah student paper saya sendiri, yang saya ajukan sebagai tugas final test pada matakuliah yang saya tempuh dan saat ini, saya mengupakan pemutakhiran data dan argumentasi. Saya juga menyerahkan versi Turnitin dari kampus tersebut, sekaligus tertera berbagai catatan kritis atau feedback yang diberikan oleh para profesor pengampu matakuliah.

Sang editor jurnal kemudian dapat menerima rasionalisasi yang saya ajukan. Bahkan sebenarnya ia sudah bisa menebak, karena di cover letter terdapat penjelasan bahwa, “This article is based on the unpublished research draft submitted and examined at the University of… I declare that this article is obviously original.” Singkat cerita, sang editor memahami bahwa artikel tersebut adalah makalah kuliah yang tidak dipublikasikan, tetapi diikutkan ujian universitas yang pengirimannya dikirim melalui Turnitin.

Perlu diketahui bahwa jurnal ini adalah jurnal terkemuka di dunia yang reputasinya tidak diragukan lagi. Di samping itu, jurnal ini terindeks Scopus dengan SJR yang cukup tinggi. Ditambah lagi, tim editor dan reviewer yang terlibat dalam proses peer-review adalah para pakar kelas dunia.

Tips Menghindari Plagiarisme

Tapi e-mail dan klarifikasi dari editor ini baru langkah awal untuk mempublikasikan naskah ilmiah. Langkah berikutnya adalah berhadapan dengan feedback yang diberikan oleh dua, bahkan tiga dan sampai lima reviewer. Proses revisi harus ditempuh dengan jalan yang sukar dan terjal apabila catatan kritis yang diberikan cukup signifikan. Biasanya proses revisi ini mempengaruhi kesehatan saya. Misalnya, maag kambuh, sering migrain, atau bahkan diare. Tapi mau bagaimana lagi, memang ini jalan yang harus ditempuh dengan segenap hati yang kuat.

Baca Juga  Hasnan Bachtiar: Menulis adalah Ekspresi Kekurangan dan Keterbatasan

Nah, sebenarnya selama saya kuliah dulu, saya termasuk di antara para mahasiswa yang diikutkan pelatihan riset. Kami di-training bagaimana membaca dan mencatat yang strategis, bagaimana mengajukan dan membuat argumentasi yang kuat, bagaimana menemukan bukti-bukti ilmiah yang kredibel, bagaimana memahami integritas akademik dan menghindari plagiarisme, bagaimana mengedit naskah yang sudah selesai, hingga bagaimana mempresentasikan dalam forum ilmiah.

Proses training ini dilakukan selama tiga bulan lebih, Senin sampai Jumat, mulai jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Training ini disebut dengan istilah Introductory Academic Program (IAP). Di sinilah saya belajar tentang tips menghindari plagiarisme.

IAP ini diselenggarakan pada O-Week, istilah untuk menyebut semester nol, ketika perkuliahan yang sebenarnya belum dilakukan. IAP ini adalah pembekalan yang sangat berarti bagi kami semua. IAP ini sangat efektif untuk menaklukkan empat matakuliah yang harus diselesaikan setiap semesternya. Setiap matakuliah adalah 130 jam yang terdiri dari dua jam seminar dan beberapa jam membaca bahan perkuliahan setiap minggunya, mengerjakan proyek riset yang menghasilkan makalah ilmiah, mengikuti ujian akhir dan studi mandiri yang bersifat pilihan.

Bukan Sekadar Membaca Judul, Abstrak, dan Kesimpulan

Saya perlu membahas secara khusus masalah membaca. Bahan perkuliahan yang harus dibaca bisa lima sampai dengan lima belas jurnal atau chapter dari sebuah buku. Dari semua bahan yang ada, tidak seluruhnya mudah dipahami. Terkadang baik itu pemikiran maupun artikulasi yang ada di dalamnya cukup kompleks. Proses membaca ini harus diselesaikan sebelum perkuliahan dimulai.

Yang harus kita tahu, dalam membaca bahan kita tidak cukup hanya sekedar membaca judul, lalu abstrak dan kesimpulannya. Tapi semua bagian harus dipahami secara detil. Barulah kemudian kita mencatat mana saja yang termasuk thesis statement/contention, arguments dan evidence. Jika ada lima belas bahan, berarti kita harus punya lima belas catatan ringkas mengenai hal itu. Dan di akhir waktu belajar, kita perlu membuat paper sepanjang 1.000-2.000 kata yang berisi tentang refleksi kritis atas bahan-bahan yang kita baca tersebut.

Baca Juga  Islam Berkemajuan untuk Generasi Milenial: Seruan Sang Muazin Bangsa

Ketika menulis, mustahil dilakukan tanpa adanya proses membaca. Jadi, prosesnya tidak instan. Ketika menulis, kita dilarang “menjiplak” atau mencuri karya orang lain. Jika itu dilakukan, maka itu disebut dengan plagiarisme. Bentuk plagiarisme lainnya adalah menyuruh orang lain menuliskan karya untuk diri kita sendiri. Sementara itu, plagiarisme yang sering kita jumpai adalah keliru atau bahkan tidak paham mengenai bagaimana cara mengutip.

Teknik Mengutip untuk Menghindari Plagiarisme

Untuk menghindari plagiarisme, maka ketika kita ingin menggunakan atau mengkritik karya orang lain, harus disertai dengan kutipannya (citation). Ketika ada frasa atau kalimat dari karya orang lain yang ingin kita kutip secara langsung–biasanya karena isinya terlalu bagus apabila diparafrase–maka kita harus memberinya tanda kutip di awal dan akhir bagian dari isi kutipan tersebut, serta disertai dengan catatan kaki (footnote).

Cara lain yang bisa dilakukan dalam mengutip adalah melakukan parafrase. Parafrase adalah merubah struktur kalimat, sehingga kita tetap mendapatkan substansi yang ada dari kutipan yang dipilih walau artikulasinya tampak berbeda. Bahkan, beberapa parafrase juga melakukan perubahan diksi tertentu dengan menggunakan kata-kata yang bermakna sama (sinonim). Parafrase yang dilakukan ini, tetap harus disertai dengan catatan kaki.

Sementara itu, cara yang biasa kami lakukan adalah meringkas gagasan pokok atau argumentasi yang ada di dalam bahan bacaan, kemudian menuliskannya pada karya ilmiah kita dengan menggunakan bahasa kita sendiri (using your own words). Di dalam mengutip, kita tidak bisa sekedar menjadikan referensi sebagai justifikasi dari klaim atau argumentasi yang kita ajukan.

Kita perlu mempertimbangkan bahan tertentu secara kritis dan reflektif. Kita perlu melihat apakah thesis statement yang diajukan cukup kuat dan argumentasi penopangnya kokoh. Lebih dari itu, kita juga perlu mengevaluasi apakah evidence yang dipakai dalam menyusun argumentasi adalah hal-hal yang kredibel, relevan dan tak terbantahkan.

Baca Juga  Memahami Peta-Peta Ilmu Keislaman

Melalui pertimbangan kritis itulah, kemudian kita masih harus mempertimbangkan apa kelebihan dan kelemahan dari bahan tersebut. Kemudian, kita perlu juga memikirkan bagaimana aspek metodologisnya, obyektivitasnya, apakah mengandung bias atau tidak, bagaimana relevansinya dengan riset yang kita lakukan. Dengan begitu, kita tidak sekadar menuliskan catatan kaki, namun juga memberikan komentar ilmiah atas bahan yang kita gunakan tersebut.

Melalui cara ini, plagiarisme jelas dapat dihindari. Di samping kita memang menulis sendiri karya yang kita miliki, secara substantif karya tersebut mengandung intellectual endeavour yang bagus. Artinya, kemungkinan besar karya tersebut dianggap berkualitas. Meskipun demikian, karya sebenarnya adalah hal yang merepresentasikan kelemahan-kelemahan dan keterbatasan-keterbatasan yang kita miliki.

***

Publikasi ilmiah melalui jurnal adalah salah satu cara agar supaya karya kita mendapatkan feedback dari para reviewer. Dengan begitu, kita akan dengan segera mengetahui di mata letak segala kelemahan dan keterbatasan yang kita miliki. Berdasarkan feedback itu pula, kita memiliki kesempatan untuk memperbaiki karya kita, dengan tujuan agar argumentasi yang diajukan semakin kuat. Demikianlah tips menghindari plagiarisme.

Editor: Nabhan

89 posts

About author
Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang, Direktur Riset RBC Institute A Malik Fadjar.
Articles
Related posts
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…
Riset

Pengorbanan Ismail, Kelahiran Ishaq, dan Kisah Kaum Sodom-Gomoroh

4 Mins read
Nabi Ibrahim as. yang tinggal Hebron mendapat berusaha menjenguk putra satu-satunya. Sebab pada waktu itu, Sarah sudah uzur dan belum juga hamil….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds