IBTimes.ID – M Amin Abdullah, guru besar UIN Sunan Kalijaga menyebut bahwa norma perilaku ideal tidak selalu sejalan dengan realita di lapangan.
Dalam surat Al-Hujurat ayat 11-13, umat Islam diharuskan untuk saling mengenal, dilarang berburuk sangka, mencari-cari kesalahan orang lain, dan saling menggunjing. Namun, secara realita, umat Islam justru sering melempar ujaran kebencian.
“Di era modern, hubungan sosialnya tidak modern. Malah membenci kelompok lain, bahkan menolak kehadiran kelompok lain yang berbeda,” ujarnya dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah 1443 H, Selasa (5/5/2022).
Dalam surat Yunus ayat 99, Allah menyebut bahwa umat beragama tidak perlu memaksa orang lain untuk masuk ke dalam agamanya. Sementara itu, dalam surat Ali Imran ayat 159, Allah mengajarkan agar umat Islam mencari banyak teman, bukan justru mencari banyak musuh.
Amin Abdullah berpesan agar umat Islam saling memahami, menghormati, saling terlibat, saling mengelola, saling bergantung, dan saling bekerja sama antar umat beragama. Maka, umat Islam perlu melakukan fresh ijtihad. Fresh ijtihad adalah beragama dengan bayani, burhani, dan ‘irfani.
Bayani adalah memahami agama sendiri dengan utuh dan benar. Burhani adalah memahami agama, ras, suku, etnis, dan kelas sosial lain. Sementara ‘irfani adalah menggunakan pendekatan hati nurani, dengan qalbun salim.
“Tiga metode ini saling kritik. Dialognya sangat kencang agar bisa sampai pada fresh ijtihad menuju pencerahan,” imbuhnya.
Menurutnya, ada lima metode dan pendekatan agar umat Islam mampu mempraktikkan agama yang mencerahkan. Pertama, bedakan antara ‘agama’ dan ‘penafsiran keagamaan’. Amin Abdullah menyebut bahwa agama sangat suci, sakral dan absolut. Sementara itu, penafsiran agama bersifat profan, duniawi, dan relatif.
Kedua, pendekatan sejarah, lintas waktu dan lintas kawasan. Misalnya, ketika umat Islam telah masuk era demokrasi, maka tidak perlu kembali ke era khilafah.
Ketiga, memperluas perspektif teoritik. Artinya, umat Islam juga harus menggunakan filsafat kritis dan menghargai nilai-nilai universal kemanusiaan. Selain itu, umat Islam juga perlu mengembangkan perspektif lain seperti maqasid syariah dan social sciences.
Keempat, keluar dari stagnasi metodologi. Amin Abdullah menyebut bahwa metode keberagamaan harus diperbarui.
“Kalau kita memahami agama dengan monodisiplin, maka kita akan beragama secara sempit. Penafsiran kita menjadi sempit. Hal ini membuat kita menjadi emosional, sumbu pendek, dan mensakralkan pemahaman teks,” tegas mantan rektor UIN Sunan Kalijaga tersebut.
Ia menyebut bahwa dibutuhkan integrasi antar ilmu pengetahuan seperti, kalam, aqidah, sosiologi, budaya, dan lain-lain. Tanpa integrasi, umat Islam akan mengalami keterasingan dan tidak bisa memberikan pencerahan.
Kelima, pembaruan metode pemahaman agama Islam melalui multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin. Pendekatan ini mulai digaungkan di beberapa negara di Timur Tengah.
Reporter: Yusuf