Bela negara merupakan suatu keharusan yang dijalani oleh setiap warga negara ketika negaranya menghadapi sebuah peperangan atau dalam menghadapi suatu permasalahan yang menimpa pada negaranya. Misalnya, pada khasus internal yang melibatkan negara tersebut menjadi terpecah-belah dan mengakibatkan negara tersebut rusak, masyarakat diwajibkan membantu pemerintah untuk mewujudkan negara yang adil dan makmur.
Bela Negara dalam Agama Islam
Dalam Islam, bela negara merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi atas nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai yang terkandung dalam bela negara mencakup nilai solidaritas, kesetiaan terhadap idiologi negara yang telah dibentuk bersama, tumbuh rasa persaudaraan sebangsa se-tanah air, dan akan timbul rasa kebaikan dan mencegah keburukan. (Muhammad Azhar, 2001:33)
Ketika menjalankan sebuah bela negara, haruslah ada hubungan atau kerjasama antara pemerintahan dan masyarakat hingga tercipta rasa untuk membela negaranya. Dalam kerjasama yang bertujuan untuk membela negara diterangkan dalam QS. An-Naml (27): 34. Ayat tersebut mengisahkan para petinggi dari kerajaan Saba’ yang gelisah akan ada penyerangan dari kerajaan luar, maka segala cara dilakukan termasuk membujuk Nabi Sulaiman. (Abdul Mustaqin, 2011:111)
Dapat diterangkan bahwa bela negara sendiri dalam Islam merupakan suatu Ukhwah wathoniyah yang diartikan sebagai persaudaraan sebangsa dan setanah air. Meski begitu, tetap ada umat Islam yang tidak sepakat dalam hal ini dengan alasan hanya sebagai alasan dalam permainan politik, meskipun sudah jelas hadits dan ayatnya.
Mengenai pembahasan tentang bela negara, dalam kebudayaan Jawa terdapat satu tembang berisikan sebuah cerita dalam pewayangan kuno yang menggambarkan terhadap tiga tokoh lintas zaman yang mencerminkan bela negara. Bait ini ditulis dalam tembung Dhandanggula dengan berisikan 7 bait. Bait ini dinamakan Serat Tripama.
Bela Negara dalam Wayang
Serat Tripama mempunyai sebuah arti tiga suri tauladan, maksud dari tiga suri tauladan adalah, serat ini menceritakan sosok tiga tokoh yang menjunjung tinggi negaranya sampai akhir hayatnya. Ketiga tokoh tersebut ialah Bambang Sumantri, Kumbakarna, dan Suryaputra atau lebih dikenal dengan Adipati Karna. Serat ini diciptakan oleh KGPAA Mangkunegara IV (1809-1881). (Yuni Saputro, 2017:98)
Dimulai dari Patih Suwanda atau Bambang Sumantri, ia merupakan seorang anak pertama dari dua bersaudara, ayahnya merupakan seorang petapa yang bernama Suwandagni. Sumantri lahir dengan kondisi normal, berbeda dengan adiknya yang lahir dengan berwujud sebagai raksasa kecil. Ketika dewasa, Bambang Sumantri ingin mengabdi pada Raja yang saat itu berkuasa di Maespati.
Ketika mengabdi pada Raja Arjuna Sasrabahu, Bambang Sumantri menjalankan tugas sebagai Patih atau dengan penuh tanggung jawab, setia dan patuh pada raja, hingga membuat Raja senang. Namun ada suatu kejadian yang membuat Bambang Sumantri gugur, yakni ketika perang melawan Raja dari Ngalengka yakni Rahwana.
Prabu Rahwana yang kala itu marah dan hendak menyerang kerajaan kerajaan Maespati yang disebabkan terbendungnya sungai oleh Arjuna Sasrabahu untuk mandi istrinya, hingga Alengka terjadi banjir. Maka berangkatlah Rahwana menyerang Maespati. Saat melewati sungai, Rahwana mengurungkan niatnya yang semula ingin menghancurkan kini ingin menguasai kerajaan Maespati.
Mengetahui akan niat Rahwana, maka bersiaplah Bambang Sumantri melawan Rahwana untuk melindungi negaranya dan melindungi istri dari Raja. Saat melawan Rahwana, Bambang Sumantri telah diberitahu oleh adiknya lewat mimpi bahwasanya ia akan gugur melawan Rahwana, namun mimpi tersebut tidak menjadikan nyalinya kecil. Hingga ia gugur dalam melawan Rahwana. (Novia Wahyu Wardhani, 2017:190)
Kisah Kumbakarna
Cerita selanjutnya datang dari seorang yang tinggal di negeri Alengka dengan raja yang bernama Prabu Dasamuka atau kerap kali dikenal dengan Rahwana, ia bernama Kumbakarna. Kumbakarna merupakan anak ke dua dari empat bersaudara, dan Rahwana termasuk kakaknya. Ayahnya merupakan seorang resi yang bernama Wisrawa dan ibunya bernama Dewi Sukesi.
Kumbakarna merupakan seorang raksasa yang memiliki perawakan tinggi dan sangat besar bahkan besarnya melebihi gunung, selain itu ia mempunyai wajah yang berwarna hijau gelap. Kumbakarna merupakan simbol akan nafsu makan dan tidur yang berlebihan. Meskipun mempunyai perawakan yang menyeramkan, ia mempunyai sifat yang polos berhati jujur dan tegas dalam pendiriannya.
Dalam peperangan antara pasukan Rahwana dan Ramawijaya yang kala itu Prabu Rama hendak menjemput istrinya Sinta yang telah diculik oleh Rahwana. Terjadilah perang hebat antara keduanya, pasukan Rama yang mendapat bantuan dari para pasukan monyet putih, mengepung kerajaan Alengka. Pada saat itu Rahwana membangunkan adiknya Kumbakarna yang selama ini telah tidur panjang.
Ketika kumbakarna telah bangun, ia tidak langsung menjalankan perintah kakaknya yang harus melaksanakan perang, namun Kumbakarna mengingatkan kakak terlebih dahulu kesalahan yang diperbuatnya hingga terjadi peperangan hebat. Walaupun sudah diingatkan, sang kakak tetap kukuh dalam pendiriannya. Akhirnya Kumbakarna menjalankan tugasnya sebagai ksatria, bukan untuk membela kakak namun membela tanah airnya. (Dika Kamis Wara, 2020:204)
Kisah Adipati Karna
Cerita terakhir berasal dari kisah Mahabharata dari pihak Kurawa yang merupakan saudara kandung dari Pandawa, ia adalah Adipati Karna. Jika dilihat dari keturunannya, Karna merupakan seorang kakak tertua dari Pandawa, namun ketika Karna dilahirkan, ia dibuang oleh sang ibu hingga ditemukan oleh seorang kusir. Pada saat dewasa ia menjadi Raja di kerajaan Angga.
Saat perang besar Mahabharata, Karna memihak pada kerajaan Kurawa dan melawan Pandawa yang merupakan adik kandungnya sendiri. Karna memilih untuk memihak pada Kurawa karena sebagai balas budi pada raja Hastina, yakni Prabu Duryudana yang dulunya menjadikan Karna sebagai seorang raja di Negara Angga. Karna mati di tangan Arjuna.
Melihat dari cerita tiga tokoh tersebut, kita bisa mengambil pelajaran penting dalam membela negara. Tokoh Bambang Sumantri kaya akan makna bahwa sebagai rakyat sebuah negara, harus memiliki jiwa yang bisa menimbulkan kemanfaatan bersama terlebih untuk negara. walaupun kita tidak bisa memberi manfaat buat negara, setidaknya ikut menjaganya.
Tokoh kedua yaitu Kumbakarna yang memiliki makna bahwa, seseorang haruslah memiliki jiwa yang tegas dalam pendirian dan cinta tanah airnya. Sekalipun pemimpinnya melakukan kesalahan, masyarakat wajib mengingatkan terlebih dahulu, walaupun pemimpinnya keras kepala kita tetap membela negara dengan jiwa dan raga.
Dan yang terakhir, tokoh Karna menggambarkan bahwa kita harus loyal atau setia kepada pemerintahan, meskipun pemerintahan itu baik maupun buruk. Ketika kita melihat seseorang yang bersifat jelek pada kita, kita juga harus melihat kebaikan atau jasa apa yang pernah ia berikan kepada kita, dengan cara pandang ini kita tidak akan langsung menyebut orang tersebut buruk.
Editor: Nabhan