Tepat pada pukul 9:00 WIB, Kamis 13 Februari 2020, Dr Biyanto membacakan pidato pengukuhan guru besarnya di bidang Ilmu Filsafat.
Orasi ilmiah yang dibawanya bertajuk “Antara Deradikalisasi dan Moderasi: Perspektif Filsafat Kritik Ideologi.” Argumentasi besar yang ia ajukan menggarisbawahi pentingnya moderasi (washathiyyah Islam) dalam rangka menyelesaikan masalah radikalisme keagamaan.
Radikalisme Islam, dewasa ini mewarnai dua dekade terakhir sejarah Indonesia pasca reformasi. Hal tersebut berwujud pelbagai aksi intoleransi, kekerasan atas nama agama, dan bahkan terorisme.
Yang memprihatinkan, lebih dari lima ratus orang Indonesia pergi ke Suriah dan Irak dalam rangka bergabung dengan ISIS. Mereka berniat menjadi bagian dari jihadis asing (foreign fighters), kendati sebenarnya ISIS itu sendiri adalah organisasi dan gerakan terorisme global.
Dr Biyanto menjelaskan bahwa, “Sekarang ini pemerintah menghadapi masalah besar. Yakni, kembalinya ratusan WNI eks-ISIS atau ISIS eks-WNI ke tanah air.” Secara tepat, cepat, dan akurat, pemerintah memang mengambil keputusan untuk “menolak” mereka.
“Tetapi yang menjadi persoalan, bagaimana dengan ideologi keagamaan radikal yang sudah menyebar ke mana-mana?” tandas Dr Biyanto secara lebih jauh.
Tidak ada jawaban yang pasti mengenai hal ini. Bahkan, deradikalisasi yang diajukan sebagai program unggulan penyelesaian masalah ini, tampaknya bersifat eksperimental.
Dr Biyanto di dalam pidatonya secara percaya diri mengkritik program tersebut. Menurutnya, berdasarkan perspektif “kritik ideologi” -karena ilmu tidaklah bebas nilai- ada motif khusus aparatur negara menggunakan gagasan dan praktik deradikalisasi.
Di antara motif yang paling umum adalah mengafirmasi wacana “global” dan kebijakan kontra-terorisme Amerika Serikat. Tentu hal ini, bagi sebagian kalangan, khususnya umat Islam, memupuk keraguan dan kekhawatiran tertentu.
Karena itulah, menurut Dr Biyanto, jalan alternatif mengatasi hal ini adalah gagasan Islam jalan tengah. Menurutnya, Islam yang demikian merupakan representasi dari Islam Indonesia yang sejuk, ramah, damai, inklusif dan merangkul semua.
Hal penting lainnya adalah secara ideologis, konsep washathiyyah Islam memiliki akar yang kuat di tengah-tengah masyarakat Islam. Di samping itu, secara psikologis, hal ini dianggap sebagai bagian dari alam pikiran kaum Muslim itu sendiri.
Tampak hadir di acara pengukuhan guru besar ini antara lain, Profesor Din Syamsuddin, Dr Abdul Mu’ti, Dr Saad Ibrahim, Dr Pradana Boy ZTF, dan banyak lagi para undangan dari kalangan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel dan lainnya. (HB)