Mempertanyakan Toleransi Kita
Maraknya isu pengidentikkan radikalisme dengan bercadar, celana cingkrang, dan “good-looking” sempat menuai kritik dan kontroversi. Fenomena ini menjadi sebuah alarm bagi umat Islam untuk berintrospeksi diri, sejauh mana kita bisa dewasa dalam menegakkan keadilan.
Sejauh mana kalangan mayoritas bisa merangkul kaum minoritas agar bisa merasakan hak yang sama dan tidak terzalimi. Kontroversi ini menjadi riskan di Indonesia dengan Islam sebagai agama mayoritas. Selain toleransi eksternal, toleransi internal juga sangat diperlukan untuk memupuk persatuan.
Kontroversi Film “My Flag”
Pada peringatan Hari Santri Nasional 2020, film berjudul “My Flag” ramai di media sosial. Film ini menceritakan peran santri dalam menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Di dalamnya juga diulas singkat mengenai sejarah para santri dan ulama dalam membangun bangsa. Di akhir film, dikisahkan tragedi perang antara santri dengan santri lainnya yang bercadar dan celana cingkrang. Singkat kata, kalangan cadar sebagai penggambaran radikalisme itu kalah.
Secara substansi, film “My Flag” ini sangat edukatif dan mengajak para Muslim Milenial untuk melek sejarah sehingga nasionalisme santri terpupuk kuat mengakar pada sejarah.
Hanya saja, perang melawan muslimah bercadar dan muslim bercelana cingkrang ini menjadikan kalangan Muslim yang bersangkutan tersakiti. Sebut saja dokter Muslimah bercadar bernama Ferihana.
Dalam akun Facebook-nya “Dokter Ferihana”, ia mengaku sakit hati, sedih, dan shock melihat film “My Flag”. Menurutnya, film itu adalah pengadu domba dan penebar permusuhan antara kalangan Islam sendiri yang justru pemecah belah NKRI. Pengidentikkan muslimah bercadar dengan anti NKRI adalah salah besar.
Polemik Cadar
Talkshow Indonesia Lawyer Club pernah mendiskusikan khusus tanggapan terhadap pernyataan Menteri Agama terhadap pelarangan bercadar bagi ASN Kementerian Agama.
Dalam forum itu, Bang Karni selaku presiden ILC mendatangkan komunitas Muslimah bercadar, bernama Niqob Squad. Dari diskusinya ini, mereka menegaskan bahwa mereka terbuka kepada publik dan tidak menjadi penghalang mereka untuk berkarya dan bersosial.
Terbutkti di antara mereka ada yang berprofesi sebagai designer yang bereputasi internasional, dokter, atlet taekwondo, dan kepala sekolah. Dalam forum itu, mereka menegaskan bahwa bercadar bukan ekspresi anti-NKRI.
Film “Cadar” Sebagai Pembanding
Film “My Flag” menuai kontroversi di kalangan Muslimah bercadar dan dikaji kalangan Muslim lainnya hingga muncul film pembanding berjudul “Cadar”. Film ini menyiratkan pesan bahwa bentuk ekspresi cinta terhadap bangsa dan negara dapat dimanifestasikan sesuai bidang dan latar belakang masing-masing.
Setiap kalangan berhak untuk mencintai negaranya dengan caranya tersendiri. Selain muslimah bercadar sebagai tokoh utama dalam film “Cadar”, juga terdapat muslimah berjilbab tanpa cadar.
Keduanya saling berkomunikasi, berinteraksi, dan bersalaman. Inti pesan dari film ini adalah pentingnya saling memahami satu sama lain dan kesadaran akan kebebasan berekspresi dalam mencintai negara. Pesannya juga adalah jangan mau diadu domba sehingga berperang dengan sesama Muslim.
Kategorisasi radikal ini berbuntut panjang dan belum berkesudahan hingga akhir-akhir ini. Dampaknya, menyempitkan dan mengerdilkan makna radikalisme di otak kita karena telah menggeneralisasi cadar dan celana cingkrang sebagai pelaku terorisme.
Jika generalisasi ini sesuai dan tepat sasaran, tidak mungkin akan menuai kontroversi di tengah publik. Namun faktanya malah kontroversial.
Narasi Perdamaian Islam dan Alarm Toleransi
lslam berasal dari kata salam yang bermakna kedamaian. Al-Qur’an dalam berbagai hal selalu menarasikan kedamaian, bahkan dalam ayat perang sekalipun. Peperangan dalam narasi ayat Islam adalah untuk sebuah pertahanan, bukan penyerangan untuk meruntuhkan lawan.
Nadirsyah Hosein dalam bukunya berjudul “Islam Yes, Khilafah No” menyebutkan bahwa bentuk peperangan dalam Islam bersifat defensif, bukan ofensif. Perang dalam Islam adalah jalan terakhir ketika jalan damai tidak bisa ditempuh. Sedangkan menjaga diri merupakan hal yang wajib dipenuhi bagi setiap individu muslim.
Islam sangat jelas menarasikan kedamaian dalam peperangan. Hukum syariat melarang membunuh seorang pendeta, wanita dan anak-anak, serta melarang untuk menghancurkan tempat ibadah ketika berperang.
Dengan fakta ini, jelas bahwasanya peperangan dalam Islam bukan untuk mengislamkan lawan. Jika demikian halnya (mengislamkan lawan), mana mungkin Islam melarang untuk membunuh pendeta dan menghancurkan tempat ibadahnya.
Mengintrogasi Toleransi Kita
Toleransi adalah mata uang yang berharga untuk hidup berdampingan di tengah perbedaan. Puncak perbedaan yang sesungguhnya adalah toleransi dan saling memahami. Narasi Perdamaian Islam seyogyanya menjadi spirit bagi seorang muslim untuk membawa perdamaian.
Sederhananya, seorang muslim harus mendahulukan kepentingan bersama di atas kepentingan kelompok dan mendahulukan kemaslahatan umat di atas golongannya sendiri.
Dalam kaitannya dengan menyikapi muslimah bercadar dan muslim bercelana cingkrang, maka perlu diadakan komunikasi lebih intensif dan investigasi secara mendalam untuk memahami mereka dari dalam. Dengan adanya komunikasi intens, maka akan muncul rasa saling memahami dan toleransi.
Tugas seorang muslim saat ini adalah mengintrogasi toleransi kita. Sejauh mana kita memahami perbedaan? Sejauh mana kita bersikap terbuka dengan orang lain? Sejauh mana kita ber-Islam dengan rahmatan lil alamin? Sejauh mana toleransi kita?
Editor: Rozy