Perspektif

Din Syamsuddin: Hadiah NU untuk Muhammadiyah

5 Mins read

Jika sebelumnya, tulisan kanda Robby Karman Sekjen DPP IMM membahas tentang Ustaz Adi Hidayat: Hadiah Muhammadiyah Untuk Umat Islam. Maka, Muhammadiyah pun juga pernah mendapatkan hadiah, hadiah itu didapatkan dari organisasi saudaranya, yakni Nahdlatul Ulama.

Seperti kita ketahui, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi terbesar di Indonesia dan mempunyai pengaruh yang besar pula.

Berbeda usia 14 tahun lebih muda dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama mempunyai kedekatan dengan organisasi yang didirikan oleh Kiai Dahlan tersebut.

Di mana kedua pendiri organisasi tersebut, Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim pernah berguru pada guru yang sama di zaman dulu. Baru-baru ini juga baru saja hadir film ‘Jejak Langkah 2 Ulama‘ yang merupakan hasil kerjasama antara Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhammadiyah dengan Ponpes Tebuireng Jombang.

Namun, apakah NU pernah memberikan ‘hadiah‘ kepada Muhammadiyah? Apakah ‘hadiah‘ itu berharga dan bermanfaat bagi Muhammadiyah?

Din, Hadiah NU untuk Muhammadiyah

Ternyata NU pernah memberikan ‘hadiah‘ yang tak ternilai harganya kepada Muhammadiyah, hadiah itu adalah Prof. Dr. K.H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, M.A., atau yang lebih dikenal dengan nama Din Syamsuddin.

Pria kelahiran Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat pada 31 Agustus 1958. Kenapa disebut sebagai ‘hadiah‘ NU untuk Muhammadiyah?

Seperti yang kita ketahui, dulunya Prof. Din Syamsuddin merupakan kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU), bahkan beliau menjabat sebagai Ketua IPNU Cabang Sumbawa periode 1970–1972.

Hal ini membuat, Prof. Din rasanya tidak asing bagi warga Nahdliyin karena ia pernah menjadi bagian dari NU. Suami Fira Beranata ini sejak kecil dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga NU. \

Lulus dari pesantren Gontor pada tahun 1975, beliau melanjutkan ke IAIN Syarif Hidayatullah Jakarata dengan mengambil fakultas Ushuluddin, ia juga menjabat sebagai ketua senat mahasiswa. Selajutnya dia melanjutkan ke University of California, Los Angeles (UCLA) hingga doktor sampai tahun 1991.

Namun, Prof. Din sebelum mondok di Gontor, beliau mengenyam pendidikan dari SD, SMP, sampai SMA di NU. Pastinya ke-NU-an beliau sangat kental apalagi pernah menjabat sebagai ketua IPNU.

Baca Juga  Belajar Berbeda Pendapat dari NU VS Muhammadiyah

Rasanya, Prof. Din menjadi anggota NU yang ter-Muhammadiyahkan, beliau aktif di Muhammadiyah dan menjabat Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) di tahun 1985.

Tak hanya sampai di IMM, Prof. Din juga pernah menahkodai PP Pemuda Muhammadiyah pada periode 1989–1993. Prof. Din Syamsuddin masih menjadi satu-satunya orang yang memimpin Muhammadiyah selama 2 periode secara berturut-turut.

Muktamar ke-45 di Malang dan Muktamar ke-46 di Yogyakarta yang mengantarkan Prof. Din memimpin Muhammadiyah 10 tahun. Meski sekarang di Muhammadiyah, hanya menjabat sebagai ‘lurah’ Muhammadiyah di Pondok Labu, namun pengalaman serta ceramah beliau yang sangat santun dan terkadang humoris yang sangat berbobot menunjukkan bahwa beliau memang pantas menjadi teladan kita semua, khususnya warga Muhammadiyah.

Din Teladan Umat dan Bangsa

Jenderal Polisi Tito Karnavian, yang sekarang menjabat sebagai Mendagri RI (2019-2024) pernah menyampaikan bahwa Din adalah contoh bagi kita semua, di mana Ketua Umum PP Muhammadiyah 2 periode tersebut adalah teladan yang bisa ditiru semua orang.

Terutama, hal yang menyangkut pengabdian terhadap masyarakat. di mana setelah menjadi ‘Presiden‘ Muhammadiyah, Din malah menjadi ‘Lurah’ Muhammadiyah di Pondok Labu.

Hal ini semata hanya demi pengabdian Din kepada masyarakat dan pastinya untuk mengharap rida dari Allah SWT. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nasir juga pernah menyampaikan bahwa apa yang dialami oleh Din Syamsuddin perlu dijadikan revolusi mental dalam konteks kebangsaan.

Bahwa seorang tokoh harus selalu mengakar ke bumi dan rakyat memerlukan tokoh yang berada di dekatnya, bukan tokoh yang melambung tinggi ke langit, tetapi tidak berpijak ke bumi. Dan rasanya hal itu memang pas jika ditujukan kepada Prof. Dr. HM. Din Syamsuddin, MA.

Prof. Dr. H. Muhammad Sirajuddin Syamsuddin, MA. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang bergelar Profesor setelah Ayahanda Amien Rais dan Ayahanda Buya Syafi’i Ma’arif. Din Syamsuddin juga menjadi salah satu tokoh Muhammadiyah, tokoh bangsa, dan bahkan tokoh dunia Internasional yang kita miliki.

Meski masih saja ada pihak yang tidak menyukai beliau, bahkan beliau pernah dituduh radikal. Namun, Din Syamsuddin tetap menanggapinya dengan tenang dan santun dengan tidak menyakiti ataupun menyerang balik mereka yang memfitnah beliau.

Baca Juga  Ngaji Asyik Fikih Kebangsaan Muhammadiyah

Muhammadiyah Saat Nahkodai Din Syamsuddin

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah 2005-2010 dan 2010-2015 ini juga cukup konsen dalam mendorong proses demokratisasi yang ada di Indonesia, dia merasa berkepentingan untuk ikut serta dalam mengawal arah perkembangan dan kemajuan proses demokrasi di negara yang memiliki pemeluk Islam terbesar di dunia ini.

Dalam statementnya, Din Syamsuddin pernah menyampaikan bahwa kemenangan politik Islam di Indonesia tidak hanya ditandai oleh perolehan suara partai-partai Islam saja dan penguasaan pada posisi politik kenegaraan.

Tetapi pada sejauh mana nilai-nilai Islam seperti keadilan, kebenaran dan persamaan dapat menjadi bagian dari  watak bangsa. Ini yang harus terus diperjuangkan bersama seluruh komponen bangsa.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2014–2015 mengatakan bahwa Islam berkemajuan dapat kita pilih sebagai aksentuasi kemajuan Islam. Islam berkemajuan dengan tauhid sebagai dasar, kemudian didorong dengan khilafah.

Yang dimaksud dengan khilafah adalah khilafah sebagai misi kemanusiaan yang berimplikasi menjalankan misi keislaman terhadap lingkungan hidup. Bukan sebagai dasar konstitusi sebuah negara.

Islam berkemajuan yang dimaksud Din adalah khilafah islah, yakni gerakan yang melahirkan kemaslahatan. Khilafah wasathiyah, khilafah ashriyah. Oleh karenanya, Muhammmadiyah lebih mengedepankan praksisme keagamaan dari pada populisme keagamaan.

Yakni dengan memperbanyak amal yang berkualitas, sehingga umat Islam tidak hanya menjadi unggul dalam kuantitas, namun juga dalam kualitasnya.

Salah satu dari sekian banyak peran Muhammadiyah saat dikendalikan ‘Anak NU‘ bernama Din Syamsuddin ini adalah jihad Konstitusi. Jihad konstitusi salah satu upaya Muhammadiyah dalam memperjuangkan kemaslahatan umat diujung kepemimpinan Din sebagai nakhoda Muhammadiyah.

Melalui jihad konstitusi, Muhammadiyah mengoreksi setiap undang-undang yang dianggap menabrak Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 33 tentang Kedaulatan Ekonomi. Menurut Din, jihad konstitusi tersebut merupakan amar ma’ruf nahi munkar. di mana pada waktu itu, putusan Mahkamah Konstitusi tentang uji materi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi menjadi tonggak bersejarah bagi Muhammadiyah dalam hal ini.

Putusan Nomor 36/PUU-X/2012 tertanggal 13 November 2012 tersebut adalah uji materi pertama Muhammadiyah yang menandai keberhasilan jalan baru perjuangan organisasi yang memiliki amal usaha terbesar di Indonesia ini.

Baca Juga  Pesantren di Indonesia sebagai Pewaris Keilmuan Islam

Din, Dari Muhammadiyah Untuk Dunia

Peran dari Ketua Pimpinan Ranting Pondok Labu, Jakarta Selatan tidak hanya didalam negeri. Di kancah Internasional pun Din Syamsuddin turut aktif, seperti di Center for Dialogue dan Cooperation among Civilizations (CDCC), World Islamic People’s Leadership (WIPL), World Council of World Islamic Call Society (WCWICS), Asian Committee on Religions for Peace (ACRP), World Peace Forum (WPF), Strategic Alliance Russia based Islamic World, UK-Indonesia Islamic advisory Group, World Conference on Religions for Peace/ WCRP, based in New York, Vice Secretary General, World Islamic People’s Leadership, based in Tripoli, World Council of World Islamic Call Society, based in Tripoli.

Prof. Din Syamsuddin merupakan tokoh yang sangat diperhitungkan di Indonesia, pemikiran-pemikiran beliau yang bukan hanya untuk bangsa, tetapi juga untuk dan diakui di dunia internasional.

Terbukti dengan berbagai penghargaan yang beliau dapatkan. Terakhir, penghargaan The Order of the Rising Sun, Gold, dan Silver Star diterima Din Syamsuddin dari Duta Besar Jepang untuk Indonesia, Masafumi Ishii pada Jumat, 18 Januari 2019.

Penghargaan itu diberikan atas kontribusinya dalam mendorong persahabatan dan pemahaman antara rakyat Jepang dengan masyarakat Islam di Indonesia.

Menurut penulis, tanpa bermaksud mengesampingkan peran tokoh Muhammadiyah lain, Prof. Din adalah salah satu yang mempunyai peran besar, bahkan saat sekarang hanya sebagai ketua PRM di Muhammadiyah.

Dari beliaulah kita dapat belajar banyak hal, tentang pengabdian, keikhlasan, akhlak, ilmu, dan pengalaman yang mungkin tidak banyak dimiliki oleh orang di negeri Indonesia ini. Dari memimpin PP Muhammadiyah selama 2 periode, ketua MUI, hingga sekarang menjadi Ketua PRM Pondok Labu, dan Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) merupakan tokoh yang mendunia dengan mengemban dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Penulis sendiri amat sangat mengidolakan beliau, pernah bertemu dengan Prof. M. Din Syamsuddin sekali, namun belum pernah berjabat tangan apalagi berfoto bersama. Semoga suatu saat nanti penulis bisa bertemu, berjabat tangan, dan berfoto bersama Prof. Din Syamsuddin, MA.

Editor: Yahya FR
Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds