Oleh: Prof Siti Baroroh Baried
Dalam dekade terakhir abad XX banyak dibicarakan masalah Wanita Indonesia, disorot keberadaannya dari berbagai disiplin ilmu, dan muncul dalam berbagai topik seminar, seperti “Wanita dan Pembangunan”, “Wanita dan Etos Kerja, “Wanita dan Prospek Masa Depan”, “Wanita dan KLH”, “Wanita Indonesia dan Tahun 2000”, “Islam, Kedudukan dan Fungsi Wanita”, Islam dan Problem yang Dihadapi Wanita”, “Wanita Indonesia, Citra dan Fakta”, “Wanita Indonesia”, “Peranan Wanita Indonesia antara Harapan dan Realitas”, dan masih banyak lainnya.
Kemajuan Wanita
Fenomena ini menunjukkan bahwa dunia telah membuka matanya kepada wanita. Pembicaraan mengenai wanita pada umumnya bermaksud akan menolong wanita untuk menghadapi dan mengatasi masalah yang terbentang di hadapannya, dalam konteks semakin berartinya di dalam kehidupan ini.
Dalam skala global, potensi wanita telah diperhitungkan dalam mengatasi kesulitan umat manusia. Tidak ada masalah yang dijumpai dalam zaman yang telah semakin maju ini, tanpa mengikutsertakan dalam pembicaraan itu hal-hal yang berhubungan dengan wanita. Misalnya masalah pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, ekonomi keluarga, kepariwisataan, industri, sampai dalam masalah teknologi dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal tersebut memang menantang wanita untuk menyambutnya dengan siap jasmani dan rohani, siap bekal spiritual, dan siap ilmu pendidikan yang perlu dimilikinya.
Dewasa ini dunia akan merugi kalau tidak memanfaatkan pontensi wanita, seperti yang dikatakan oleh Gunnar Myrdal dalam bukunya The Asian drama: “Dunia ini telah menghamburkan setengah dari potensi yang sangat diperlukan, karena dunia tidak memberi potensi yang sangat diperlukan, karena dunia tidak memberi pendidikan dan kesempatan kerja kepada wanita secara cukup”.
Bagaimana variasi keadaan wanita telah ditulis oleh Ruth leger Sivard dalam bukunya Women, a World Survei (1985): “Dunia ini dihuni oleh lebih dari 2,5 miliyar wanita, yang berbicara dalam 2.976 bahasa, menempati berbagai negara yang GNP nya berkisar antara 200 dollar hingga 30.000 dollar pertahun, yang hidup dalam berbagai keadaan sosial.”
Wanita Indonesia
Di Indonesia pun wanita banyak diperhatikan, disanjung kalau menonjol kehebatanya, seperti Dr. Pratiwi Sudarmono, calon astronot wanita Indonesia. Atau akan dikasihani kalau sedang bernasib malang, seperti para TKW. Kadang juga dicerca kalau melakukan tindak kriminil yang kelewat batas. Negara Indonesia telah mengajak wanita untuk berpartisipasi dalam pembangunan secara pasti, karena sudah masuk dalam GBHN berturut-turut mulai Pelita Pertama hingga Pelita Kelima.
Upaya untuk meningkatkan peranan wanita Indonesia juga telah dilakukan dengan berbagai program pemerintah maupun oleh berbagai organisasi wanita di Indonesia. Memang wanita Indonesia masih dalam taraf dibicarakan, dan harus ber-usaha menjadi faktor yang turut mem-bicarakan dan turut memutuskan. Ke-sadaran wanita akan kedudukan, fungsi, hak, dan kewajibanya dalam hidup bermasyarakat, berkeluarga sudah semakin meningkat. Faktor ini yang menjadi motivasi kuat bagi wanita untuk mangembangkan dirinya, dan mengembangkan bakatnya.
Sehubungan dengan program pengembangan potensi wanita dalam pembangunan ini, muncullah berbagai kendala dan masalah yang dihadapi wanita Indonesia, karena dengan sendirinya muncullah peran gandanya. Wanita Indonesia sesuai dengan naluri kewanitaannya dan naluri kebudayaannya tempatnya adalah di lingkungan keluarganya. Mengerjakan pekerjaan di rumah atau pekerjaan yang sifatnya domestik, bertangung jawab kepada pendidikan anak-anak, dan melayani suami.
Suami dalam kehidupan wajar adalah berkedudukan sebagai kepala keluarga, bertanggung jawab kepada tercukupinya kebutuhan keluarga, melindungi anggota keluarganya, istri, dan anak-anaknya. Wanita ikut menciptakan hidup yang harmonis antara anggota keluarganya. Inilah hidup wanita yang wajar.
Wanita Indonesia di Persimpangan Jalan
Akan tetapi, keadaan dan pembangunan demi majunya bangsa dan negara kehidupan itu harus berubah. Wanita dituntut bekerja di luar rumah, diberi pendidikan, dan bekal untuk dapat berpartisipasi dalam program-program pembangunan. Dengan adanya perubahan kehidupan sosial ini muncullah perubahan nilai-nilai dalam kehidupan ini.
Pada hakikatnya memang wanita Indonesia masih berada di persimpangan jalan. Peran ganda sudah mulai dialami oleh wanita Indonesia, dalam kondisi wanita Indonesia yang keadaan sosial, budayanya masih sangat berbeda-beda. Inilah yang akan merupakan problema wanita dalam memenuhi peranannya yang semakin luas dan kompleks dalam era pembangunan ini.
Mereka harus ditolong dangan bimbingan, dan terutama ditolong oleh para bapak yang harus memahami bahwa keadaan dan dunia wanita telah beranjak dari kehidupan tradisional ke kehidupan yang maju. Sebaliknya, dari pihak wanita pun juga tetap berpijak kepada kesadaran dan fungsinya dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara.
Dalam kondisi politik, wanita Indonesia telah dijamin persamaan hak, kewajibannya dengan laki-laki, seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36; dan kewajiban berpartisipasi dalam pembangunan telah jelas dalam GBHN. Implementasi dari keadaan telah terkondisi dalam berbagai fenomana, misalnya tidak ada lagi diskriminasi dalam bidang pendidikan, bidang administrasi kenegaraan, dalam penyantunan sosial, penyantunan kesehatan, pengembangan kemandirian pribadi, dan masih banyak lainnya. Kondisi yang demikian ini memerlukan proses, dan kemajuan proses ini perlu ditunjang oleh sambutan wanita sendiri untuk mengisi peluang-peluang yang tersedia.
Meluasnya kesempatan memperoleh pendidikan telah melahirkan wanita berpendidikan cukup, dan terbukanya kesempatan kerja yang semakin luas dan semakin mantap. Mereka akan semakin luas mendapatkan tempat-tempat kerja yang strategis, yang memerlukan tanggung jawab yang lebih berat. Mereka semakin besar kompetisinya dengan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan itu, kompetisi yang seharusnya sehat.
Menghadapi Pergeseran Nilai
Dengan perubahan yang demikian, kalau dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, terutama dengan kondisi yang masih hidup dalam kebudayaan tradisional, maka wanita harus siap menghadapi pergeseran nilai-nilai. Pergeseran nilai-nilai itu akan menyangkut kehidupannya sebagai individu, sebagai penerus keturunan, sebagai anggota masyarakat.
Sebagai individu, wanita memiliki kodrat atau fitrah yang berhubungan dengan fungsinya. Sebagai penerus keturunan, dia mengalami haid, kawin, mengandung, melahirkan, memelihara, dan mendidik anak-anaknya. Fungsi demikian harus tetap dimiliki oleh wanita, bagaimana tinggi pendidikan yang diraihnya. Kodrat ini membawa wanita kepada fungsi sebagai istri, sebagai ibu anak-anaknya, dan sebagai ibu lingkungan dan masyarakatnya. Fungsi terakhir ini merupakan akibat dari lebih luasnya cakrawala pendidikannya, dan kesadarannya dalam mengamalkan pendidikannya itu.
Bangsa Indonesia sedang membangun, dan bercita-cita menjadikan negara semakin maju, semakin mendekati kesejajarannya dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu maju. Masa depan bangsa Indonesia diharapkan semakin sejahtera. Rakyatnya lebih makmur dalam kondisi sosialnya, ekonominya, budaya, dan bahkan politiknya. Masa depan bangsa Indonesia menuju kehidupan yang lebih cerah, baik kehidupan jasmani maupun kehidupan rohaninya, sebagai yang selalu dinyatakan oleh pemimpin-pemimpinnya. Menghadapi hal itu semua, muncul pertanyaan, apakah peranan wanita sebagai pembina umat, dalam era kehidupan yang semakin maju itu?
Sumber: “Wanita Muslim dan Etos Kerja” karya Prof Siti Baroroh Baried dalam Jurnal Al-Qalam edisi Desember 1991, IKIP Muhammadiyah Yogyakarta.
Editor: Arif