Perspektif

Ketahanan Psikologis Menghadapi Virus Corona (Bagian 1)

4 Mins read

Sampai detik ini, virus Corona masih menjadi wabah bagi manusia secara global dan nasional. Berbagai upaya telah dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, secara personal dan kolektif.

Di balik upaya serius tersebut, pro kontra yang sangat tajam masih mewarnai dan berbagai tuduhan spekulatif. Terutama tentang asal usul dan maksud kehadiran virus Corona dengan argumentasi berbasis data dan fakta versi mereka. Seakan kita bisa memahaminya secara logis dan rasional.

Saya tidak mau fokus pada perdebatan tajam tersebut. Sebagaimana tulisan saya sebelumnya yang terbit di kalimahsawa.id dengan judul, “Agar Tidak Ekstrim Jabariyah dan Ekstrim Qadariyah” dalam menghadapi Corona. Di dalamnya, membahas dua modal, yaitu modal teologis dan psikologis. Dan untuk tulisan kali ini, fokus pada modal psikologis sebagai bentuk ketahanan menghadapi virus Corona.

Tanda Kebesaran Allah

Virus Corona adalah bagian dari tanda–tanda kebesaran Allah di alam semesta (kosmologi). Namun sesungguhnya tanda–tanda kebesaran Allah telah built-in pula dalam diri manusia (psikologi). Kebenaran ini terkonfirmasi baik secara teologis sebagaimana dalam firman Allah yang tentunya tidak ada keraguan padanya. Yaitu dalam Surat Fushshilat/41:53 dan dari berbagai temuan ilmu pengetahuan kontemporer.

Jika mencermati perkembangan virus Corona di media sosial, dampak yang paling terasa adalah dampak ekonomi dan psikologis.  Namun, dampak ekonomi itu pula bermuara pada dampak psikologis.

Dan sepertinya masih sangat minim upaya psikologis yang dilakukan. Belum melibatkan secara serius para psikolog untuk terlibat secara massif mengambil bagian dalam penanggulangan wabah virus Corona ini.

Dimensi Manusia

Seorang psikoanalitik, Carl Gustav Jung menjelaskan bahwa manusia terdiri dari dua dimensi: fisiologi dan psikologi atau fisik dan psikis. Baik oleh Dedy Susanto, seorang motivator dan pakar psikologi maupun oleh Erbe Sentanu, penulis buku Quantum Ikhlas, saya memahami bahwa secara hirarkhis dimensi psikis jauh lebih tinggi kedudukannya daripada dimensi fisik.

Baca Juga  Agama Itu Sederhana, Menjadi Rumit Karena Umatnya

Jadi, fisik tunduk dari kehendak atau sistem hukum yang berlaku dalam psikis. Sebelum mengenal dan membaca karya Dedy Susanto dan Erbe Sentanu, saya sudah lama, tidak sepakat dengan diksi “mens sana in corpore sano.” Di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat. Ini terbalik, harusnya jiwa harus sehat agar tubuh menjadi kuat.

Kembali pada tema di atas, saya mencoba menawarkan satu bentuk pertahanan dalam menghadapi virus Corona, yaitu pertahanan psikologis. Bentuk pertahanan lain, seperti aspek medis, saya tidak punya kapasitas dan kredibilitas untuk memberikan perspektif.

Ketahanan Psikologis

Ketahanan Psikologis adalah satu kesatuan upaya berdasarkan kapasitas dan modalitas psikologis. Psikologis atau dimensi psikologi yang saya maksudkan adalah modalitas yang ada dalam diri manusia dan telah built-in selain aspek fisik – biologis. Jadi, ketika di dalam tulisan ini membahas DNA, maka bukan pada dimensi material dan biologisnya, namun sistem hukum, mekanisme kerja yang berlaku di dalamnya.

Rhonda Byrne (2006) sebagaimana telah mengutip banyak pendapat, dari pakar pengembangan diri, para guru spiritual, dan hasil kajian dan perenungan mendalamnya sampai pada kesimpulan “The Secret”, rahasia. Dan ini menjadi judul bukunya.

Di alam semesta ada kekuatan besar yang seakan masih menjadi rahasia, belum dimanfaatkan oleh banyak orang. Law of Attraction (LoA), hukum tarik-menarik, adalah rahasia yang dimaksud.

Hukum LoA

Hukum ini menarik hal yang sama, frekuensi yang sama. Mekanisme kerjanya, melakukan proses internalisasi eksterior dan eksternalisasi interior, tetapi untuk hal yang sama dan sejenis. Sesuatu datang atau mendatangi kita bukan berdasarkan atau bertanya terlebih dahulu, apakah kita suka/tidak, bermanfaat/tidak. Sesuatu datang berdasarkan apa yang sering kita pikirkan.

Baca Juga  Pajak: dari Dia, Kamu, Aku, dan Mereka untuk Kita

Jika terus menerus memikirkan dampak negatif Corona, meskipun secara teknis dan prosedural melakukan pencegahan taktis, maka yang datang adalah dampak negatif. LoA jauh lebih kuat pengaruhnya daripada langkah teknis dan prosedural.

Sebagaimana dikutip oleh Dr Ibrahim Elfiky  ̶  Maestro Motivator Muslim Dunia  ̶  bahwa dalam Energi Medicine Dr Herbert Spencer dari Universitas Harvard menjelaskan lebih dari 90% penyakit disebabkan oleh jiwa. Ini disebut dengan Psycho – Somatic. Pikiran (sebagai jiwa) mempengaruhi tubuh.

Miracle of DNA

Dalam diri manusia terdapat DNA. Ini tidak bisa dilihat hanya dalam dimensi material-biologis semata. Berdasarkan penelitian Kazuo Murakami, Ph.D ahli genetika dunia dan penulis buku The Miracle of The DNA(2012), bisa dipahami bahwa dalam DNA ada susunan huruf kimiawi atau berisi informasi dan bahkan ini menjadi blue print kehidupan manusia tanpa kecuali dalam hal kesehatan.

Dalam DNA selain berlaku mekanisme difrensiasi dan spesialisasi berlaku pula hukum mekanisme on/off DNA. Salah satu yang mempengaruhi on/off DNA adalah pikiran atau mekanisme ini berada dalam lingkup LoA. Bahkan berdasarkan yang saya pahami setelah membaca beberapa buku tentang DNA, penyakit tanpa kecuali penyakit ganas seperti tumor sebenarnya bibit (potensi)-nya sudah ada dalam diri kita.

Jika ada orang tidak terkena itu berarti bahwa potensi itu sedang di-off-kan atau potensi penangkalnya sedang di-on-kan. Jika ada yang terserang penyakit baik oleh faktor jiwa atau faktor lain sebagaimana klaim medis seperti dampak virus Corona hari ini, maka sesungguhnya yang terjadi dalam diri adalah bahwa potensi itu sedang di-on-kan dan penangkalnya sedang di-off-kan.

Meskipun secara medis ada pencegahan/pengobatan dan saya setuju dengan hal tersebut, namun sesungguhnya pencegahan utama ada dalam diri kita. Maka di sinilah dibutuhkan imunitas. Imunitas terbaik adalah yang berdimensi psikologis.

Baca Juga  Enam Alasan Kenapa Muhammadiyah Menolak Terorisme

Kekuatan Perasaan

Di atas telah menjelaskan tentang pikiran. Namun, selain itu dalam diri kita ada kekuatan lain, yaitu itu kekuatan perasaan dan bisa mempengaruhi pikiran. Atau dengan kata lain bahwa sesungguhnya pikiran tunduk pada perasaan. Jika membaca dan memahami secara mendalam teori Erbe Sentanu (2010), maka kita bisa melihat bagaimana penampakan dari fisika newton dan fisika quantum. Di dalamnya kita bisa menemukan bahwa perasaan memiliki level tertinggi berada dalam dimensi fisika quantum.

Jika membaca alurnya, maka karakter/sikap dan nasib itu berawal dari sebuah perasaan dan pikiran. Dan pada level quantum atau dalam dimensi fisika quantum tidak ada sekat/batas diri kita yang paling dalam dengan manusia lainnya, bahkan dengan benda sekalipun. Jadi, untuk menarik/menolak sesuatu tanpa kecuali virus Corona dan dampaknya bisa dimulai dengan bagaimana mengatur perasaan kita. Elaborasi dari teori DNA dan fisika quantum ini, maka sangat terang dan jelas jika secara teologis, disebutkan kita semua dan alam semesta ini berasal dari yang “SATU”.

Selain pikiran dan perasaan dalam perspektif Dedy Susanto, pakar psikologi ternyata ada yang lebih dahsyat, yaitu alam bawah sadar dan pengaruhnya terhadap kehidupan 90% lebih. Apa yang ada dalam alam bawah sadar bisa menundukkan perasaan, pikiran dan tubuh. (Bersambung)

Editor: Arif

17 posts

About author
Eks Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng, Sulawesi Selatan Komisioner KPU Kab. Bantaeng Periode 2018-2023
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds