Warisan Gus Dur yang Berharga
Gus Dur adalah mata air. Di setiap ada musibah dan ujian dalam bangsa ini, Gus Dur memberikan kita inspirasi. Aneka ide, laku, dan hidup Gus Dur memberikan kita terang, baik dalam kehidupan politik dan kebangsaan.
Layak, jika Gus Dur disebut sebagai Guru Bangsa. Hidupnya adalah teladan lintas iman. Keberaniannya, sikapnya, dan kebijakannya membuat orang bingung, sekaligus memahami pada akhirnya apa yang dia perbuat adalah yang terbaik untuk bangsanya.
Gus Dur adalah perpaduan ulama sekaligus cendekiawan. Ia memahami agama, sekaligus memiliki intelektual Islam yang berdedikasi. Kontribusi pemikiran dan apa yang dia kerjakan memiliki dampak panjang dalam sejarah kebangsaan kita.
Apa saja warisan Gus Dur dalam kehidupan politik dan kebangsaan kita? Pertama, Gus Dur adalah orang yang haus akan ilmu, dan juga tidak lelah untuk berbagi. Semenjak menjadi ketua PBNU, Gus Dur tidak hanya sering diundang mengisi ceramah maupun pengajian.
Ini adalah sikap sebagai seorang yang egaliter. Ia tak mau membeda-bedakan siapa yang mengundangnya. Sekaligus sikapnya yang tidak lelah berbagi kebaikan.
Gus Dur adalah orang yang tidak berhenti menuntut ilmu. Tidak tanggung-tanggung, universitas Islam tertua di dunia, Al-Azhar Kairo pernah dicicipinya meski tak selesai. Ia mendekam dalam perpustakaannya sampai ia puas.
Bahkan sejak kecil, Gus Dur sudah mengaji Ilmu Nahwu maupun kitab kuning kepada guru-gurunya yang juga berasal dari lingkungan Muhammadiyah. Ia juga belajar musik klasik dari gurunya seorang Belanda. Setelah menjadi Presiden sekalipun, Gus Dur juga tidak lelah untuk belajar apa saja. Salah satu ajudannya bahkan merasakan sendiri saat Gus Dur harus foto berkali-kali untuk menghasilkan foto terbaik.
Warisan yang kedua adalah warisan pembaruan pemikiran Islam. Gus Dur secara tidak langsung telah memberikan ruang bagi tumbuh suburnya pembaruan pemikiran Islam. Sikap taqlid dan berdiam diri untuk berhenti dan puas mempelajari ilmu agama adalah hal yang ditolak Gus Dur. Menurutnya, pemikiran Islam, pemikiran agama tidak boleh mandeg.
Ketiga, Gus Dur memiliki sikap asketis. Ia jauh dari panggung kemewahan. Bahkan rumahnya yang ada di Jakarta, sepertiganya dibantu oleh Soeharto. Hidup serba sederhana, dan apa adanya. Ia hidup sak madyo (seadanya).
Pernah ada riwayat yang ditulis ajudannya. Saat keluarganya sendiri hanya punya sekarung beras. Itu pun untuk persediaan keluarganya sendiri. Tiba-tiba datanglah pengemis ke rumahnya. Gus Dur memberikan semua karung beras itu pada pengemis tadi. Saat pengemis itu pulang, anaknya menunjukkan sikap kurang setuju pada Ayahnya.
Lalu Gus Dur bilang kepada anaknya. ” Allah tidak akan membiarkan hambanya kelaparan.” Akhirnya, selang beberapa waktu, datang para Kiai membawa sembako, snack, dan sebagainya. Inilah sikap asketis Gus Dur yang tidak pernah merasa memiliki semuanya. Begitu pula saat ia dilengserkan, ia merasa biasa saja ” Tidak ada jabatan di dunia ini yang patut dipertahankan dengan mati-matian.”
Keempat, Gus Dur adalah penyayang dan pelindung kaum minoritas. Melindungi kaum minoritas adalah perjuangan Gus Dur yang tidak mudah. Ia sadar tidak mudah memberikan penjelasan kepada orang yang belum paham apa tujuan kita melindungi kaum minoritas. Gus Dur sebelum dan setelah menjadi presiden menyuarakan Islam inklusif dan toleran. Ia selalu berjuang bagi para kaum minoritas. Adanya Imlek benar-benar dirasakan kaum Tionghoa maupun kita semua. Spirit itulah yang kini diteruskan oleh kita selaku warga bangsa.
Kelima, berjuang sampai akhir hayat. Gus Dur adalah pejuang yang gigih sampai akhir hayat. Ia adalah sosok yang memperjuangkan kesembuhan sakitnya sampai titik darah penghabisan. Lawatan ke luar negeri sewaktu ia menjadi presiden adalah lawatan politiknya untuk bangsanya, sekaligus upaya untuk menyembuhkan matanya sampai tiada lagi harapan. Ia juga berjuang hingga akhir waktu menyampaikan kebenaran meski langkahnya kalah secara politis.
Keenam, Gus Dur adalah orang yang hormat dan taat pada guru-gurunya. Ketika ia dicalonkan menjadi presiden, ia benar-benar bimbang. Barulah saat para Kiai dan para guru-gurunya mengiyakan baru ia mengiyakan atau menyanggupi. Begitu taatnya ia dengan guru-gurunya selain orang tuanya.
Ketujuh, kerja keras dan tak kenal lelah. Di saat-saat pertama menjadi presiden, ia menunjukkan lelah yang tiada terkira. Ia porsir jadwal kegiatannya seperti tidak ada jeda. Bahkan ia sering kurang tidur. Ia sering terlihat tidur bahkan ketika rapat. Pengakuan ajudannya menyatakan ia sering begadang dan hanya satu sampai dua jam tidur.
Kedelapan, Gus Dur adalah teladan berbuku. Julukan sebagai pelahap buku yang rakus bahkan sudah ia lakoni di waktu SMP. Ia memahami Karl Marx justru di usia belia. Bacaan novel maupun bacaan lain tidak pernah absen dari tangannya.
Gus Muh di buku Gus Dur garis miring PKB menuturkan Gus Dur sering cuek terhadap yang di sebelah atau sampingnya saat ia membaca buku. Saat satu matanya divonis buta, ia masih nekat untuk terus berbuku dan membaca.
Sebagai pungkasan, Gus Dur adalah pejuang kemanusiaan. Ia telah menuntaskan hidupnya dengan peduli kepada persoalan kemanusiaan. Ia tidak mau cuek dan akan bersuara saat kemanusiaan dicederai. Gus Dur memilih menahan dan diam saat menjelang 1998.
Sikapnya yang memilih diam terlebih dahulu didasari peristiwa sebelum 1998 terjadi. Ia tidak mau ada lagi korban darah atau nyawa lagi. Meski ia adalah pembenci (watak) Soeharto. Terbukti setelah Soeharto mundur, bahkan masih terjadi kerusuhan dan banyak korban.
Gus Dur tidak mau itu terjadi. Karena itulah, perjuangannya dalam menginisiasi forum lintas agama yang mencitakan perdamaian menginspirasi kita semua. Gus Dur pula yang membuat kebijakan undang-undang yang membuka keran demokrasi dan melindungi hak asasi manusia.
Selama periode singkat Gus Dur menjadi presiden, Gus Dur telah menginisiasi dan mendamaikan pihak yang berseteru yang berpotensi menimbulkan kerusuhan. Gus Dur juga memiliki kepedulian tinggi kepada masyarakat tanpa memandang pangkat derajat .
Inilah warisan-warisan dan teladan Gus Dur yang patut kita amalkan.