Perspektif

Bebaskan Masalah Ekonomi Umat Dengan Zakat

3 Mins read

Zaman yang di katakan modern saat ini banyak menimbulkan ketimpangan dan masalah masalah sosial ekonomi kemasyarakatan. Banyak orang kaya yang semakin harinya semakin kaya dan yang miskin menjadi sangat miskin setiap harinya karena tidak adanya kemerataan ekonomi. Orang yang memiliki modal banyak merekalah yang memiliki kuasa dan bahkan menguasai pasar. Kondisi ini sebenarnya sudah di kritik sejak lama oleh Al-Qur’an sejak awal mula diturunkannya sampai berkembangnya peradaban Islam hingga saat ini. Sebagaimana kita bisa melihat salah satu surat yang memberi pesan terhadap umat manusia yang mengaku beriman kepada tuhannya dalam Q.S at-Takasur ayat 1 yang artinya “bermegah megahan telah melalaikan kamu”.

Dalam hal ini, kita dapat melihat bahwa Al-Qur’an sangat sosialis sekali dalam menjaga hak-hak individu dan masyarakat, agar terhindar dari sikap bermegah-megahan agar tidak lalai ataupun berujung pada perebutan hak hak orang lain tanpa kita sadari. Islam sebagai satu satuya teologi pembebasan yang hingga kini menekankan rasa solidaritas untuk mendukung kemerdekaan mustadh’afin dari cengkaraman kaum feodalisme dan juga menekan ketamakan kaum feodal dengan berbagai ajaran pembebasannya. Islam sebagai satu satunya teologi pembebasan menaruh perhatian penuh kepada kaum mustadh’afin baik mereka yang dimiskinkan oleh sistem, struktur, dan otoritas. Dengan cara menghimbau kepada umatnya agar memperhatikan kaum mustadh’afin dan tak hanya itu Islam juga mewajibkan umatnya untuk membayar zakat yang termasuk dalam rukun Islam setelah syahadat dan salat.

***

Namun, jika dilihat dari aspek ekonomi, masih banyak umat Islam yang hidup dalam kategori kurang mapan. Padahal zakat merupakan alternatif yang sangat baik untuk memberantas kemiskinan. Sehingga, Fenomena ini memunculkan suatu pertanyaan, apa yang menyebabkan umat Islam terbelakang dalam bidang ekonomi pada zaman ini? Padahal sudah ada konsep dari Islam untuk maju dalam bidang perekonomian. Siapakah yang bersalah? Orang miskin yang malas bekerja, tidak punya skill, tidak berpendidikan? Atau orang kaya yang tidak mau peduli terhadap nasib ekonomi mereka. Dan apakah zakat sudah termarjinalkan pada zaman ini, sehingga sudah tidak dapat dijadikan solusi untuk kemajuan perekonomian umat.

Baca Juga  Tenggelam atau Tidaknya Indonesia Tergantung Muhammadiyah

Pada sisi lain, zakat merupakan implementasi dari kesolehan sosial (horizontal kepada manusia) seperti yang dituangkan oleh Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulum al-Din dan di kutip oleh M. Arif Jufraini bahwa zakat merupakan alat uji ataupun bukti kesadaran kecintaan seorang hamba kepada tuhannya dengan cara meminimalisasi ataupun tidak berlebihan mengkonsumsi harta benda yang dimiliki atas dasar kecintaan kepada Allah SWT.

Terlepas dari siapa yang salah dalam problem bahwa belum dapatnya zakat menjadi kemajuan perekonomian umat. Tapi, semua pihak harus mengakui bahwa pada hakikatnya kewajiban zakat dalam Islam merupakan salah satu cara paling efektif dan strategis yang patut untuk dikembangkan menjadi salah satu instrumen penting untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang termarjinalkan. Dan untuk orang yang menunaikan zakat telah dapat mengimplementasikan kesolehan sosial (seorang hamba dengan hamba) dan kesolehan individual (seorang hamba dan sang pencipta).

***

Jika para ahli ekonomi Islam dapat mengembangkan dan melakukan terobosan baru tentang pemberdayaan dan pengelolaan zakat yang merupakan salah satu pilar agama Islam. Maka, dapat dipastikan pertumbuhan ekonomi umat akan membaik dan akan mengarah pada perubahan serta moderasi yang memang terencana dengan baik. Akan tetapi, akan terjadi sebaliknya jika para ahli ekonomi Islam tidak dapat mengembangkan pengelolaan zakat maka yang akan terjadi adalah pembagunan ekonomi yang eksploitatif mengarah pada westernisasi kebalikan dari modernisasi. Sikap primitif sebagian masyarakat yang cenderung mengelompokkan kelas sosial identik ada kelas atas dan kelas bawah atau identik perubahan resistensi kaum konservatif.

Pada hakikatnya, sistem nilai Islam mendasarkan pada kesamaan, ukhuwah yang universal, dan keadilan sosial. Jadi, dapat kita sadari bahwa Islam pada hakikatnya sangat melaknat keras eksploitasi dan penindasan kepada siapapun serta dalam bentuk apapun. Atau istilah dalam Al-Quran dzulm, satu kata yang mempuyai makna yang kaya. Tapi sangat disanyangkan, doktrin Islam atau dakwah pada zaman sekarang sangat jarang sekali yang menekankan pada aspek aspek sosial. Entah apa faktor yang mendasari hal ini dapat terjadi.

Baca Juga  Religion, Identity Politics and 2024 Election

Tapi ada asumsi bahwa hal ini dikarenakan dakwah yang menekankan pada aspek-aspek sosial akan mengancam hegemoni dan aspek-aspek eksplotasi feodalisme yang sudah ada. Sehingga, dakwah Islam dalam masyarakat dialihkan dari permasalahan sosial yang sebanarnya. Agar masyarakat lebih sibuk memupuk kesolehan individualnya dari pada kesolehan sosialnya.

***

Jika masyarakat, dan elit-elit muslim tidak memperbaiki spirit teologisnya untuk memberdayaan dan mengelola zakat di tengah-tengah umat, maka kemajuan perekonomian, terciptanya keadilan sosial, dan menyingkirkan feodalisme, sangat tidak mungkin akan terwujud. Maka, mengutip pernyataan Asghar Ali, zaman ini sangat memerlukan seseorang yang mau menggali nilai-nilai yang revolusioner di dalam agama Islam yang ada dalam berbagai isi kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Pada permasalahan ini, ada 3 faktor yang melandasinya menurut Asghar Ali. Yaitu yang pertama, teologi Islam yang saat ini berkembang di tengah-tengah masyarakat telah kehilangan jati dirinya dengan konteks sosial yang terjadi. Padahal, teologi Islam pada hakikatnya bersifat kontekstual dan transendental. Yang kedua , teologi pasti akan mengalami demistifikasi dari apa yang sebenarnya menjadi maksud dari Islam. Dan yang ketiga, mengembalikan kepada hakikat tujuan Islam dalam menciptakan keadilan sosial-ekonomi terhadap masyarakat yang lemah.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds