Fatwa

Zikir itu Sebaiknya Sendiri atau Berjamaah?

2 Mins read

Zikir berjamaah ini seperti halnya yang dilakukan oleh saudara Habib Syeh Assegaf, Gus Ali Gondrong, dan kawan-kawan. Kelihatan syahdu dan meneteskan air mata oleh para pelakunya.

Baca Juga: Dosakah Bermain PUBG dan Mobile Legend?

Serta ditayangkan oleh media elektronik/media cetak yang ditonton oleh para pemirsa. Untuk menguatkan keabsahan berzikir secara berjamaah itu, disusun pula buku panduan dengan mengutip sejumlah hadits-hadits Nabi saw yang bersifat umum tentang zikir.

Sebagaimana kita ketahui bahwa kata “zikir”, baik yang ada dalam al-Qur’an atau dalam hadits-hadits bersifat umum yang memerlukan penafsiran sesuai dengan konteksnya masing-masing. Itulah sebabnya, maka zikir itu ada tiga macam, seperti dikatakan oleh ar-Razi dalam kitab tafsirnya:

أَمَّا الذِّكْرُ فَقَدْ يَكُوْنُ بَاللِّسَانِ وَقَدْ يَكُوْنُ بَاْلقَلْبِ وَقَدْ يَكُوْنُ بَاْلجَوَارِح

Artinya: “Adapun dzikir itu kadang kala dengan lidah, kadang kala dengan hati, dan kadang kala dengan anggota tubuh.”

Tata Cara Berzikir

Berzikir dengan lidah seperti memuji Allah, bertasbih dan membaca al-Qur’an. Berzikir dengan hati memikirkan dalil-dalil tentang Zat Tuhan, sifat-sifat-Nya. Serta memikirkan pula dalil-dalil yang menunjukkan bebanan-bebanan (taklif) dari Allah, hukum-hukum-Nya dan perintah-perintahNya. Serta larangan-larangan-Nya, janji, dan ancaman-Nya. Juga memikirkan rahasia-rahasia ciptaan Allah SWT.

Adapun zikir yang mencakup ketiga macam, yaitu zikir hati, zikir lisan, dan anggota tubuh, ialah ibadah shalat lima waktu. Pengertian zikir dalam firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 152; فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ  yang artinya; “Karena itu, ingatlah (berzikirlah) kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (zikir) pula kepadamu”, adalah mempunyai cakupan yang luas sekali, yaitu ada sepuluh macam (lihat Tafsir Mafatihul-Ghaibi karangan ar-Razi pada waktu dia menafzirkan potongan ayat tersebut di atas.

Pengertian zikir dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Sa‘id al-Khudri walaupun mengarah kepada zikir lisan, juga masih bersifat umum. Kalau pengertian zikir di situ mau dibawa kepada zikir lisan berjamaah, maka harus mengerti tentang kaifiyatnya apa diterangkan oleh Nabi saw, tidak boleh menurut hasil ijtihad kita semata-mata.

Baca Juga  Buya Hamka, Bukan Pembuat Fatwa Larangan Ucapan Selamat Natal

Dikatakan oleh Imam asy-Syafi‘i di dalam Kitab al-Um, seperti dikutip Prof. T.M. hasbi ash-Shiddieqy dalam bukunya Koleksi Hadits-hadits Hukum juz 4 halaman 215-216, sewaktu asy-Syafii mengomentari hadits riwayat al-Bukhari, Muslim dan Abu Dawud dari sahabat Ibnu Abbas, bahwa asy-Syafii mengutarakan supaya para imam dan makmum berzikir sesudah shalat dengan suara yang pelan (tidak keras).

***

Kecuali bila imam menghendaki supaya zikir itu dipelajari oleh makmum. Di kala demikian barulah berzikir dilantunkan dengan keras, dan setelah dirasakan (diperkirakan) makmum sudah mengetahui (hafal), maka kembali berzikir dengan pelan. Asy-Syafii berpendapat bahwa Nabi saw berzikir dengan keras seketika saja (tidak terus menerus) untuk dipelajari oleh para sahabat.

Dari uraian singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalau berzikir itu sekadar ingin mengajarkan orang, maka diperbolehkan dengan suara keras. Sebahagian besar ulama salaf memakruhkan bahkan mengharamkan berzikir dengan suara keras, dengan alasan Nabi tidak menuntunkan seperti itu. Memang ada segolongan kecil ulama yang membenarkan berzikir secara berjamaah dengan suara keras, tapi disertai dengan sejumlah syarat yang ketat.

Jadi, jalan terbaik yang harus kita tempuh adalah tidak berzikir secara berjamaah dengan suara keras itu juga dilakukan oleh Muhammadiyah, kecuali sakedar untuk mengajar para jamaah. Kita jauhi hal-hal yang tidak dipraktikkan oleh Nabi saw dalam soal ibadah, agar kita tidak terjerumus ke dalam kancah perbuatan bid‘ah yang sangat dicela oleh agama.

Sumber: Fatwa Tarjih Muhammadiyah

Related posts
Fatwa

Meluruskan Bacaan Takbir Hari Raya: Bukan Walilla-Ilhamd tapi Walillahilhamd

1 Mins read
IBTimes.ID – Membaca takbir ketika hari raya merupakan salah satu sunnah atau anjuran yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Anjuran tersebut termaktub di…
Fatwa

Menggibahi Orang Lain di Group WhatsApp, Bolehkah?

2 Mins read
Di era banjirnya informasi yang tak dapat terbendungkan, segala aktivitas manusia nampaknya bisa dilacak dan diketahui dari berbagai media sosial yang ada….
Fatwa

Fatwa Muhammadiyah tentang Tarekat Shiddiqiyyah

4 Mins read
IBTimes.ID – Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, tarekat adalah jalan, cara, metode, sistem, mazhab, aliran, haluan, keadaan dan atau tiang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds