Perspektif

Sebuah Nada dari Bang Haji Rhoma Irama

3 Mins read

Sebagai pemuda, tentu saya tidak malu mengatakan bahwa saya adalah seorang Forsa, sebuah komunitas pecinta Rhoma Irama. Rhoma Irama adalah seniman sejati, melalui karya-karyanya yang begitu khas yang berani mengolaborasikan genre rock dan melayu, serta melakukan improvisasi atas aransemen, syair, lirik, kostum, dan penampilan di atas panggung. Maka tak berlebihan pula saya menyebutnya sebagai seniman pembaharu yang memiliki segudang karya dengan cita rasa yang berbeda dari yang lain.

Kegalauan saya akibat karantina mandiri ini telah mengembalikan ingatan saya pada masa kecil tentang kecintaan saya terhadap Rhoma Irama. Saya mulai menyukai lagu-lagu Rhoma Irama ketika saya masih berada di bangku sekolah dasar kelas dua. Saya juga tidak merasa canggung bila minat musik saya saat itu bukanlah aliran pop, rock, maupun metal sekalipun.

Kecintaan saya terhadap berbagai karya Rhoma Irama tidak lepas dari doktrin ayah saya yang selalu mengatakan bahwa musik yang bagus itu ya hanya Rhoma Irama. Bahkan karya-karya dari Rhoma Irama menjadi salah satu pedoman ayah saya untuk mendidik dan mengarahkan saya dari kecil hingga saat ini.

Contohnya ketika saya pernah membentak ibu saya, ayah saya selalu mengatakan bahwa “doa ibumu dikabulkan Tuhan dan kutukannya jadi kenyataan”. Begitu pula ketika saya lebih mengutamakan pacar daripada ibu saya, ayah saya mengatakan, “bila kau sayang pada kasihmu, lebih sayanglah pada ibumu”.

Bahkan ketika saya sedang mencari calon istri, ayah saya kembali mengingatkan, “setiap keindahan perhiasan dunia, hanya istri salehah perhiasan terindah”. Tetapi, sesakali saya pernah mengingatkan ayah saya ketika stress karena perkejaannya. Saya mengatakan, “satu hari di dalam satu minggu, coba gunakan untuk bersantai”, sambil bergoyang lebih asyik lagi ayah.

Baca Juga  Apakah Arab Saudi Negara Islam yang Ideal?

Gagasan Bang Haji

“Ayo gunakan seni demi agama, ayo gunakan seni demi negara, ayo gunakan seni untuk kepribadian, ayo tegakkan budaya bangsa. Mari Bernyanyi dan bergembiralah, tapi tetap dalam kesopanan dan iman.”

Rhoma Irama – Seni

Dilansir dari data Koran Tempo tahun pada 1984, total penjualan kaset dan jumah penonton film dari Rhoma Irama tidak kurang dari lima belas juta atau sekitar sepuluh persen dari total penduduk di Indonesia. Kesuksesannya tersebut menarik untuk kita kaji mengingat pada 13 Oktober 1973 Rhoma Irama bersama Soneta Grup mendeklarasikan diri sebagai “Voice of Moslem” (Suara Muslim). Karya-karyanya pun tidak hanya mengangkat romantisme cinta remaja, melainkan juga mensyiarkan dakwah islamiah sebagai jalan jihad.

Visi bermusik Rhoma dalam mensyiarkan dakwah tidaklah semulus yang dibayangkannya. Rhoma dianggap telah mengkomersilkan agama oleh para ulama dan beberapa masyarakat. Berbagai media massa pun turut menyerang Rhoma sebagai seorang yang kontroversial. Tidak sedikit pula yang mencibir bahkan melempari batu maupun lumpur ketika Rhoma dan Soneta Grup tengah beraksi di atas panggung.

Bahkan kala itu Rhoma pernah dipanggil oleh Majelis Ulama Indonesia untuk mengklarifikasi dan menjelaskan maksud dari karya-karyanya yang sarat akan pesan-pesan Islami. Rhoma pun tetap dalam sikapnya dan meyakini bahwa music is not just a fun, but it has a responsibility to Allah SAW and human beings.

Dan di saat Rhoma dicap sebagai pengomersil agama, maka dengan sederhana Rhoma menjawab, if dakwah could not attract people in a commercial, why then dakwah would not reach to people. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa Rhoma Irama adalah orang pertama yang menjadikan musik sebagai media dakwah.

Baca Juga  Psikologi Pesantren: Menyoal Kepatuhan Santri pada Kiyai

Selain itu karya-karyanya juga memiliki kandungan muatan politik, wawasan kebangsaan, serta kritik sosial. Karya-karyanya yang saat itu hidup pada masa pemerintahan Orde Baru turut mewakili atas keresahannya sebagai warga negara dan masyarakat pada umumnya.

***

Rhoma pun tak pernah gentar untuk mengatakan apa pun yang dianggap bathil. Dengan alunan musik yang menggertakkan suasana yang penuh kekakuan, Rhoma berhasil memunculkan gairah masyarakat untuk tetap menggali asa dan bersenang-senang.

Rhoma Irama adalah seoarang penuh dengan ide serta gagasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Kesuksesannya di dunia seni menjadi modal utamanya untuk berkarir dalam kancah perpolitikan nasional. Rhoma pernah terpilih sebagai anggota DPR yang mewakili utusan golongan seniman dan artis pada tahun 1993.

Di masa awal pemerintahan Orde Baru, Rhoma pernah menjadi tokoh penting dalam Partai Persatuan Pembangunan. Sikap politiknya tersebut menuai kecaman dari para elit Orde Baru karena menolak Partai Golkar yang saat itu begitu mendominasi perpolitikan nasional. Namun baginya, demokrasi memerlukan dinamisasi yang salah satunya adalah berposisi sebagai lawan politik terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa. 

Nada untuk Dakwah

Cukup banyak penelitian ilmiah yang membahas tentang Rhoma Irama maupun dengan berbagai karyanya. Hal tersebut jelas membuktikan bahwa figur Rhoma merupakan hal yang menarik untuk dikaji dalam berbagai aspek. Di samping sebagai objek penelitian, pada tahun 2011 Rhoma Irama juga pernah menuliskan artikel yang berjudul Music As a Medium for Communication, Unity, Education, and Dakwah, yang dipresentasikan dan dimuat dalam jurnal Islam and Popular Culture in Indonesia and Malaysia.

Di dalam tulisannya, Rhoma mengatakan bahwa musik sebagai media dakwah yang relevan untuk menjangkau masyarakat. Rhoma juga tidak sembarangan dalam menciptkan lagu dakwahnya.

Baca Juga  Problem Kebangsaan: Tak Cuma Tanggung Jawab Muhammadiyah

Baginya, terdapat empat syarat harus dipenuhi dalam menciptakan sebuah lagu dakwah. (1) Strukutur dari komposisi lagu harus indah dan menarik; (2) Liriknya harus kuat, masuk akal, dan menyajikan argumen yang bagus untuk menyentuh hati masyarakat; (3) Kolaborasi antara melodi, lirik, dan iramanya harus menujukan keharmonisan; (4) Penyanyi maupun komposer musik dakwah harus memberikan suri tauladan yang baik agar para penggemarnya juga mengikuti perilaku idolanya (Andrew N. Wcintraub, 2011).

Kejelian dan kecermatan Rhoma inilah yang membuat dirinya memiliki banyak penggemar, termasuk saya yang terkagum-kagu akan karyanya. Ia adalah pembuat nada dengan penuh makna atas keyakinan, ketulusan, dan kejujurannya yang mampu menggetarkan hati para penggemarnya.

Tidak jadi soal kepada para pembencinya, karena ia akan tetap berkarya dan tetap hidup dengan ide-idenya yang mampu melahirkan pesona dan cinta bagi kami yang merindukan ketentraman dan keindahan. Sehat terus bang haji.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds