Supaya sistem pembelajaran di seluruh Indonesia dapat dijaga secara adil dan setara, tentunya sistem pendidikan nasional membutuhkan instrumen evaluasi yang kredibel. Di sinilah Tes Kemampuan Akademik (TKA) hadir sebagai jalan keluar untuk memastikan proses belajar siswa dapat diukur secara objektif dan terstandar. Kalau kita lihat dari sisi hukum, sejarah, hingga sosial, keberadaan ini TKA menjadi strategi yang sangat penting dalam menciptakan sistem penilaian yang transparan, adil, dan terukur.
Namun TKA tidak hanya berfungsi sebagai ujian akademik semata, tetapi juga menjadi simbol kepercayaan terhadap sistem evaluasi pendidikan yang lebih seragam antarwilayah. Jauh sebelum adanya TKA, proses seleksi ke jenjang pendidikan berikutnya masih bergantung pada nilai rapor, yang katanya tingkat penilaiannya sering kali berbeda antara sekolah satu dengan lainnya. Dimana nilai tinggi di satu sekolah belum tentu mencerminkan kemampuan setara di sekolah lain.
Dampaknya ketika tidak ada tolok ukur nasional yang sama, institusi pendidikan lanjutan sulit melakukan seleksi secara objektif. Kehadiran TKA menutup celah ini dengan menghadirkan standar pengukuran yang berlaku untuk seluruh siswa Indonesia. Melalui tes nasional yang dikembangkan secara sistematis, hasilnya dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang kemampuan akademik siswa secara nasional.
Kementerian Pendidikan mencatat bahwa perbedaan capaian akademik antarwilayah bisa mencapai 15–20 poin dalam skala 100. Dengan diterapkannya TKA, standar evaluasi yang sama dapat menekan kesenjangan tersebut. Siswa di wilayah terpencil pun memiliki kesempatan yang sama untuk menampilkan kemampuan terbaiknya seperti halnya siswa di kota besar.
Lebih jauh, TKA tidak hanya digunakan untuk seleksi, tetapi juga menjadi alat pemetaan kualitas pendidikan nasional. Pemerintah dapat menggunakan data hasil TKA untuk menganalisis kekuatan dan kelemahan akademik di tiap daerah. Informasi ini menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan peningkatan mutu pembelajaran yang tepat sasaran.
Sinergi Antara Pusat dan Daerah: Kunci Utama Penguatan Kapasitas
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat, daerah, serta seluruh pemangku kepentingan. Agar kebijakan TKA dapat berfungsi maksimal, keterlibatan aktif dari semua pihak menjadi kunci utama.
Keunggulan lain dari kebijakan ini adalah pendekatan kolaboratif yang memastikan kesetaraan standar evaluasi di seluruh Indonesia. Untuk tingkat SMA/SMK, penyusunan soal dilakukan oleh pemerintah pusat guna menjaga konsistensi nasional. Sementara di jenjang SD dan SMP, pengembangan dilakukan bersama pemerintah daerah agar kualitas evaluasi dapat disesuaikan dengan kebutuhan lokal. Kolaborasi ini tidak hanya soal teknis pembuatan soal, tetapi juga upaya membangun kapasitas daerah agar mampu mengelola sistem evaluasi pendidikan secara mandiri dan profesional.
Pendekatan kolaboratif tersebut menciptakan rasa memiliki terhadap kebijakan di semua tingkatan. Dalam sistem pendidikan yang semakin terdesentralisasi, kebijakan yang hanya datang dari pusat sering kali dianggap kurang sesuai dengan kondisi daerah. Dengan melibatkan pemerintah daerah sejak awal, diharapkan muncul komitmen bersama untuk menjaga konsistensi pelaksanaan TKA di lapangan. Selain itu, pendekatan ini juga memungkinkan penyesuaian terhadap konteks sosial dan budaya setempat.
***
Bagi sekolah, sinergi pusat dan daerah juga bermanfaat untuk menilai integritas sistem penilaiannya sendiri. Apabila nilai hasil ujian sekolah sejalan dengan hasil TKA, hal tersebut menunjukkan bahwa proses evaluasi internal sekolah sudah terpercaya. Namun, jika terdapat perbedaan signifikan, itu menjadi tanda bahwa sekolah perlu meninjau kembali metode pembelajarannya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, angka partisipasi murni (APM) untuk jenjang SMA/SMK secara nasional mencapai 61,4%, naik dari tahun sebelumnya. Meskipun demikian, kesenjangan antarwilayah masih mencolok: provinsi maju seperti DKI Jakarta mencatat APM di atas 85%, sedangkan wilayah 3T seperti Papua dan Maluku masih di bawah 48%. Melalui TKA, potensi akademik siswa dari wilayah tertinggal dapat teridentifikasi lebih jelas sehingga kebijakan bantuan dan pembinaan dapat diarahkan dengan lebih efektif.
Kerja sama lintas sektor ini memastikan bahwa pelaksanaan TKA tidak berhenti sebagai kegiatan tes semata, tetapi menjadi bagian dari proses memperkuat kapasitas guru, membangun infrastruktur evaluasi, serta mempererat koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah.
Penutup
Membincang Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai sarana pendukung pengembangan akademik berarti memandangnya sebagai sistem manajemen mutu pendidikan nasional. Bagi siswa, TKA adalah cermin objektif yang menunjukkan posisi kemampuan mereka di tingkat nasional. Bagi guru, hasil TKA dapat menjadi bahan refleksi untuk menilai efektivitas metode mengajar. Sedangkan bagi pembuat kebijakan, data dari TKA berfungsi sebagai dasar pengambilan keputusan berbasis bukti.
Dengan adanya standar nasional yang seragam, TKA mampu menyoroti potensi siswa dari seluruh penjuru negeri, termasuk daerah dengan akses pendidikan terbatas. Berdasarkan data BPS 2024, rata-rata nilai literasi di daerah maju seperti DI Yogyakarta dan Jawa Tengah berada di kisaran 68–71 poin, sedangkan wilayah 3T seperti NTT dan Papua Barat hanya mencapai 54–56 poin. Melalui TKA, ketimpangan ini dapat teridentifikasi lebih cepat sehingga perbaikan dapat difokuskan ke daerah yang membutuhkan.
Kunci keberhasilan pelaksanaan TKA terletak pada kolaborasi yang erat antara pusat dan daerah. Dengan pelibatan aktif pemerintah daerah dalam penyusunan dan implementasinya, rasa tanggung jawab terhadap kebijakan akan meningkat. Selain itu, karakter soal yang menekankan kemampuan bernalar dan literasi numerik diharapkan dapat mengubah pola belajar dari sekadar menghafal menjadi berpikir kritis dan analitis.
Jika didukung oleh komunikasi publik yang konsisten, pemerataan infrastruktur digital, serta penguatan kompetensi guru, TKA berpotensi menjadi penggerak utama transformasi pendidikan Indonesia. Keberhasilannya kelak tidak hanya diukur dari peningkatan skor siswa, tetapi juga dari dampaknya terhadap pemerataan kesempatan belajar dan kesiapan generasi muda menghadapi tantangan global.
*)Artikel ini merupakan hasil kerjasama IBTimes dengan BKHM Kemendikdasmen RI

