Traveling Menghilangkan Kejenuhan
Di antara berbagai media untuk menghilangkan kejenuhan, salah satunya adalah traveling. Ia menjadi salah satu media penghilang jenuhnya keadaan. Semua orang meyakini dan mengakui, bahwa dengannya bisa melepaskan penatnya rasa, capeknya jiwa, dan melepas banyaknya beban-beban yang dipikul dalam hidupnya.
Harus diakui, traveling seringkali dilakukan di saat tidak mempunyai kegiatan, dan pekerjaan. Oleh karenanya, masa-masa liburan terkadang manusia menikmatinya dengan traveling. Bahkan tidak jarang yang menjadikan travelingi sebagai hoby.
Namun, tidak sedikit dari mereka yang menganggap bahwa traveling hanyalah kegiatan menghamburkan uang tanpa adanya manfaat yang didapatkan. Lantas sebenarnya bagaimana traveling menurut Islam?
Traveling menurut Islam
Pada dasarnya Islam tidak melarang bagi pemeluknya untuk melakukan traveling, Islam memperbolehkan dan bahkan menganjurkan sepanjang traveling dilakukan dengan tujuan yang dilegalkan.
Seperti, bepergian di muka bumi yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat keindahan ciptaan Allah, atau sebagai sebuah pelajaran untuk mengingat binasanya umat sebelum diutusnya nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ دَمَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَلِلْكَافِرِينَ أَمْثَالُهَا
Artinya, “Maka apakah mereka tidak pernah mengadakan perjalanan di bumi sehingga dapat memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Allah telah membinasakan mereka, dan bagi orang-orang kafir akan menerima (nasib) yang serupa itu”. (QS. Muhammad: 10)
Menurut Imam Fakhruddin ar-Rozi dalam kitab Tafsir Mafatihul Ghoib memberikan dua penafsiran secara ringkas. Pertama, mengenai lafadz (وَلِلْكَافِرِينَ) ialah orang-orang yang menginkari dan membohongi kenabian nabi Muhammad saw. Kedua, mengenai ayat (أَمْثَالُهَا) yaitu orang-orang yang dibinasakan oleh Allah swt sebelum diutusnya nabi Muhammad sebagai referensi bagi umat nabi Muhammad saw.
Dari ayat di atas bisa disimpulkan bahwa ada ancaman secara khusus bagi umat nabi Muhammad yang melakukan traveling tanpa disertai dengan renungan akan kekuasaan Allah dan pedihnya siksaan Allah bagi mereka yang mengingkari terhadap utusan-Nya.
Apa Pentingnya Traveling?
Pentingnya adalah ketika rekreasi dilakukan dengan tujuan yang benar; yaitu dengan tujuan ingin melihat kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala. Sebab, dengan tujuan demikian bisa meningkatkan kualitas keimanan dan kemantapan hati pada Allah dan Rasulullah.
Dengan mengingat dibinasakannya umat sebelum nabi Muhammad akan menjadikan manusia takut untuk melakukan maksiat, sehingga traveling bisa membantu manusia agar tidak melakukan maksiat. Serta mengingat kejadian dibinasakannya umat nabi Nuh, nabi Luth, dan yang lain. Seperti apakah nasib mereka setelah mendustai dan membohongi nabi mereka?
Oleh sebab itu, sejatinya Islam tidak melarang melakukan traveling sepanjang tujuannya adalah melihat keindahan ciptaan Allah dan betapa pedih siksaan yang menimpa umat-umat sebelum umat Rasulullah.
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ
Artinya, “Katakanlah (Muhammad), “Berjalanlah kamu di bumi, lalu perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa”. (QS. An-Naml: 69)
Ayat di atas merupakan sebuah tuntutan kepada Nabi Muhammad agar menyuruh umatnya untuk melakukan traveling dan melihat terhadap rumah-rumah umat sebelumnya yang mendustai nabi mereka seperti apakah saat ini? Tidakkah Allah hancurkan rumah dan tempat tinggal mereka dengan semua keluarganya yang mengingkari para nabi Allah serta menolak terhadap nasihat mereka, bahkan menampakkan permusuhan pada mereka. Dan semua itu merupakan sunnatullah yang Allah berikan kepada orang-orang yang mendustai nabinya.
Traveling Menurut Islam: Ditujukan untuk Mengagumi Ciptaan Allah
Yang terpenting dalam melakukan traveling adalah mengingat betapa agung dan besarnya kekuasaan Allah swt, tidak ada yang bisa menghentikannya serta tidak ada yang bisa menghalanginya.
Tidakkah cukup sebagai bukti bahwa Allah selalu membinasakan orang-orang yang mengingkari nabinya. Seperti peristiwa yang dialami oleh kaum Nabi Nuh, Nabi Luth, dan nabi yang lain. Tidak cukupkah sebagai bukti bahwa orang yang mengingkari Rasulullah akan kalah. Sebagaimana peristiwa yang terjadi saat perang badar dan fathu makkah?
Kejadian sebagaimana yang alami oleh umat nabi sebelumnya merupakan sebuah bahan renungan penting bagi umat Islam saat ini, bahwa traveling bukan sekedar hoby, tapi lebih dari semua itu bisa menambahkan keimanan apabila disertai dengan renungan akan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala yang sangat luar biasa dan tidak bisa dinalar oleh manusia.
Kejidian itu menjadi sebuah ibrah bagi umat Nabi Muhammad, agar selalu berhati-hati dalam beraksi, untamanya salam melakukan traveling. Liburan bukan momentum untuk mengistirahatkan jiwa dari meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, melainkan harus menjadi sebuah momentum untuk semakin memperkukuh keislaman.
Editor: Rozy