Perspektif

Menafsir Theme Song Muktamar

3 Mins read

Muktamar Muhammadiyah & Aisyiyah semakin dekat. Segenap persiapan dilakukan oleh peserta di seluruh Indonesia. Syiar-syiar Muktamar pun sudah terdengar di mana-mana. Aneka macam souvenir, merchandise, baju, dan lain-lain dengan logo Muktamar sudah mulai dijual.

Gegap gempitanya sudah sangat terasa, terutama di kota Solo yang menjadi tuan rumah. Yang juga tak luput dari perhatian khalayak adalah lagu resmi Muktamar, yang sebutan kerennya adalah theme song Muktamar.

Lirik lagu tersebut diciptakan langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Pak Haedar Nashir. Barangkali, apa yang beliau tuliskan merupakan visi misi yang akan ia bawa di Muktamar tahun ini. Maka, mari kita cermati sebentar lirik-lirik indahnya. Khususnya di bagian reff. Kenapa reff? Karena di bagian reff lah inti pesan biasa disampaikan oleh penggubah syair.

Fakta Perpecahan

Pak Haedar menulis: “di Solo jalin ukhuwah, Muktamar satukan langkah”. Sebagaimana kita tahu, Muhammadiyah sebagai organisasi yang besar, dalam realitasnya ternyata tidak tunggal. Dalam penelitian Munir Mulkhan yang terkenal itu, Muhammadiyah dibagi menjadi beberapa varian.

Ada Munu (Muhammadiyah-NU), ada Marmud (Marhaen-Muhammadiyah), dan lain-lain. Secara kasat mata, dapat kita jumpai persinggungan antara kelompok progresif Muhammadiyah dengan kelompok (yang dianggap) konservatif. Yang keduanya mengaku paling Muhammadiyah dan paling ideologis.

Dilihat dari lirik yang ditulis oleh Pak Haedar, nampaknya arah Muktamar akan dibawa kepada menyatukan langkah kedua kelompok besar diatas, terlepas dari hasilnya seperti apa nanti. Pak Haedar tidak ingin Muktamar 2005 di Malang terulang kembali, dimana banyak terjadi forum-forum di luar Muktamar yang saling menjatuhkan antar kelompok dan tokoh-tokohnya. Bagaimanapun, upaya ini penting untuk dilakukan, mengingat perdebatan yang selama ini dilakukan sering tidak produktif bagi persyarikatan.

Baca Juga  Napak Tilas Muktamar Muhammadiyah 37 Tahun Lalu di Solo

Perpecahan ideologis yang disebabkan oleh paham agama ini tidak sendiri. Ada lagi perpecahan politis. Perpecahan ini, diakui atau tidak, Nampak jelas ada di depan mata kita. Hal ini dampaknya sangat besar bagi proses perkaderan, mengingat konflik ini banyak terjadi di tataran organisasi otonom Muhammadiyah.

Pertama, konflik ini dapat mengebiri potensi kader yang tidak terakomodir dalam kepentingan politik. Mereka yang ditinggalkan karena berbeda afiliasi politik, yang sebenarnya memiliki potensi yang besar, menjadi tidak dapat berkembang di persyarikatan. Bahkan, bisa saja mereka mencari tempat lain yang ideologinya berlawanan secara diametral dengan persyarikatan.

Kedua, hal ini akan membuat orang-orang yang ikhlas berjuang di persyarikatan akan kehilangan ghirahnya. Mereka kecewa ketika melihat sekelompok orang yang ternyata memanfaatkan persyarikatan untuk kepentingan selain kepentingan dakwah.

Seperti poin pertama, orang-orang ini akan menyingkir dari persyarikatan dan mencari jalan perjuangan yang lain, yang bisa jadi ideologinya berbeda dengan ideologi persyarikatan.

Ketiga, kerugiannya secara langsung maupun tidak langsung akan dirasakan oleh organisasi. Organisasi yang seharusnya melakukan gerakan yang nyata untuk masyarakat, justru disibukkan dengan kerja-kerja politik yang tidak produktif selain untuk kepentingan sekelompok orang saja.

Contoh yang paling sederhana dapat kita lihat di Musyawarah berbagai tingkatan dan berbagai organisasi otonom, dimana materi adalah hal yang kalah penting dengan isu reorganisasi kepemimpinan.

Upaya Mempersatukan Langkah

Pak Haedar ingin Muktamar di Solo ini menjadi momentum bagi seluruh pihak untuk menjalin ukhuwah, menyatukan langkah, kemudian bersama-sama memajukan Indonesia. Tidak bisa dinafikan bahwa Indonesia tidak mungkin maju tanpa persatuan. Dan Pak Haedar melihat peluang persatuan ini.

Konflik progresif dengan konservatif dapat diakhiri dengan berbagi peran di masing-masing kelompok. Orang-orang progresif biasanya menguasai panggung-panggung akademik dan perguruan tinggi, meskipun ada juga akademisi yang konservatif.

Baca Juga  “Berdamai dengan Covid-19” atau Bunuh Diri Massal?

Orang-orang konservatif banyak menguasai panggung-panggung dakwah seperti masjid dan pesantren. Berbagi peran ini penting, agar menguatkan posisi Muhammadiyah di berbagai lini.

Kelompok konservatif hendaknya mengakui bahwa mereka seringkali tidak dapat terbuka terhadap pemikiran yang baru dan mendobrak kemapanan. Kelompok progresif hendaknya mengakui bahwa mereka seringkali tidak dapat merawat akar rumput, dan lebih sering berada di menara gading.

Perpecahan politik hendaknya diakhiri dengan memurnikan niat mengabdi di persyarikatan, bukan mencari penghidupan. Perpecahan ini akan sangat menyedihkan jika kita membaca kembali kisah-kisah Pak AR yang begitu zuhud memimpin Muhammadiyah. Muhammadiyah tidak akan lagi dapat melahirkan Pak AR muda jika konflik ini masih dirawat tanpa niat untuk mengakhiri.

Dengan “jalin ukhuwah” dan “satukan langkah” yang digagas Pak Haedar, semoga Indonesia dapat menjadi negara maju, semesta dapat menjadi cerah, dan Muhammadiyah benar-benar menjadi suluh peradaban.

Di bagian awal, Pak Haedar menulis “Muhammadiyah derapkan langkah, bangkitkan tajdid kibarkan dakwah.” Jadi, yang dikibarkan adalah dakwah, bukan kepentingan golongan. Dilanjutkan dengan “amal usaha jalan berkiprah, ridha Allah berlimpah berkah.”

Bahwa amal usaha Muhammadiyah harus terus berkiprah di tengah gempuran modernitas, agar Allah memberikan ridha yang melimpah. Berkah/barokah sering diartikan dengan ziyadatul khoir (bertambahnya kebaikan), bukan bukan bertambahnya posisi atau kedudukan.

Tafsir ini bersifat spekulatif, entah sesuai atau tidak, bisa ditanyakan langsung ke penulis lagu. Lirik lagu Muktamar masih Panjang. Karena keterbatasan tempat, semoga dapat kita lanjutkan pembahasan di tulisan selanjutnya. Wallahu a’lam.

Editor: Yahya FR
Avatar
114 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds