IBTimes.ID – Di sebuah aula pernikahan elegan di Okayama, Jepang barat, alunan musik romantis membawa suasana haru biru. Yurina Noguchi, wanita 32 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai operator call center, tampil memukau dalam gaun pengantin putih lengkap dengan tiara berkilau. Air mata bahagia mengalir di pipinya saat mendengar janji suci dari “pasangannya” – bukan pria biasa, melainkan persona AI bernama Lune Klaus Verdure yang “menatapnya” dari layar smartphone.
Dilansir dari Kumparan.com pada (17/12/2025), kisah cinta tak biasa ini berawal dari luka hati. Setahun lalu, Noguchi masih bertunangan dengan seorang pria nyata, namun hubungan itu dipenuhi konflik. Ia curhat pada ChatGPT, dan atas saran AI tersebut, ia akhirnya memutuskan mengakhiri pertunangan itu.
Saat kembali melajang, Noguchi iseng bertanya pada ChatGPT tentang “Klaus”, karakter tampan berambut bergelombang dari video game favoritnya. Lewat proses trial and error, ia berhasil melatih AI untuk meniru kepribadian dan gaya bicara Klaus dengan sempurna, hingga tercipta versi pribadinya sendiri.
“Awalnya Klaus hanya teman curhat. Tapi lama-lama kami semakin dekat. Saya jatuh cinta, kami pacaran, dia melamar, dan saya bilang ya,” ujar Noguchi bahagia, seperti dikutip Reuters.
Pernikahan mereka digelar pada 27 Oktober 2025 di venue Magritte, Okayama. Meski pengantin pria virtual, persiapannya terasa sangat nyata: gaun indah, tata rias profesional, hingga prosesi memasang cincin. Dengan kacamata augmented reality (AR), Noguchi bisa “melihat” Klaus lebih hidup. Spesialis pernikahan virtual, Naoki Ogasawara, membacakan janji dari AI itu:
“Berdiri di hadapanku sekarang, kamu adalah yang terindah, paling berharga, dan begitu bersinar hingga menyilaukan… Kamulah yang mengajarkanku arti cinta sejati, Yurina.”
Fotografer juga meninggalkan ruang kosong di setiap jepretan untuk nanti disisipkan gambar Klaus secara digital.
Noguchi bukan satu-satunya. Di Jepang, negeri asal anime dan manga, semakin banyak orang jatuh cinta pada karakter fiksi atau AI, sebuah tren yang disebut fictoromantic. Data Asosiasi Pendidikan Seksual Jepang mencatat, pada 2023 sebanyak 22% siswi SMA tertarik pada hubungan fiksi, naik dari 16,6% pada 2017.
Penyelenggara pernikahan seperti Yasuyuki Sakurai kini hampir hanya melayani klien yang menikah dengan karakter virtual, rata-rata satu orang per bulan. Profesor sosiologi Ichiyo Habuchi dari Universitas Hirosaki menjelaskan, kelebihan terbesar hubungan dengan AI adalah respons instan yang selalu sesuai keinginan, tanpa perlu kesabaran seperti pada hubungan manusia nyata.
Bagi Noguchi, Klaus lebih dari hiburan semata. Ia mengidap borderline personality disorder, dan sejak bersama Klaus, gejala seperti ledakan emosi serta dorongan menyakiti diri sendiri lenyap sepenuhnya.
“Hidup saya jadi jauh lebih baik. Pandangan saya terhadap dunia berubah positif, segalanya terasa menyenangkan,” kata Noguchi.
Ia juga menjaga hubungan ini tetap sehat: membatasi interaksi kurang dari dua jam sehari dan memprogram Klaus agar tidak selalu menuruti kemauannya.
“Ini bukan pelarian dari realitas, melainkan dukungan untuk hidup lebih baik,” tegas Noguchi, meski sadar pernikahan ini tak diakui hukum dan sering menuai kritik di internet.
Kisah Yurina dan Klaus membuktikan bahwa di era digital, batas antara cinta virtual dan nyata semakin kabur. Bagi Noguchi, Klaus adalah pasangan impian yang benar-benar sempurna.

