News

30 Orang Muda Berbeda Bersatu dalam Youth Camp “Muda Toleran” 2023

2 Mins read

IBTimes.ID, Makassar – Saat ini Indonesia bersiap dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2024. Sejatinya, peristiwa politik harusnya dapat menumbuhkan kerukunan, namun realitanya gimmick yang dipertontonkan secara berlebihan menyebabkan polarisasi di masyarakat. Ancaman politisasi identitas dan beragam konflik dikhawatirkan akan semakin masif dalam perhelatan Pemilu 2024 nanti. Potensi ini dikonfirmasi dengan data The Economist Intelligence Unit (EIU) yang menunjukkan dalam kurun waktu dua tahun terakhir kinerja demokrasi Indonesia mengalami stagnasi. Di mana dua indikator terendah pada aspek kebebasan sipil dan budaya politik.

Menjaga kebebasan sipil dan budaya politik menjadi sebuah urgensi. Salah satu yang bisa diupayakan adalah memberikan ruang-ruang aman bagi orang muda sebagai aktor kunci perdamaian. Saat ini 50% jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh orang muda dan sekitar 63,9 juta data pemilih tetap adalah orang muda dengan rentang usia 17-30 tahun. Merujuk data tersebut, INFID dan Jaringan GUSDURian meyakini bahwa penting untuk menyediakan ruang-ruang keterlibatan yang inklusif, sehingga mereka dapat berpartisipasi secara bermakna dalam menjaga kebebasan sipil dan demokrasi, termasuk perdamaian.

Di tengah ketegangan politik dan potensi polarisasi yang mengintai, Jaringan GUSDURian bersama INFID dengan penuh semangat kembali mengumumkan Youth Camp “Muda Toleran” 2023, sebuah peristiwa yang tidak hanya merayakan keberagaman, tetapi juga mengeksplorasi peran penting pemuda dalam memelihara kedamaian. Kegiatan ini merupakan perwujudan nyata dari semangat Indonesia, dengan 30 peserta dari berbagai agama, kepercayaan, etnis, daerah, budaya, dan gender yang berkumpul di Hotel Jolin Makassar pada 27 September 2023 untuk memahami, merayakan, dan merangkul perbedaan.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini Youth Camp memiliki fokus untuk mempersiapkan orang muda dalam menghadapi tantangan pemilu yang akan datang. Dalam upaya untuk menjembatani jurang pemahaman dan mengurangi polarisasi, kami akan membekali peserta dengan keterampilan mendengarkan dan berempati melalui teori Level of Listening. Kami percaya, dengan pemahaman yang lebih baik tentang pandangan orang lain, orang muda dapat berfungsi sebagai jembatan perdamaian dalam masyarakat yang beragam ini.

Baca Juga  Mu’ti: Krisis Ulama, Muhammadiyah Butuh Tiga Jenis Kader

Namun, Youth Camp “Muda Toleran” bukan hanya seputar teori. Kegiatan ini akan membawa peserta untuk merasakan keberagaman secara langsung dengan mengunjungi kelompok keberagaman di Makassar. Ini adalah kesempatan unik untuk mendengarkan cerita, mengajukan pertanyaan, dan merasakan keberagaman Indonesia yang mempesona.

Selain itu, peserta akan diajak untuk menerapkan teori U-Process dalam analisis sosial. Ini adalah langkah penting dalam merencanakan perubahan positif yang berkelanjutan di masyarakat mereka.

Dalam sambutannya, Abdul Waidl selaku Program Manager HAM & Demokrasi INFID mengatakan, “Beberapa riset terakhir menunjukkan Indonesia adalah negara dengan orang muda tertinggi yang memiliki konsen terhadap agama, yakni kurang lebih 92%. Orang muda digerakkan oleh pandangan pemahaman terhadap agamanya terutama usia mahasiswa.”

Menurutnya, orang muda saat ini bisa menjadi bagian dari perdamaian dan bisa berpotensi menjadi bagian dalam kekerasan. Pemanfaatan sumber informasi di internet juga jika tidak hati-hati berpotensi menjadikan orang muda ekstrem.

Youth Camp ini merupakan bagian dari upaya memperkuat peran orang muda dalam pemajuan toleransi dan pencegahan ekstremisme berkekerasan di Indonesia,” pungkasnya.

Sementara itu, Suaib Prawono, Koordinator Wilayah GUSDURian SulamPapua menyampaikan bahwa di Makassar hari ini, khususnya GUSDURian di wilayah SulamPapua (Sulawesi, Maluku, Papua) yang tersebar di 33 kabupaten kota bukan hanya sekadar melakukan dialog tapi juga berbaur satu sama lain.

“Kita tidak usah khawatir dengan berbaur, karena berbaur bukan berarti melebur. Yang menjadi tantangan di kepala saya adalah budaya baru dan mendengar. Mengapa isu perdamaian itu tidak pernah selesai? Karena sebetulnya kita belum selesai dengan diri kita,” imbuhnya.

Untuk memastikan lingkungan dan ruang yang aman dan inklusif selama kegiatan Youth Camp, peserta dan panitia menyepakati sebuah budaya baru, di antaranya adalah membangun kesalingan, mengutamakan persetujuan, dan anti diskriminasi.

Baca Juga  Strategi Menjadi Penulis dengan Perspektif Gender

(Soleh)

Avatar
1446 posts

About author
IBTimes.ID - Rujukan Muslim Modern. Media Islam yang membawa risalah pencerahan untuk masyarakat modern.
Articles
Related posts
News

Haul ke-15 Gus Dur: Refleksi Pemikiran dan Keteladan untuk Bangsa

2 Mins read
IBTimes.ID – Jaringan GUSDURian menggelar peringatan Haul ke-15 KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Laboratorium Agama Masjid Universitas Islam Negeri (UIN)…
News

Inilah 9 Rekomendasi Simposium Beda Setara 2024

2 Mins read
IBTimes.ID – Simposium Best atau Beda Setara telah selesai digelar. Acara ini berlangsung selama dua hari, yakni Kamis-Jumat (15-16/11/2024) di Convention Hall…
News

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Masih Jauh dari Semangat Bhinneka Tunggal Ika

1 Mins read
IBTimes.ID – Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Qotrunnada Wahid atau Alissa Wahid mengkritisi realitas kebebasan beragama di Indonesia, yang menurutnya masih jauh dari…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds