Masa kejatuhan filsafat Yunani ditandai dengan wafatnya Aristoteles sekitar abad 322 SM. Hal ini disebabkan terjadinya kekosongan filosof pada masa itu. Ditambah lagi Alexander The Great atau Iskandar Agung menginginkan penyatuan daerah-daerah yang dikuasainya. Meskipun ia juga salah seorang murid dari Aristoteles, tetapi ia memilih jalan yang berbeda dengan gurunya.
Konsekuensi logis dari cita-cita tersebut ialah terjadinya saling mempengaruhi antara budaya Yunani dengan daerah-daerah di Asia minor. Sehingga kelak muncul istilah “hellenizein” yang merujuk pada orang-orang yang berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani. Sedangkan ahli sejarah Jerman lebih suka memakai kata “Hellenismus”.
Asal-usul
Hellenisme merupakan zaman peralihan dari Yunani Kuno ke abad pertengahan sebelum masuknya agama Kristen. Zaman dimana jatuhnya peradaban Yunani. Istilah Hellenisme adalah istilah modern yang diambil dari bahsa Yunani kuno hellenizein, yang berarti berbicara atau berkelakuan seperti orang Yunani.
Dalam pengertian yang lebih luas, Hellenisme adalah istilah yang merujuk pada kebudayaan yang merupakan gabungan antara budaya Yunani dan budaya Asia kecil, Syria, Mesopotamia, dan Mesir yang lebih tua. Seseorang dikatakan Hellen bila ia berbicara dan berkelakuan seperti orang Yunani dimanapu ia berada.
Istilah “Hellenisme” pertama kali diperkenalkan oleh ahli sejarah dari Jerman, J. G. Droysen. Ia menggunakan perkataan “Hellenismus” sebagai sebutan untuk masa yang dianggapnya sebagai periode peralihan antara Yunani Kuno dan dunia Kristen. Droysen lupa akan peranan Roma dalam agama Kristen (dan membatasi seolah-olah hanya Yunani saja yang berperan).
Namun ia diakui telah berhasil mengidentifikasi suatu kenyataan sejarah yang amat penting. Biasanya disebut zaman Hellenik yang merupakan peralihan dari masa sejak tahun 323 sampai 30 SM atau dari saat kematian Iskandar Agung sampai penggabungan Mesir ke dalam kekaisaran Romawi.
Sebab dalam periode itu muncul banyak kerajaan di sekitar Laut Tengah, khususnya pesisir timur dan selatan seperti Syria dan Mesir, yang diperintah oleh bangsa Makedonia dari Yunani. Akibatnya, mereka ini membawa berbagai perubahan besar dalam banyak bidang di kawasan itu, antara lain bahasa (daerah-daerah itu didominasi Bahasa Yunani) dan pemikiran (ilmu pengetahuan Yunani, terutama fi lsafat-nya, diserap oleh daerah-daerah itu melalui berbagai cara).
Berbeda dengan Droysen, beberapa ahli sejarah, seperti Bernad Lewis dan Philip K. Hitti, menggunakan istilah “Hellenisme” sebagai sebutan untuk adopsi peradaban Yunani, baik peradaban Yunani kuno maupun peradaban Yunani pada masa sesudah meninggalnya Alexander Agung sampai berkuasanya Romawi terhadap wilayah bekas kekuasaan Alexander Agung.
Peradaban Hellenisme dapat dibedakan atas peradaban Hellenis dan Hellenistik, yang berasal kata “Hellene”artinya Greek atau Yunani. Hellenis adalah peradaban Yunani Kuno mulai 776 S.M. Sampai meninggalnya Alexander Agung pada 323 S.M. Sedangkan Hellenistik adalah peradaban Yunani pada masa sejak meninggalnya Alexander Agung sampai berkuasanya Romawi atas wilayah-wilayah Hellenistik.
Pada zaman ini tidak ada filosof baru yang naik panggung. Tidak ada filsafat yang murni dan kebanyakan masih terpengaruh oleh pemikiran Socrates, Plato dan Aristoteles. Pembicaraan pada zaman Hellenisme pada dasarnya terkait masalah-masalah agama, filsafat, dan Ilmu pengetahuan.
Ciri-Ciri Zaman Hellenisme
Hellenisme ditandai dengan fakta bahwa perbatasan berbagai negara dan kebudayaan terhapus. Ilmu pengetahuan Helenistik pun terpengaruh oleh campuran pengetahuan berbagai kebudayaan. Kota Alexandria memainkan peranan menentukan di sini sebagai tempat pertemuan antara Timur dan Barat. Menurut Frederick Mayer, ciri-ciri filsafat Hellenisme di antaranya:
- Pemisahan antara filsafat dan sains terjadi pada zaman ini; belajar, seperti pada abad ke-20 ini, menjadi lebih terspesialisasi.
- Sifat spekulasi mulai dijauhi, perhatian lebih terkonsentrasi pada masalah aplikasi. Perhatian yang lebih besar adalah pada penemuan mekanika.
- Athena kehilangan monopoli dalam pengajaran, dan kita menemukan pusat-pusat pengetahuan yang baru seperti Antakya (Antioch), Rhodes, Perganum dan Alexandria.
- Filsafat dipopulerkan sehingga memikat peminat yang lebih luas. Ada tendensi kekurangpedulian terhadap metafisika, diganti dengan perhatian yang lebih besar pada masalah-masalah sosial.
- Etika dijadikan perhatian yang dominan. Sekarang yang dipersoalkan ialah bagaimana manusia dapat mencapai kehidupan yang terbaik; filosof kurang tertarik pada kosmologi dibandingkan dengan kepada penyelamatan moral.
- Jiwa filsafat Hellenisme ialah eklektik; usaha-usaha diarahkan untuk mensintesiskan dan mengharmoniskan pendapat yang berlawanan. Usaha ini sering memperlihatkan kekurangaslian pemikiran.
- Muncul filosof yang lebih senang pada riset, tetapi tidak memiliki teori sendiri. Mereka lebih mementingkan sifat akademis. Jika menjadi pengulas, hanya sedikit keberanian memberikan Interpretasi.
- Watak ekstrem muncul. Disatu pihak ekstrim takhayul, dipihak lain muncul ekstrim skeptis. Dalam etika ditemukan ekstrim skeptisisme, di satu pihak dan asetisisme di pihak lain.
- Pada zaman ini filsafat lebih lengket dengan agama dibandingkan dengan pada zaman Helenis lama (Yunani). Beberapa filosof memberikan penjelasan simbolis dan alegoris tentang agama.
- Perspektif filsafat dan sastra semakin pendek. Kurang stabilnya kondisi fisik, diikuti oleh kurang stabilnya mental, sebagaimana juga terlihat pada abad ke-20.
Itulah beberapa ciri zaman filsafat Hellenisme. Yang tak lepas dari pengaruh-pengaruh filosof sebelumnya sehingga tidak adanya pemikiran yang murni.
Editor: Nabhan
Ringkasa