Perspektif

Wabah Corona dan Ujian Kemanusiaan Kita

3 Mins read

Wabah penyebaran corona semakin akut dan meluas. Sampai saat ini sudah begitu banyak korban akibat penularan virus corona (Covid-19). Banyaknya korban yang berjatuhan memerlukan upaya dan penanganan serius dan komperhensif dari semua pihak. Pemerintah beberapa waktu lalu telah menetapkan wabah ini sebagai situasi darurat yang perlu direspon dengan cepat.

Menyikapi Wabah Corona

Penetapan situasi darurat terhadap wabah corona bukan hal mudah dan dianggap enteng. Sebab penularan yang masif dari beberapa tempat telah mengakibatkan segala aktivitas publik menjadi lumpuh. Instruksi pemerintah melalui bekerja dari rumah (work from home) dan menjauhi perkumpulan banyak orang (physical distancing) merupakan beberapa solusi yang ditawarkan.

Namun tidak hanya bergantung pada alternatif solusi tersebut, sebab sebagian besar daerah telah terpapar. Menjadi amat diperlukan untuk mengaktifkan solusi lain seperti penguncian wilayah atau daerah atau negara dari keluar-masuk warga (lockdown). Solusi ini hingga saat ini masih diperdebatkan karena mempertimbangkan beragam aspek yang nanti akan fatal jika solusi ini diputuskan dengan gegabah.

Tidak seperti negara Italia dan beberapa negara lain yang sudah mengaktifkan kebijakan lockdown karena tingkat penyebaran virus yang semakin massif dan destruktif. Pola penyebaran virus yang cepat sangat rentan dengan kepanikan sehingga menimbulkan beragam informasi hingga menyebabkan masyarakat kehilangan kendali memahami virus corona.

Persoalan paling fundamental yang terjadi sebenarnya karena kurangnya informasi yang bisa dipublikasikan kepada masyarakat berkaitan dengan penyebaran virus serta tanda-tanda orang sudah terjangkit virus corona. Hal ini sangat berdampak kuat terhadap masyarakat sehingga penyakit yang timbul di kalangan masyarakat (katakanlah bukan karena virus corona) menyebabkan kepanikan karena informasi dan pemahaman yang diberikan kepada masyarakat masih sangat minim dan simpang-siur.

Baca Juga  Gerakan Salafi: Sejarah, Tipologi, dan Ajaran

Batu Ujian

Ibaratnya, informasi virus corona masih seputar kabar burung ke tengah masyarakat kita karena pemberitaan yang mengalir masih mengalami tumpang tindih informasi (information overleaping). Apalagi dengan keterbatasan di daerah dari informasi seputar virus corona menambah rumit dan panik masyarakat ditengah semakin meluasnya wabah corona. Hal ini perlu disadari bahwa ditengah kekacauan seperti ini masyarakat di akar rumput (grass root) sebetulnya membutuhkan informasi yang tepat, jelas, dan akuntabel.

Lantas pertanyaan paling tepat, di mana sikap kemanusiaan kita ditengah wabah corona? Sedangkan di satu sisi virus ini makin mengakar dan merambat hampir semua daerah, sedangkan informasi publik masih berseliweran dan tumpang tindih. Bukankah dengan ini kita malah menciptakan kerusuhan yang meluas sehingga menyebabkan orang lain merasa takut dan akhirnya bersikap egois terhadap manusia lain?

Di sinilah sebetulnya kehadiran wabah corona ke tengah masyarakat menjadi batu ujian bagi kemanusiaan kita. Apakah kita betul-betul menghadirkan nuansa kemanusiaan ditengah wabah corona yang terus menggempur dan destruktif?

Atau malah wabah corona menumpulkan kemanusiaan itu sendiri dan malah menciptakan manusia, dalam bahasa Thomas Hobbes “Bellum omnium contra Omnes”. Karena kegagapan kita memahami virus corona akhirnya bersaing untuk menundukan manusia lain. Demi menjaga diri agar kita tidak tertular.

Puncak Kemanusiaan

Dalam hal apapun, kemanusiaan sebagai nilai tertinggi dari manusia mesti tetap ditancapkan dalam setiap situasi. Kemanusiaan adalah nilai dan puncak dari kehidupan yang tanpanya manusia akan mudah tenggelam dalam arus egoisme diri. Situasi saat ini ditengah wabah corona yang semakin akut membutuhkan sikap kemanusiaan kita bagi orang lain.

Kita harus mengakui bahwa ditengah ancaman corona, sikap kemanusiaan kita masih dibayangi dengan rasa takut. Rasa takut yang menghantui kita telah membawa kita pada sikap untuk menjadi takut dan waspada terhadap orang lain.

Baca Juga  Sahkah Puasa Tanpa Sahur?

Kita mulai berjaga-jaga dengan menyimpan rasa kekhawatiran terhadap orang lain, jangan-jangan orang yang berada di dekat kita mengidap penyakit corona. Dengan dibayangi sikap seperti ini kita mulai bersikap egois, mudah menstigma orang lain mengidap virus corona dan menyalahkan yang lain.

Sikap ini akan terus tumbuh dan menjalar dalam diri karena ketidak-mampuan kita menghadirkan di satu sisi informasi yang tepat berkaitan dengan virus corona dan sisi lain sikap kemanusiaan kita yang tumpul. Penyebaran virus corona telah menghadirkan beragam sikap manusia yang menggerus aspek kemanusiaan sebagai puncak bagi kemanusiaan.

***

Untuk itu, ditengah masifnya penyebaran virus ini, kita tetap menjadi manusia yang bertitik pada rasa kemanusiaan yang berarti sigap dalam membantu yang lain. Puncak kemanusiaan seperti ini lahir karena kita merasa bahwa wabah corona merupakan masalah kemanusiaan yang dapat merusak kemanusiaan itu sendiri.

Pada aras ini, wabah corona akan kita perangi secara bersama jika aspek kemanusiaan itu betul-betul berangkat dari sikap mulia. Bahwa ini merupakan persoalan kemanusiaan yang membutuhkan respon semua pihak.

Editor: Nabhan

Avatar
3 posts

About author
Mahasiswa Prodi Administrasi Publik di Universitas Merdeka Malang. Saat ini aktif sebagai kader Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Malang–Komisariat Merdeka. Inisiator Komunitas Payung Literasi (Kopalter)
Articles
Related posts
Perspektif

Tunisia dan Indonesia: Jauh Secara Jarak tapi Dekat Secara Kebudayaan

2 Mins read
“Tunisia dan Indonesia Jauh secara Jarak tetapi dekat secara Kebudayaan”, tetapi sebaliknya “Tunisia dan Eropa itu jaraknya dekat, tapi jauh secara Kebudayaan”…
Perspektif

Gelombang Protes dari Dunia Kampus Menguat, Akankah Terjadi 'American Spring'?

4 Mins read
Pada tahun 2010-2011 terjadi demonstrasi besar-besaran di sejumlah negara Arab. Protes tersebut menuntut pemerintahan segera diganti karena dianggap tidak lagi ‘pro-rakyat’. Protes…
Perspektif

Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

3 Mins read
Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *