Perspektif

6 Pelajaran Penting dari ‘good looking’ Yusuf AS

6 Mins read

Barangkali dari sekian banyak kisah dalam Al-Quran, kisah Yusuf AS menjadi salah satu kisah yang paling indah. Selain memiliki cerita yang unik, juga penuh dengan hikmah-hikmah atau ‘Ibar (pelajaran-pelajaran) yang luar biasa (extraordinary).

Secara umum kisah Yusuf AS adalah gambaran perjuangan (struggle) dalam perjalanan hidup (life journey) dari keadaan yang lemah dan memprihatinkan ke keadaan yang kuat dan menentukan. Intinya kisah perjalanan hidup dari situasi yang penuh tantangan dan kesulitan ke situasi sukses dan memudahkan.

Yusuf tentunya kita kenal sebagai sosok hamba Allah yang sangat good looking (ganteng). Sebuah karunia kelebihan yang Allah berikan kepada seorang hambaNya. Tapi penekanan kisah Yusuf AS tidak pada physical good looking (keindahan fisiknya). Mungkin karena dikhawatirkan justru menjadi tuduhan radikal, hehe canda~

Saya sendiri tidak terlalu peduli dengan keindahan fisik seseorang semata. Walaupun kita tahu bahwa Allah menyukai keindahan. “Innallaha jamiilun yuhibbul jamaal,” Allah itu indah mencintai keindahan. Tapi juga Rasulullah Saw mengatakan, “sesungguhnya Allah tidak melihat kepada fisik tubuhmu. Melainkan kepada hati dan amal-amalmu”.

Maka penekanan dari good looking dalam konteks kisah Yusuf AS untuk kita bukan pada aspek fisiknya. Toh itu karunia yang bersifat alami. Tapi lebih kepada karakternya sebagai seorang hamba dan juga nabi Allah yang luar biasa indahnya. Lalu apa-apa saja yang perlu kita pelajari dari good looking Yusuf AS?

Berikut beberapa hal yang saya anggap penting untuk digaris bawahi sebagai pekajaran hidup untuk kita semua. Apa yang disampaikan di sini hanya sebagian kecil dari hikmah-hikmah kisahnya. Saya yakin semakin diselami semakin banyak hikmah yang dapat dipetik.

Keyakinan kepada Allah

Pertama, keyakinan terhadap Kuasa Allah yang tak tergoyahkan. Keyakinan seorang Mukmin akan Kuasa Allah itu bukan slogan. Bukan teori yang diungkapkan di mana-mana dengan retorika yang indah. Tapi realita hati yang dalam dan kokoh, yang tak tergoyahkan oleh apapun.

Keyakinan seperti ini dimisalkan dalam Al-Qur’an dengan “bagaikan pohon yang akarya terhunjam kuat ke dalam tanah”. Artinya selain tertanam kokoh ke dalam tanah, juga tumbuh dengan kuat dan sehat. Bahkan memberikan buah-buah (ukulaha) setiap saat kepada lingkungan sekitarnya.

Di sinilah Yusuf AS membuktikan soliditàs keyakinannya. Di saat dilempar oleh saudara-saudaranya ke dalam sumur itu keyakinannya kepada kekuasaan yang mengendalikan segalanya menjadikan Allah mengintervensi dan menyelamatkannya. Persis seperti kakeknya, Ibrahim AS diselamatkan dari kobaran api Namrud saat itu.

Dengan soliditas al-yaqiin (keyakinan) ini juga Yusuf AS diselamatkan oleh Allah dari ketergelinciran ke dalam pelukan hawa nafsu di saat digoda oleh istri raja di istana. Keyakinan itulah yang di saat tersudutkan, Yusuf melihat burhana Rabbih (cahaya Tuhan) yang menjadi tameng baginya dari dahsyatnya godaan sang wanita.

Baca Juga  Mencari Titik Temu Kepemimpinan Milenial

Sikap kepada Orang Tua

Kedua, respek dan terbuka (jujur) pada orang tua. Kisah Yusuf menyebutkan bahwa ayahnya, Ya’kub AS, juga seorang nabi dan anak dari seorang nabi (Ishak), cucu dari seorang nabi (Ibrahim) memiliki perhatian dan cinta lebih kepada anaknya yang satu ini. Yusuf AS memiliki 11 Saudara dari beberapa Ibu. Yusuf sendiri bersaudara seibu dengan adik bungsunya, Benjamin.

Dari 12 bersaudara itu ayahnya memiliki perhatian dan kasih sayang lebih kepada Yusuf. Saya kira hal ini bukan sekedar bersifat manusiawi. Pastinya ada inspirasi langit. Selain karena memang Yusuf memilki respek dan juga cinta kepada ayahnya (orang tuanya) yang lebih.

Hal itu dibuktikan bahwa Yusuf begitu terbuka kepada Ayahnya dan menceritakan segala sesuatu kepadanya. Salah satu yang disebutkan dalam kisah ini adalah cerita Yusuf tentang mimpinya kepada sang Ayah.

Saya tidak lagi menyebutkan cerita mimpi itu. Tapi intinya sang Ayah menasehatkan agar mimpi tersebut tidak diekspos kepada saudara-saudaranya. Karena hal tersebut akan menjadikan mereka semakin hasad (dengki) kepadanya.

Menjaga Integritas dan Moralitas

Ketiga, kegigihan dalam menjaga integritas dan moralitas. Ketika pedagang menemukan Yusuf AS itu di sumur, mereka membawanya ke Mesir untuk dijual sebagai budak. Dan Yusuf pun terjual dengan harga murah (daraahim ma’duudah). Tapi pembelinya bukan orang sembarang. Justru seorang raja dan permaisurinya.

Nampaknya sang raja mulai menua. Sementara istrinya masih mudah. Namanya juga raja, pasti punya isteri yang mudah dan cantik. Tapi di sini pula awal musibah itu. Si remaja Yusuf tumbuh jadi pemuda yang punya banyak kelebihan. Selain pintar, respek dan sopan, tentunya seperti yang kita kenal sangat good looking (ganteng). Dari hari ke hari Yusuf yang tadinya dijual sebagai budak, dijadikan anak angkat oleh raja, semakin menawan hati banyak orang.

Salah satunya yang jatuh hati adalah istri raja itu sendiri. Hingga suatu hari sang isteri itu berusaha melakukan sesuatu yang keji kepada Yusuf. Dan ternyata itu adalah ujian yang luar biasa bagi Yusuf.

Bagaimana tidak. Yusuf adalah anak muda, besar dalam lingkungan istana yang tentunya dengan fasilitas yang mendukung. Maka menurut Al-Quran: “dan dia (wanita itu) tertarik padanya (Yusuf) dan dia (Yusuf juga) tertarik padanya (wanita itu)”.

Artinya sebagai manusia biasa, dan pemuda yang lagi menginjak awal kedewasaan, pastinya punya hawa nafsu. Tapi di sinilah integritas seorang Yusuf teruji. Dia mampu menghindar dari godaan wanita itu. Bahkan pada akhirnya berdoa kalau sekiranya harus memilih antara terjatuh dalam pelukan hawa nafsu atau penjara, Yusuf lebih memilih penjara (assijnu ahabbu ilayya).

Baca Juga  Membangun Resiliensi Hidup: Hikmah dari Surah Yusuf

Komitmen Terhadap Dakwah

Keempat, komitmen dakwah yang tidak mengenal keadaan apapun, tapi dengan ilmu dan komunikasi yang sesuai. Pada akhirnya pengaruh sang isteri raja begitu kuat. Keinginannya untuk menggoda Yusuf tidak berhasil. Maka konsekuensinya Yusuf harus menerima kenyataan dipenjarakan.

Di penjara itulah Yusuf justru memulai kegiatan dakwahnya. Konon kabarnya ada dua pemuda yang ikut dipenjara bersamanya. Di suatu malam kedua pemuda itu bermimpi dengan mimpi yang aneh. Satu bermimpi membawa roti di atas kepalanya lalu disambar dan dimakan burung-burung. Yang satunya lagi bernimpi membuat anggur untuk diberikan kepada tuannya (sang raja).

Nampaknya dalam penjara itu Yusuf Sudah memperlihatkan kelebihan-kelebihan. Salah satunya bisa menafsirkan mimpi. Persis kelebihan ayahnya yang paham makna mimpi (ta’wil al-ahlaam). Maka wajar saja jika kedua pemuda yang bermimpi tadi meminta Yusuf untuk menafsirkan mimpi mereka.

Yusuf bersedia tapi sebelumnya beliau mempergunakan itu sebagai pintu dakwah. Sebuah kejelian dakwah yang luar biasa. Artinya Yusuf memang ahli dalam menangkap peluang dakwah, sesuai Ilmu dan keadaan yang ada.

Inilah yang saya maksud komitmen dakwah yang tidak mengenal keadaan. Bahkan dalam penjara sekalipun. Tapi dakwahya disesuaikan dengan ilmu. Saat itu ilmu yang diperlukan adalah ilmu tafsir mimpi. Dan juga disesuaikan dengan kebutuhan objek dakwah. Yaitu keinginan untuk tahu arti mimpi mereka.

Poin Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dakwah itu bukan sekedar menyampaikan. Tapi dengan ilmu, kesesuaian dan juga melihat kepada kebutuhan obyek dakwah. Dakwah seharusnya bukan tanpa metode, tidak secara buta. Apalagi memakai cara bulldozer yang justeru menghacurkan segalanya.

Pelayan Publik

Kelima, pelayanan publik itu adalah ibadah. Tapi harus berdasarkan kepada kapasitas masing-masing. Kedua pemuda itu keluar dari penjara dan keduanya ditakdirkan Allah berdasarkan mimpi masing-masing. Yang satu dieksekusi dengan salib, dan yang satunya lagi bekerja di istana melayani sang raja.

Pada tahun yang sama sang raja mimpi aneh. Bahwa ada tujuh sapi yang gemuk memakan tujuh sapi yang kurus. Para ahli tafsir mimpi istana tidak mampu memberikan tafsiran yang memuaskan sang raja. Pemuda yang bekerja di istana itu teringat kembali ketika di penjara. Bahwa ternyata dalam penjara itu ada seorang anak muda yang hebat dalam menafsirkan mimpi, dialah Yusuf.

Hal itu disampaikan kepada raja dan sang raja setuju agar Yusuf dihadirkan ke istana. Singkat cerita Yusuf pun dengan beberapa persyaratan memenuhi permintaan raja tersebut.

Yusuf menafsirkan mimpi itu bahwa akan terjadi musim panen yang luar biasa selama tujuh tahun. Lalu setelah itu akan terjadi musim paceklik selama tujuh tahun yang akan menghabiskan semua hasil panen tujuh tahun sebelumnya.

Baca Juga  Politik Identitas No, Politik Programatik Yes

Sang raja puas dengan tafsiran itu. Diapun menawarkan kepada Yusuf posisi di istana apapun itu. Dan Yusuf menerima tawaran itu. Tapi penerimaan itu dipastikan sesuai dengan kapasitas dirinya. Diapun meminta untuk dijadikan semacam Kabulog (direktur utama urusan logistik).

Penekanan yang ada di sini, bahwa pelayanan publik itu bukan sesuatu yang tabu. Bahkan bernilai ibadah, hanya saja hendaknya disesuaikan dengan kapasitas masing-masing.

Artinya silahkan masuk ke arena publik dan poliitk. Tapi janganlah jadikan pelayanan publik sekedar gagah-gagahan. Berlomba mencari kekuasaan untuk popularitas dan kepentingan sempit, walau sesungguhnya tidak punya kapasitas.

Atau bersedia menduduki jabatan publik tertentu, walau jelas bukan bidang yang sesuai bagi dirinya bahkan tidak memiliki kapasitas untuk jabatan itu. Yusuf bahkan berani meminta posisi itu karena merasa punya kapasitas.

Pemaaf

Keenam, memiliki kelapangan dada untuk memaafkan saudara-saudaranya yang pernah ingin membinasakannya. Pada akhirnya setelah melalui berbagai drama Yusuf berhasil membawa serta ayah/ibu dan saudara-saudaranya, konon kabarnya lebih 70 orang ke Mesir. Tentu setelah Yusuf mempersiapkan segala sesuatu untuk mereka.

Poin yang ingin saya tekankan di sini adalah bagaimana Yusuf AS memiliki kelapangan dada untuk memaafkan saudara-saudaranya yang pernah berusaha membinasakannya (membunuh). Bahkan mereka telah melakukan kebohongan-kebohongan kepada ayahnya dan dirinya sendiri.

Tidak saja bahwa Yusuf memaafkan mereka. Tapi masing-masing saudara itu diberikan fasilitas untuk mengembangkan keluarganya. Dan ini pula yang menjadi cikal bakal kabilah-kabilah Yahudi yang berjumlah 12 itu.

Intinya, salah satu aspek good looking Yusuf yang harus kita tauladani adalah lapang dada. Memaafkan dan tidak mendendam. Dalam hidup ini kerap manusia terjangkiti berbagai penyakit hati, termasuk hasad (dengki). Tapi pada akhirnya memaafkan dan “move on” adalah respon terbaik dan mengantar kepada ketenangan dan kebahagiaan.

Akhirnya saya ingin menyimpulkan bahwa kisah sang good looking, Yusuf AS, itu terhimpun dalam keyakinan kita bahwa hidup semuanya ada dalam satu radar dan kontrol. Ada dalam satu genggaman yang tunggal. Semua ada dalam ruang gelombang takdir Ilahi.

Juga tidak kalah pentingnya adalah bahwa segetir apapun tantangan hidup dan kebenaran, pada akhirnya pasti “at the end of the tunnel there a shining light” (di ujung terowongan itu ada cahaya yang bersinar). Bahwa sekuat apapun kebenaran itu ditentang, pada akhirnya akan menemukan kemenangannya. “So keep your head high and build a strong hope and optimism,” Insya Allah~

Editor: Dhima Wahyu Sejati

Avatar
50 posts

About author
Direktur Jamaica Muslim Center NY/ Presiden Nusantara Foundation
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds