Sejak dekade delapan puluhan buku-buku Dr. Yusuf Al-Qaradawi tidak asing di kalangan muslim Indonesia. Salah satu karya monumental Qaradawi yakni Fiqh az-Zakah, tahun 1988 diterbitkan dalam edisi bahasa Indonesia dengan judul Hukum Zakat.
Penerjemahannya diprakarsai oleh Badan Amil Zakat Infaq/Shadaqah (BAZIS) DKI Jakarta. Qaradawi memberi izin khusus kepada Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) untuk menerjemahkan Fiqh Az-Zakah terbitan Beirut Libanon 1973. Tim penerjemah terdiri dari Salman Harun, Didin Hafidhuddin, dan Hasanuddin.
Menyambut kehadiran terjemahan Fiqh Az Zakah, Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta K.H. Gazali Syahlan dalam sambutannya saat itu mengungkapkan kurangnya perhatian dalam pelaksanaan zakat sebagai satu upaya penanggulangan kemiskinan dan pemerataan kemakmuran di kalangan umat Islam disebabkan:
Pertama, kurangnya pengertian umat Islam tentang hikmah kewajiban zakat sebagai rukun Islam yang satu nafas dengan salat. Kedua, kurangnya pengertian umat tentang tata cara pelaksanaannya sebagai usaha pemerataan kemakmuran yang dicontohkan melalui lembaga amil yang digariskan Allah dalam Al-Qur’an.
Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta R. Soeprapto dalam sambutannya menyambut gembira penerbitan buku terjemahan Hukum Zakat karya tokoh ulama internasional Yusuf Al-Qaradawi yang menguraikan masalah zakat secara luas. Pada waktu itu belum ada buku di Indonesia mengupas masalah zakat selengkap karya Qaradawi yang meninjaunya dari berbagai aspek.
Qaradawi melalui karya ilmiahnya menginspirasi perkembangan fikih zakat dari pemikiran statis-literal ke pemikiran dinamis-rasional. Kitab Fiqh az-Zakah berasal dari pengembangan disertasi Qaradawi di Universitas Al-Azhar Cairo tahun 1972 berjudul “Zakat dan Dampaknya dalam Penanggulangan Kemiskinan”.
Pendapat dan ijtihad Qaradawi yang visioner dalam Fiqh az-Zakah menjadi rujukan pertimbangan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan.
***
Saya teringat cerita Drs. Achmad Subianto, MBA, Direktur Utama PT. Taspen (Persero) ketika diangkat menjadi Ketua Umum BAZNAS periode pertama tahun 2001 sampai 2003.
Pak Bianto mengaku pengetahuannya tentang zakat masih minim. Setiap ke toko buku ia selalu mencari buku-buku agama, terutama mengenai zakat. Buku Hukum Zakat karya Dr. Yusuf Al-Qaradawi dibacanya sampai tamat. Menurut istilah beliau buku tebal itu menjadi “bantal” tidurnya.
Sebagian besar amil dan pegiat zakat di Indonesia pasti tahu dan membaca buku referensi komprehensif fikih zakat Qaradawi. Buku fenomenal setebal seribu halaman lebih itu memberi fondasi pemahaman kepada umat tentang zakat sebagai ibadah maliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan dari sisi ajaran Islam maupun pembangunan kesejahteraan masyarakat.
Qaradawi dalam narasi Fiqh az-Zakah mencerahkan perspektif umat Islam tentang zakat dan hikmahnya yang begitu luas. Ia menjembatani pemahaman klasik dengan pemahaman modern dan kontekstual sesuai semangat zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip yang fundamental.
Pembahasan dalam Buku Hukum Zakat
Dalam buku Hukum Zakat dibahas secara sistematis; kedudukan zakat dalam Islam, siapa yang wajib zakat, jenis kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya, seperti zakat binatang ternak, zakat pertanian, emas dan perak, zakat kekayaan dagang, zakat barang tambang dan hasil laut, zakat uang, investasi, pabrik, gedung dan lain-lain, zakat madu dan produksi hewani, zakat pencarian dan profesi, serta zakat saham dan obligasi.
Dalam buku itu, juga dijelaskan sasaran (masarif) zakat dalam hal ini pembahasan delapan ashnaf mustahiq zakat dalam konteks zaman sekarang, golongan yang tidak berhak menerima zakat, cara pembayaran zakat, kedudukan niat dalam zakat, memindahkan zakat ke tempat bukan penghasil zakat, mempercepat mengeluarkan zakat dan mengakhirkannya, zakat fitrah, amil zakat, sarana administrasi keuangan zakat, tujuan zakat dan dampaknya dalam kehidupan pribadi dan masyarakat, zakat dan pajak, tugas pemerintah terhadap zakat, serta diterangkan pula kewajiban lain di luar zakat.
Menurut Qaradawi, harta kekayaan yang diperoleh dari sumber mata pencarian legal (sah) yang telah mencapai nisabnya, wajib dikeluarkan zakat, termasuk di dalamnya kekayaan yang diperoleh dari penghasilan profesi. Ayat Al Quran yang digunakannya sebagai rujukan ialah surah Al Baqarah (2) ayat 267, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…..”
Perintah mengeluarkan zakat harta pada ayat ini, ungkap Qaradawi, mencakup semua harta kekayaan yang diusahakan dengan cara yang sah, termasuk penghasilan usaha profesi.
Demikian juga pada surah At-Taubah (9), ayat 103, yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka…..” Kata amwal (harta) mencakup semua jenis harta yang dimiliki dan dihasilkan dengan usaha yang halal.
Zakat untuk Kesejahteraan Sosial
“Zakat adalah satu rukun yang bercorak sosial-ekonomi dari lima rukun Islam. Zakat, sekalipun dibahas di dalam pokok bahasan ibadat, karena dipandang bagian yang tidak terpisahkan dari salat, sesungguhnya merupakan bagian sistem sosial-ekonomi Islam.” tulis Qaradawi di bagian pengantar bukunya.
Dalam penjelasan mengenai status hukum zakat, Qaradawi menarik kesimpulan, “Yang dituju oleh syariat pada dasarnya adalah mencapai kesejahteraan dan memberantas hal-hal yang merusak dan membahayakan masyarakat.”
Dalam buku Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan (Musykilah al Faqr Wakaifa ‘Allajaha al Islam)Qaradawi menguraikan sikap manusia terhadap kemiskinan, pandangan Islam terhadap kemiskinan, dan berbagai sarana untuk menanggulangi kemiskinan.
Mengenai sarana penanggulangan kemiskinan dalam Islam, Qaradawi menjelaskan, Sarana Pertama: bekerja. Sarana Kedua, jaminan sanak famili yang berkelapangan. Sarana Ketiga: Zakat. Sarana Keempat: jaminan Baitul Mal dengan segala sumbernya sabagai penerimaan negara. Sarana Kelima: berbagai kewajiban di luar zakat. Sarana Keenam, sedekah sukarela dan kemurahan hati individu.
Qaradawi menegaskan prinsip Islam bahwa setiap individu harus dapat menikmati hidup yang layak di tengah masyarakat sebagai manusia. Dalam standar minimal, setiap orang harus terpenuhi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan, dan memperoleh pekerjaan.
Seseorang tidak boleh dibiarkan, walaupun ia ahlu zimmah, mengalami kelaparan, tidak memiliki pakaian, hidup menggelandang tanpa tempat tinggal, atau kehilangan kesempatan untuk membina keluarga.
Pemikiran dakwah Qaradawi yang mendunia banyak dirujuk oleh dai dan cendekiawan muslim. Dalam buku Ar Rasul Wal Ilmu yang telah dialih-bahasakan, Qaradawi menjelaskan 7 tanggung jawab ilmuwan muslim, yaitu: (1) memelihara dan menjaga ilmu agar tetap ada atau tidak hilang, (2) memperdalam dan meraih hakikatnya agar ilmu yang dipelajari meningkat, (3) mengamalkannya agar berbuah manfaat, (4) mengajarkannya kepada siapa pun yang mencarinya, (5) menyebarluaskan dan mempublikasikannya agar manfaat ilmu semakin luas, (6) menyiapkan generasi berikutnya untuk meneruskan ilmu, (7) mengikhlaskan ilmu untuk Allah ta’ala semata.
Jejak Intelektual Yusuf Al-Qaradawi
Salah satu jejak pengabdian Qaradawi di dalam gerakan ilmu dan peradaban ialah mendirikan Persatuan Cendekiawan Muslim Internasional (IUMS). Di samping itu, ia menginisiasi International Islamic Charity Organization (IICO) di Kuwait bersama Mohammad Natsir dari Indonesia dan tokoh dunia lainnya.
Di dunia akademik tahun 1973, ia mendirikan Fakultas Syariah dan Studi Islam serta Pusat Studi Hadis dan Sejarah Nabi pada Qatar University. Qaradawi pernah menjadi Dekan Fakultas Syariah Qatar University di Doha.
Sebanyak 170 buku yang ditulis Qaradawi, sebagian telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Ia mempersilakan buku-bukunya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dan tidak meminta royalti.
Buku populer dan dicetak ulang, antara lain: Hukum Zakat (Fiqh Az Zakah), Ibadah dalam Islam (al-Ibadah fi al-Islam), Halal dan Haram dalam Islam (al-Halal wal Haram fi al-Islam), Iman dan Kehidupan (al Iman wal al Hayah), Fatwa-Fatwa Kontemporer terdiri dari 4 jilid tebal (Hadyul Islam Fatawi Mu’syirah), Fiqih Prioritas (Fiqh al Awlawiyyah, Fiqih Perbedaan Pendapat (Fiqh Ikhtilaf) dan beberapa judul lain.
Qaradawi juga menulis buku-buku mengenai akidah, tafsir, hadis, fikih ibadah, dakwah, masalah bunga bank, fikih muamalah, Islam ekstrem analisis dan pemecahannya, dan akhlak Islam.
Selain produktif menulis dan menerbitkan buku, Qaradawi mencerahkan umat melalui ceramah yang disiarkan ke seluruh dunia oleh radio dan televisi Qatar. Pemikiran Qaradawi memberi energi positif dalam menggerakkan perkembangan ekonomi Islam dan keuangan syariah di negara-negara berpenduduk muslim.
Bank Pembangunan Islam (Islamic Development Bank – IDB) yang berpusat di Jeddah Arab Saudi tahun 1411 H memberi penghargaan internasional di bidang ekonomi Islam kepada Qaradawi.
Pada tahun 1413 H ia memperoleh Penghargaan Internasional Malik Faisal dari Kerajaan Saudi Arabia di bidang studi Islam. Qaradawi tokoh dunia Islam yang menorehkan jasa besar di bidang dakwah, pendidikan, dan pengayaan khazanah lektur keislaman.
Kunjungan Yusuf Al-Qaradawi ke Indonesia
Qaradawi pernah beberapa kali berkunjung ke Indonesia. Dalam kunjungan tahun 1979 ia bertemu dengan pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) di kantor MUI ketika itu masih di lingkungan Masjid Agung Al-Azhar Kebayoran Baru Jakarta.
Saat itu diterima oleh Buya Prof. Dr. Hamka (Ketua Umum MUI), Mohammad Natsir, K.H. Hasan Basri, K.H. Syukri Gozali dan tokoh MUI lainnya. Dalam agenda lawatannya di Indonesia, ia juga mengunjungi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di Jalan Kramat Raya 45 Jakarta serta ramah tamah dengan beberapa tokoh Islam di kediaman Mohammad Natsir.
Agenda kunjungan Qaradawi ke Indonesia pada awal reformasi tahun 1999, diceritakan prolognya oleh Dr (HC) Habib Chirzin di situs Suaramuhammadiyah.id. Pada waktu itu Qaradawi sedang berada di Jeddah menghubungi Habib Chirzin menanyakan apakah perlu baginya untuk bersilaturahmi ke Indonesia.
Dijawab bahwa kehadiran beliau di Indonesia yang sedang memasuki masa reformasi sangat perlu. Qaradawi datang ke Jakarta bersama Prof. Dr. Mohammad Omar Zubair (mantan Rektor Universitas King Abdul Aziz University Jeddah), Dr. Ahmad Totonji (Sekjen IIIT), dan Sheikh Jamal Shairwan, seorang ulama Hijaz.
Di Jakarta, ia bertemu dengan Menteri Pertanian dan Pangan Prof. Dr. A.M. Saefuddin, Menteri Riset dan Teknologi Prof. Dr. Ir. Zuhal, M.Sc, E.E., Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) Letjen TNI (Purn) Achmad Tirtosudiro, mengunjungi Pusat Latihan Perbankan Bank Indonesia, pertemuan dengan Gubernur Bank Indonesia Syahril Sabirin, dan kunjungan kepada Presiden RI Prof. Dr. B.J. Habibie. Sebuah silaturahim yang sangat berharga dan bermakna, kenang Habib Chirzin.
Dalam lawatannya di Indonesia tahun 2007 Qaradawi bersilaturahmi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di kantor PBNU, diantar oleh Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni. Di Gedung PBNU Kramat Raya No 164 Jakarta, ia disambut oleh jajaran PBNU, di antaranya K.H.A. Hasyim Muzadi, K.H. Ma’ruf Amin, K.H. Said Aqil Siroj, K.H. Maghfur Utsman, serta Prof. Dr. Nasaruddin Umar.
***
Spirit dakwah dan pemikiran Qaradawi secara objektif keilmuwan mendorong umat Islam agar menunjukkan kepada dunia bahwa; Islam adalah agama yang mengajarkan pandangan hidup moderat, cinta dan taat kepada Allah, agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, toleransi, perdamaian, kasih sayang kepada sesama manusia, menghargai perbedaan dan menjaga keadaban publik. Qaradawi mengajak pemuda muslim agar meninggalkan sikap ghuluw (ekstrem) dalam beragama.
Hadis Nabi Muhammad Saw yang dikutip Qaradawi di antaranya, ”Ilmu itu di dalam setiap generasi akan diemban oleh orang-orang yang adil. Mereka akan menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang ekstrem, kedustaan pembuat kebatilan dan takwil orang-orang yang bodoh.” dan ”Jauhilah sikap berlebihan dalam beragama, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur karena sikap berlebihan dalam agama.”
Yusuf Al-Qaradawi Wafat
Dunia Islam kehilangan tokoh ulama internasional, Syeikh Profesor Dr. Yusuf Al-Qaradawi. Tokoh kelahiran Shafth Turaab Cairo Mesir 9 September 1926, meninggal di Doha Qatar, 26 September 2022/29 Shafar 1441 H dalam usia 96 tahun.
Dalam perjalanan hidupnya pada usia 10 tahun ia telah hafal Al-Qur’an dan belajar agama dengan tekun. Di hari tuanya, Qaradawi menjadi warga negara Qatar dan menetap di Doha. Qaradawi dikenang sebagai ulama pejuang dakwah yang istikamah dan berkompeten di bidang keilmuwannya.
Pendekatan dakwah Qaradawi mengajarkan kesetiaan pada akidah berlandaskan Al-Quran dan sunah serta toleransi bermazhab dalam menyikapi persoalan fikih dan ijtihad yang bukan masalah prinsip.
Dalam kaitan ini Prof. Dr. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, mengatakan bahwa dengan wafatnya Yusuf Al-Qaradawi umat Islam sedunia kehilangan ulama besar yang berpikiran moderat dan maju.
Melalui karya-karya terbarunya Yusuf Al-Qaradawi mempromosikan pandangan keislaman yang wasathiyyah. Beliau mengajak umat Islam agar maju dan moderat dalam beragama, tidak fanatik serta tidak ekstrem, termasuk dalam ideologi dan politik.
“Ulama bukan tampilan sorban, kalau sorban siapa saja biasa membeli dan memakainya. Akan tetapi ulama adalah yang membawa amanah besar yang datang dari risalah Allah dan mengimplementasikannya di tengah-tengah umat.” tutur Qaradawi dalam siaran dakwahnya.
Saat sakit menjelang meninggal, ia berwasiat agar umat Islam memantaskan diri menjadi penyampai pesan-pesan Islam dan memberi kontribusi sosial terhadap masyarakat. Ia mendoakan agar Allah menghimpun kita semua (umat Islam) dalam cinta dan taat kepada Allah serta mengamalkan dan merealisasikan seluruh tuntunan-Nya.
Editor: Yahya FR