Tetangga dalam kitab Taysirul Kholaq diartikan sebagai orang yang rumahnya berdekatan dengan kita yang berjumlah empat puluh rumah dari semua penjuru, entah itu dari arah timur, barat, selatan, maupun utara.
Bahkan tetangga itu lebih mengetahui keadaan kita dan orang yang pertama kali menolong kita dibanding keluarga kita sendiri yang rumahnya jauh dengan rumah kita ketika terjadi suatu musibah yang menimpa diri kita sendiri maupun anggota keluarga kita.
Maka dari itu dalam sebuah hadis, Rasulullah memerintahkan kita untuk memuliakan tetangga, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaknya memuliakan tetangganya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di antara adab-adab tetangga yang harus kita penuhi menurut kitab Taysirul Kholaq, antara lain:
Pertama, Memulai dengan Salam dan Bermuka Manis
Mengucap salam adalah adab bertetangga yang pertama kali. Karena salam sendiri merupakan ucapan yang telah terbiasa digunakan sehari-hari, dan dinilai sopan serta juga mengandung doa memberi keselamatan sehari, bukan hanya selamat pagi, selamat siang, sore, dan malam saja.
Jika bertemu atau berpapasan di jalan dan tidak memungkinkan untuk menyapa dan mengucap salam, maka tunjukkanlah muka manis dengan senyuman sebagai sapaan kepadanya.
Kedua, Menyeimbangkan Kebaikannya
Apabila tetangga kita yang berbuat kebaikan terlebih dahulu, maka balaslah kebaikannya. Namun, jika kita memulainya terlebih dulu, misalkan memberinya makanan yang diletakkan di suatu wadah milik kita, maka jangan sampai ada harapan esok atau lusa si tetangga itu gak hanya mengembalikan wadah tadi secara kosongan, melainkan berharap wadah itu telah diisi hal lain. Karena jika itu terjadi, maka secara otomatis kita tidak serta merta ikhlas memberinya.
Dan jika tetangga kita ada masalah keuangan sementara kita punya rejeki yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka selayaknya kita bantu tetangga kita. Mungkin mereka butuh biaya untuk anaknya untuk berobat, beli makan, memulai usaha, dan hal-hal semacamnya.
Namun, jika ternyata kita sendiri memenuhi kebutuhan sendiri saja pas-pasan bahkan sampai kekurangan, katakanlah padanya secara baik-baik, jangan seperti, “Alah mbak, mbak, keluargaku sendiri aja buat makan sehari-hari nyukup kok, situ malah minta bantuan ke kita”. Ucapkanlah dengan perkataan yang baik. Pasti mereka juga akan mengerti kondisi keuangan kita.
Jangan lupa mengucap kata maaf karena belum bisa membantunya dan doakan dia agar segera mendapat pertolongan atau solusi dari masalah yang dihadapinya.
Ketiga, Menjenguknya Ketika Sakit
Jika tetangga kita sakit, maka kita dianjurkan untuk membesuk atau menjenguknya. Baik saat sedang di rumah sakit yang sekira jaraknya tak terlalu jauh dalam artian tidak dibawa ke rumah sakit di luar kota, atau luar negeri dan ketika sakit di rumahnya sendiri.
Karena terkadang, ada tetangga bahkan kerabat dan keluarganya jika dikabarkan bahwa si A saat ini sedang sakit namun dirawat di rumah dan tidak dibawa ke rumah sakit, biasanya mereka menganggap sakit yang dideritanya tidak parah dan tidak perlu di jenguk.
Ini adalah anggapan yang salah. Menjenguk orang sakit tidak hanya ketika di rumah sakit saja, namun juga di rumahnya. Masalah buah tangan itu bukan kewajiban dan juga tidak ada yang menganjurkan. Yang terpenting adalah doa dan dukungan agar ia bisa semangat untuk melawan rasa sakitnya dan kembali sehat wal-afiyat seperti semula.
Keempat, Turut Berbahagia Atas Kebahagiaannya
Janganlah seorang muslim dengan muslim yang lain apalagi ini tetangga dengan tetangganya yang lain yang rumahnya bersebelahan atau berhadapan, saling hasad atau iri terhadap nikmat yang didapat tetangganya dan berharap agar nikmat itu segera hilang. Hendaklah ikut merasa bahagia dan senang atas keberhasilan tetangganya, ucapkanlah selamat kepadanya.
Kelima, Menghiburnya Ketika Berduka
Saat tetangga kita sedang berduka entah karena anggota keluarganya kecelakaan, meninggal, atau tertimpa musibah lainnya, kita dianjurkan untuk menghiburnya agar dia tidak terlalu berlarut-larut dalam kesedihan.
Keenam, Menjaga Aibnya
Dari Abu Hurairah Nabi saw. Bersabda: “Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak” (Shahih Muslim).
Berdasar hadis tersebut, merahasiakan aib orang lain merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Pasalnya, meskipun manusia itu ciptaan Allah yang paling sempurna, namun kita sendiri tidak pernah luput dari kesalahan-kesalahan dan kekurangan yang ada pada diri masing-masing.
Maka dari itu, sudah seharusnya kita saling menutupi aib satu sama lain. Karena sejatinya, membongkar aib orang lain sama halnya dengan memakan bangkai saudaranya yang telah meninggal, sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat: 12.
Ketujuh, Menjaga Pandangan
Hendaklah kita sebagai umat muslim saling menundukkan pandangan terhadap aurat tetangga meskipun ia adalah pembantu di rumah kita.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Seseorang yang berzina dengan 10 wanita, dosanya lebih ringan dibandingkan ia berzina dengan satu orang istri tetangganya. Dan seseorang yang mencuri 10 rumah, dosanya lebih ringan dibandingkan ia mencuri satu rumah tetangganya” (HR. Ahmad).
Berdasar hadis di atas, bukan berarti kita jadi punya pemikiran, “Ah, ya udah kalau gitu zina aja dengan 10 wanita yang bukan tetangga, toh dosanya juga lebih ringan plus dapat 10 lagi.”
Berzina merupakan perbuatan tercela dan dosa, jangankan berzina, mendekatinya saja sudah haram. Sebagaimana Allah berfirman: “Dan janganlah kamu dekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Ada sebuah hadis Rasulullah menggambarkan arti pentingnya berbuat baik kepada tetangga, karena bisa jadi kita akan menjadi ahli warisnya kelak, “Jibril terus menerus berwasiat kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, hingga aku yakin ia (seorang tetangga) akan mewariskan harta kepadanya.” (HR. Bukhari-Muslim).
Editor: Yahya FR