Fatwa

Yang Harus Dipahami Seputar Khulu’

2 Mins read

Pengertian

Secara etimologi khulu’ berasal dari bahasa Arab yaitu khala’a-yakhlu’u-khal’an yang berarti mencabut, melepaskan.

Secara terminologi khulu’ dalam kitab at-Ta’rifat oleh al-Jurjawi disebutkan إزالة ملك النكاح بأخذ المال : hilangnya ikatan pernikahan dengan adanya pemberian (tebusan).

Faktor-faktor yang menyebabkan khulu’

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia no 1 tahun 1974 pasal 19, disebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:

  1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
  2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya,
  3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung,
  4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain,
  5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri,
  6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 116 terdapat dua point tambahan yaitu :

  1. Suami melanggar taklik-talak,
  2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Kadar tebusan khulu’

عَن عِكْرِمَةَ ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةَ ثَابِتِ بْنِ قَيْسٍ أَتَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ ثَابِتُ بْنُ قَيْسٍ مَا أَعْتُبُ عَلَيْهِ فِي خُلُقٍ ، وَلاَ دِينٍ وَلَكِنِّي أَكْرَهُ الْكُفْرَ فِي الإِسْلاَمِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم أَتَرُدِّينَ عَلَيْهِ حَدِيقَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : اقْبَلِ الْحَدِيقَةَ وَطَلِّقْهَا تَطْلِيقَة

“Dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas [diriwayatkan bahwa] sesungguhnya isteri dari Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah Saw, kemudian ia berkata, “Wahai Rasulullah, saya tidak mencela Tsabit bin Qais baik dalam segi akhlak maupun agamanya, akan tetapi saya membenci kekafiran sesudah masuk Islam. Rasulullah saw berkata, “Apakah engkau hendak mengembalikan kebunnya kepadanya?” Jawabnya, “Iya”. Rasulullah Saw lalu berkata kepada Tsabit, “Terimalah kebun itu dan ceraikan dia satu kali”.” [HR. al-Bukhari, Bab Khulu’ Wa Kaifiyatu ath-Thalak fiih, hadits no. 5273].

Baca Juga  Bolehkah Perceraian di Luar Sidang Pengadilan?

Berdasarkan hadis dari Ibnu ‘Abbas riwayat al-Bukhari di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kadar tebusan khulu’ yang diberikan oleh isteri harus sebanding dengan mahar yang diberikan suami.

Namun tidak menutup kemungkinan dapat  lebih besar atau lebih kecil dari maskawin yang diberikan kepada istri, selama atas dasar kerelaan suami. Sebagaimana terdapat dalam hadis:

وَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم  الْمُسْلِمُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ

“Nabi saw bersabda, orang Islam terikat dengan perjanjian yang telah dibuatnya” [HR. al-Bukhari, bab ke-15 Ajru as-Samsarah].

Kedudukan Tebusan (‘Iwadh) dalam Perkawinan

Menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 148 ayat 4 “setelah kedua belah pihak sepakat tentang besarnya iwadl atau tebusan, maka Pengadilan Agama memberikan penetapan tentang izin bagi suami untuk mengikrarkan talaknya di depan sidang Pengadilan Agama. Terhadap penetapan itu, tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi”.

Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam pasal 148 ayat 4 tersebut, maka dapat disimpulkan, meskipun ‘iwadl belum dibayar tetapi sudah ada keputusan tentang besarnya ‘iwadl maka sudah jatuh talak. 

Wallahu a’lam bish-shawab.

Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah No.13 Tahun 2015

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *