Perspektif

Merajut Asa, Menyembuhkan Indonesia

2 Mins read

Dunia kembali dihebohkan dengan kehadiran virus yang bisa dikatakan sebagai mesin pemusnah masal. Jutaan orang harus kehilangan nyawa akibat dari pandemi yang terus menerus melanda dunia. Tentunya hal tersebut menuai kekhawatiran dan ketakutan seluruh warga dunia.

Negara berlomba-lomba membuat kebijakan yang merupakan bentuk inisiatif untuk melawan pandemi tersebut. Finansial negara menjadi semakin devisit sebagai bukti keseriusan pemerintah dalam menangani kasus tersebut yang berdampak besar terhadap kondisi keuangan negara. Isu makin merosotnya kondisi rupiah adalah hal yang tidak bisa dihindari.

Corona menjadi artis selama beberapa bulan terakhir karena berkat ulahnya warganet ramai memperbincangkannya. Hashtag #DiRumahAja menjadi tagar utama yang berhasil menjadi magnet bagi netizen untuk melontarkan berbagai komentar, mulai dari kaum terpelajar di berbagai usia hingga kaum humoris yang mengundang banyak tawa juga ikut mewarnai perbincangan hangat di dunia media sosial.

Secara tidak langsung, hal tersebut mengundang peran agama dalam menghadapi pandemi ini. Tak terhitung berjuta-juta kalimat umat manusia yang menginginkan pandemi ini agar segera berakhir. Umat beragama berlomba-lomba mengangkat tangan memanjatkan doa dan melakukan tradisi tolak balak menurut kepercayaan mereka masing-masing.

Bagi warga Indonesia, masalah tersebut menjadi problem besar bagi keberlangsungan di berbagai sisi kehidupan. Mobilisasi dalam kehidupan sehari-hari menjadi macet dan hampir tidak bergerak setelah kehadiran virus baru yang telah menghancurkan roda kehidupan bagi seluruh umat manusia. Pemerintah pusat hingga desa pun jatuh bangun dalam menghadapi makhluk kecil yang tak kasat mata itu. Berbagai peraturan dikeluarkan pemerintah dalam meminimalisir jumlah korban yang tiap hari berjatuhan.

Mulai dari social distancing, lockdown wilayah, dan pelarangan kegiatan kerumunan masayarakat. Tampaknya hal tersebut menjadi bencana bagi orang Indonesia yang dikenal memiliki rasa sosial yang kuat dan dikenal sebagai masayarakat agamis. Bagaimana tidak, ciri manusia sebagai makhluk sosial bisa kita jumpai di Indonesia dari berbagai kalangan. Mungkin kalau diadakan ajang perlombaan yang melibatkan unsur sosial, Indonesia bisa tampil menjadi juara yang tidak bisa tertandingi.

Baca Juga  Magazine Belie Ves Little Will Change In 22-6A Football Battles
***

Membicarakan social distancing tampaknya menjadi masalah besar untuk dilakukan. Karena pada dasarnya masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan budaya “Tepo sliro” yang artinya menjaga perasaan orang lain. Demi menjaga bumi Indonesia dari persebaran corona yang akrab disapa dengan covid 19, sudah seharusnya masyarakat mampu menyisihkan sejenak budaya tepo seliro agar cita-cita yang digadangkan warga dunia terbebas dari covid 19 semakin mudah untuk dicapai.

Geliat organisasi masyarakat dan partai politik berlomba-lomba menyalurkan bantuan untuk korban positif covid 19 dan tenaga medis yang sangat berjasa dalam menyembuhkan masyarakat. Yang mana, masyarakat tersebut masih mengharapkan untuk bisa berkumpul kembali dengan sanak keluarga.

Kisah tenaga medis yang tampil sebagai superhero untuk menyelamatkan pasien sudah seharusnya memperoleh penghargaan yang setinggi-tingginya. Bahkan tak jarang mereka rela kehilangan nyawa memberikan sentuhan medis untuk menghalau virus yang sudah menggerogoti kesehatan manusia. Masker, hand sanitizer, dan alat pelindung diri menjadi primadona yang langka ditengah pandemi ini.

Di balik peraturan pemerintah tentang pembatasan kegiatan khususnya ditempat ibadah, secara tidak langsung berdampak kepada umat muslim yang sebentar lagi akan menyongsong kehadiran bulan suci Ramadhan. Tentunya di 2020 ini umat muslim menjadi pelaku sejarah bagaimana antusiame kegiatan agama saat bulan Ramadhan terpaksa harus diminimalisir.

Penutupan masjid di tengah pandemi untuk ibadah banyak menuai protes di kalangan umat muslim. Akan tetapi, saat pintu masjid terbuka lebar pada saat sebelum pandemi, masjid banyak yang longgar ditinggal oleh jamaahnya. 

Hal tersebut bisa dikatakan sebagai teguran dari Allah SWT yang tertuju kepada kita karena terlalu sibuk oleh dunia dan jauh dari rumah sang khaliq. Dalam setiap kejadian, sudah dipastikan Allah SWT menyiapkan hikmah dibaliknya.

Baca Juga  Pak Abdul Mu'ti, Aku Padamu

Ikhtiar berusaha untuk melawan virus ini dengan selalalu menjaga diri dan patuh terhadap aturan pemerintah menjadi modal utama dalam penyelesaian masalah kesehatan ini. Tawakal menjadi kunci utama setelah ikhtiar, menyerahkan apa yang sudah kita usahakan kepada Allah SWT.  

***

Ikhtiar dan tawakal merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam setiap perkara. Keduanya harus selaras dan beriringan. Inilah yang menjadi kunci agar kita mendapatkan pertolongan dari Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu memberikan perlindungan dan kekuatan kepada dunia khususnya Indonesia dalam melawan virus ini.

Editor: Yahya FR
Avatar
12 posts

About author
Alumni Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta/Mahasiswa PAI UMY 2019.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds