Latar Historis
Kekisruhan yang terjadi pada Kongres PAN di Kendari, Sulawesi Tenggara kemarin ternyata berbuntut panjang. Berlanjut sampai dengan saat ini. Amien Rais selaku pendiri PAN, bahkan melalui akun instagramnya juga angkat bicara. Perilaku amoral yang dipertontonkan pada kongres tersebut sangat membuat beliau sedih dan merasa prihatin. Bagaimana tidak, aksi lempar kursi terjadi di sana.
Di kesempatan yang sama, beliau juga meminta maaf kepada pemilih PAN di seluruh Indonesia yang jumlahnya sekitar 10 juta. Karena PAN telah menyuguhkan sebuah perhelatan nasional yang penuh keonaran. Sesuatu yang membuat PAN terluka dari ujung kaki sampai ujung kepala. Bahkan secara dramatis, Amien menyebut bahwa partainya telah menjadi satu-satunya partai yang mempertontonkan demokrasi jadi-jadian.
Sebagai orang yang juga berada di tempat kejadian, beliau menyatakan kalau dirinya sejak awal sudah merasa heran dan curiga dengan sketsa kongres. Di depan lobby hotel tempat kongres, terpampang banyak sekali polisi dan bahkan brimob. Jumlahnya sekitar 1300. Sedangkan peserta kongres hanya sebanyak 500. Hal ini oleh Amien Rais disebut-sebut seakan satu orang diawasi oleh dua orang polisi. Sesuatu yang sangat berlebihan.
Belum lagi adanya pihak-pihak penyusup yang dianggap masuk untuk mengacaukan forum. Badannya besar, bertato, tanpa pakaian yang rapi, tapi semuanya dikalungkan ID Card sebagaimana layaknya peserta peninjau. Namun kita tak perlu berpanjang-panjang membahas itu. Karena ia hanya disajikan sebagai latar historis dari apa yang akan menjadi fokus kita pada pembahasan kita kali ini. Jelasnya, semua yang terjadi di atas menjadi penyebab bagi kubu Amien Rais untuk melaporkan hal-hal yang tidak senonoh seputar kongres dan meminta kepada pemerintah yang berwenang agar tidak dulu mengesahkan hasilnya.
Nasib Sebuah Laporan
Hingga kini, sampai dengan Rakornas PAN digelar, laporan yang dibuat oleh tim Amien Rais masih belum jelas bagaimana kabarnya. Terkatung-katung. Dan ini saya kira wajar. Sebab mustahil bagi pemerintah untuk mengabulkan dan juga tidak mungkin bagi mereka untuk menanggapi laporan tersebut. Karena sudah menjadi pengetahuan umum, Amien Rais dan pemerintah selalu bersebrangan. Belum lagi Amien Rais juga adalah tokoh yang selalu melacarkan kritik pedas terhadap pemerintah.
Padahal dalam laporan itu sudah dilampirkan beberapa bukti-bukti yang jelas. Di antaranya adalah foto-foto yang telah diserahkan pihak Kapolda Sulawesi Tenggara kepada tim fact-finding group yang ada di kubu Amie Rais. Di mana dalam foto itu terlihat siapa saja yang bertindak sebagai perusuh. Juga beberapa hasil CCTV yang diberikan oleh pihak Hotel Claro. Namun sepertinya laporan tersebut tidak berdampak apa-apa. Pasalnya Rakernas PAN telah dilaksanakan. Dengan begitu, hasil formatur DPP PAN di bawah kepemimpinan Zulkifli Hasan artinya telah diresmikan pemerintah.
Motif Mundurnya Hanafi Rais
Banyak yang mengira kalau masalah yang berawal dari ricuhnya kongres di Kendari akan segera berakhir dengan rekonsiliasi yang dilakukan oleh Zulkifli Hasan sebagai ketua umum terpilih. Yakni dengan mengakomodir Hanafi Rais, yang tidak lain merupakan anak dari Amien Rais, dalam kepengurusan DPP PAN periode 2020-2025 dengan memberikan jabatan sebagai Wakil Ketua Umum. Ternyata tidak.
Orang mengira akan segera selesai karena akomodasi Hanafi Rais dianggap dapat menjadi obat bagi kekecewaaan pihak-pihak yang merasa Amien Rais disingkirkan. Terutama dari warga Muhammdiyah akar rumput. Karena Hanafi Rais merupakan anak yang dianggap mewarisi cita-cita dan perjuangan Amien Rais. Tidak lama setelah nama pengurus dirilis oleh Zulkifli Hasan, putra senior Amien Rais tersebut ternyata malah memilih keluar dari kepengurusan PAN dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai anggota DPR.
Untuk menelisik alasan yang membuat Hanafi Rais mundur tidak perlu susah-susah. Karena itu bisa kita dapati pada ungkapannya yang berjejer di media-media nasional. Motif tersebut adalah, sebagaimana dilansir kompas.com, berawal dari pasca Kongres PAN. Karenanya Hanafi meminta dan berharap agar partainya dapat menegakkan prinsip keadilan untuk menjaga keutuhan dan kebersamaan antar kader. Setelahnya ia juga menilai, Kongres V PAN kemarin sarat akan kekerasan dan mencoreng wajah partai.
***
Kemudian di sini lain, anak sulung Amien Rais tersebut juga menilai bahwa PAN saat ini cenderung bersikap konformitas dengan pemerintah. Padahal menurut Hanafi, banyak kader dan simpatisan menginginkan agar partai berlambang matahari tersebut terus menjadi antitesis dari pemegang kekuasaan.
Nah, dari sini kemudian kita bisa dengan tegas mengatakan bahwa tuduhan kalau pengunduran diri Hanafi Rais dari keanggotan DPR dianggap sebagai pengkhiatan dan tidak menetapi janji pemilihnya, sungguh tidak tepat sasaran. Karena harus ditekankan, bahwa para pemilih Hanafi Rais memilihnya dan memilih PAN karena partai tersebut dulunya mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah. Artinya, ketika Hanafi mundur dari kepengurusan PAN karena melihat adanya kecenderungan konformitas terhadap pemerintah, ia hakikatnya telah memenuhi harapan pemilihnya agar selalu menjadi oposisi dan menjadi kritis terhadap kebijakan-kebijakan negara.
Adapun tuduhan lain yang menganggap mundurnya Hanafi Rais sebagai ketidakdewasaan dalam berpolitik serta wujud kebesaran syahwat politik Amien Rais, saya kira juga tidak benar. Karena tidak ada kaitannya. Mundurnya Hanafi Rais murni sebagai komitmennya kepada perjuangan rakyat dan juga bentuk menolak tunduk untuk merapat ke pemerintah sebagaimana yang diperlihatkan Zulkifli Hasan.
Nasib PAN Setelahnya
Banyak pengamat yang melihat bahwa mundurnya Hanafi Rais dari kepengurusan adalah pukulan telak bagi PAN. Ia adalah sosok yang mempunyai kontribusi besar dalam mendongkrak nama PAN. Selain itu pengundurannya juga membuat suara-suara loyalis Amien Rais lari. Terutama dari kalangan-kalangan yang merupakan pengagum bapak reformasi tersebut. Ini menakutkan. Karena bisa dikata, loyalis Amien masih lebih banyak.
Belum lagi ada desas-desus akan berdirinya PAN Reformasi, sempalan dari PAN saat ini. Pengamat memprediksi, berdirinya partai tersebut tinggal menuggu waktu setelah mundurnya Hanafi Rais. Karena ia dianggap sebagai bagian dari sketsa dari pembentukan partai baru. Pembentukan yang dianggap sebagai ekspresi ketidakterimaan terhadap hasil kongres yang diwarnai keonaran dan kebrutalan. Dan juga usaha untuk tetap menjaga citra PAN yang selalu memainkan peran sebagai oposisi terhadap pemerintah.
Jika partai itu benar-benar berdiri, tidak menutup kemungkinan sejarah PDI (Partai Demokrasi Indonesia) di masa lampau akan terulang pada PAN. Di mana PDI milik Soerjadi melahirkan sempalan berupa PDI-Perjuangan milik Megawati Soekarnoputri setelah gugatan Megawati tidak tembus di pengadilan. Kemudian pada giliran selanjutnya membuat PDI milik Soerjadi terlindas dan kalah telak pada pemilu.
Sejarah semacam itu bisa saja berulang. Sebab kubu Amien Rais punya basis kekuatan itu: masih punya loyalis banyak di PAN, punya pendukung dari warga Muhammadiyah di akar rumput dan umat Islam yang umumnya berasal kaum urban. Sedangkan PAN kubu Zulkifli Hasan akan kehilangan semua itu seiring dengan memudarnya sikapnya sebagai oposisi.