Putra mahkota Amir Sa’ud ketika kembali dari lawatannya ke Eropa kemudian singgah ke Mesir. Anjuran Rasyid Ridla untuk memperbaiki hubungan kedua negara tersebut sangat berkenan di hati putra mahkota itu. Setelah pertemuan itu, Amir Sa’ud kembali ke Hejaz. Sedangkan Rasyid Ridla dengan berkendaraan mobil pulang ke Cairo.
Rasyid Ridla Wafat
Rasyid Ridla duduk di mobil dengan tenang sambil memegang Kitab Al-Qur’an di tangan kanannya. Pada ketika itulah, Allah Azza wa Jalla berkenan memanggil dia menghadap ke hadlirat-Nya. Batas itulah usia yang dikaruniakan kepadanya. Rasyid Ridla ulama yang telah menuntut ilmu dan berjuang selama hayatnya itu, menutup mata dalam usia 72 tahun pada tanggal 23 Jumadil-Ula 1354 atau 22 Agustus 1935.
Setahun setelah Jenazahnya dimakamkan, datanglah wakil Departemen Urusan Luar Negeri Kerajaan Saudi Arabia, Fuad Hamzah, ke Mesir untuk menandatangani pemulihan hubungan diplomatik dan persaudaraan dengan kerajaan Mesir. Dari pihak Mesir bertindak Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Mustafa Nahas.
Dengan penandatangan itu, hilanglah sudah segala pertikaian dan salah paham selama sepuluh tahun yang menjadikan kesedihan seluruh dunia Islam. Setahun kemudian dari itu, kelambu Ka’bah telah mulai dikirim lagi dari Mesir dengan mahmal dan upacara seperti yang sudah-sudah diiringkan oleh 10.000 jamaah Haji dari Mesir. Dunia Islam yang tadinya berawan sekarang telah cerah kembali, dan untuk itu orang tidak dapat melupakan jasa-jasa Rasyid Ridla, murid Abduh dan Jamaluddin.
Karya-karya Rasyid Ridla
Rasyid Ridla juga seorang pengarang, penulis dan karena memimpin sebuah majalah, tentu juga seorang wartawan. Di saat semula dia seorang ulama dan pejuang. Seperti gurunya, Muhammad Abduh, kitab-kitab karangannya amat banyak. Antara lain seperti di bawah ini:
- Tarikh Ustadz Al-Imam, yaitu riwayat gurunya, Muhammad Abduh, terdiri dari tiga jilid tebal.
- Dzikra Maulidin Nabi, yaitu riwayat Nabi kita, Muhammad SAW, yang disusun untuk dibaca dalam satu peringatan Milad di Mesir.
- Al-Wihdah Al-Islamiyah, tentang persatuan umat Islam.
- Syubuhatu An-Nashara wa Hujjatu Al-Islam, menerangkan tentang kelemahan-kelemahan akidah agama Masehi yang bersumber kepada Injil mereka.
- Al-Khilafah aw Al-Imamati Al-Qubra, tentang Khalifah umat Islam.
- Al-Nida ila Jinsi Al-Lathif, tentang tauhid.
- Al-Wahyu Al-Muhammady, menerangkan secara ilmiah tentang bukti kebenaran wahyu Allah kepada Nabi Muhammad SAWdan menolak serangan sarjana-sarjana Barat kepada Islam.
- Tafsir Al-Mannar, yaitu tafsir Muhammad Abduh sebanyak 10 juz kemudian diteruskannya hingga juz ke-12.
Ketika Rasyid Ridla wafat, ia baru saja menyelesaikan tafsirnya sampai pada Surah Yusuf ayat 101, yang artinya: “Wahai Tuhanku, sungguh Engkau telah karuniakan kepadaku kerajaan dan Engkau telah ajarkan kepadaku tentang rahasia dari banyak peristiwa. Wahai Tuhan yang menaungi segenap langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan kelak di akhirat, maka wafatkanlah aku di dalam Keislaman serta pertemukanlah aku di Surga kelak dengan orang-orang Shalih.”
Ternyata, bahwa Allah telah memanggil Rasyid Ridla dalam keadaan khusnul khatimah, sedang dalam amal dan perjuangan membela Kalimah Allah dalam ketenangan jiwa dengan Qur’an terpegang di tangannya. Doa yang termaktub dalam Al-Qur’an tersebut di atas, telah dikabulkan Allah dan ditetapkan pada diri Rasyid Ridla.
Gema Pembaruan Islam di Indonesia
Rasyid Ridla telah wafat, tetapi tugasnya telah selesai. Suara Jamaluddin dan Abduh telah dikumandangkan ke seluruh dunia, terutama ke dunia Timur. Iran, Afghanistan, India, Malaya, dan Indonesia.
Kita teringat kepada KH Mas Mansur, orang Muhammadiyah yang berkesempatan wawancara dengan Amir Faisal di Mudzalifah pada tahun 1926. Berdua dengan Oemar Said Tjokroaminoto, mereka diutus oleh Muktamar Islam Indonesia di Bandung untuk mewakili umat Islam Indonesia ke Muktamar Alam Islam di Makkah atas undangan Ibnu Sa’ud.
Di samping itu, KH Sjoedja’, anggota Pengurus Besar Muhammadiyah dan Ketua Bagian Penolong Kesengsaraan Umum (PKU) serta pelopor Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia, juga sedang berada di Makkah. Beliau sedang menunaikan ibadah Haji dan membuat riset perbaikan itu.
Oemar Said Tjokroaminoto mencerminkan Partai Sarekat Islam yang semula pada tahun 1911 didirikan oleh H Samanhudi, Solo, dengan nama Sarekat Dagang Islam. Kemudian kedudukannya dipindahkan ke Surabaya dan nama diubah menjadi Partai Sarekat Islam. Sedang KH Mas Mansur mencerminkan Muhammadiyah yang didirikan pada tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan dan berkedudukan di Yogyakarta. (Habis)
Sumber: Aliran Pembaharuan dalam Islam dari Jamaluddin Al-Afghani Sampai KHA Dahlan karya Djarnawi Hadikusuma.
Editor: Arif