Perspektif

Akankah Partai Baru Amien Rais Jadi “Partai Keluarga”?

3 Mins read

Menarik sekali melihat dua tulisan tentang Mas Hanafi Rais di IBtimes.id, tulisan pertama berjudul Mundurnya Hanafi Rais: Antara Siasat dan Sensasi yang ditulis oleh Mas Arif Saifudin Yudhistira, lalu tulisan kedua tulisan Mas Muhammad Bukhari Muslim yang berjudul Nasib PAN Pasca Mundurnya Hanafi Rais.

Kedua tulisan tersebut memang mempunyai sudut pandang yang berbeda, Mas Arif dengan tajam mengkritik mundurnya HR dari PAN sedangkan Mas Bukhori justru mencoba menganalisa nasib PAN kedepannya pasca mundurnya Putra Bapak Reformasi tersebut.

Ketidakdewasaan dalam Berpolitik

Kita ketahui bersama bahwa Kongres Partai Amanat Nasional di Kendari beberapa waktu lalu sempat di warnai kericuhan serta viral di Media Sosial. Terpilihnya Zulkifli Hasan sebagai ketua umum PAN kedua kalinya, membuat sebuah sejarah baru.

Namun, kericuhan kongres PAN merupakan suatu ketidakdewasaan politik, bahkan pengamat politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing mengatakan kejadian dalam Kongres PAN termasuk ketidakdewasaan kader-kader PAN dalam berpolitik. (Antaranews.com)

Bahkan publik menyoroti perkataan ayahanda Muhammad Amien Rais (MARET) tentang Partai Allah  yang ternyata mengalami kericuhan saat kongresnya, sehingga publik bisa menilai bahwa Partai Amanat Nasional tidak memperlihatkan hal yang baik kepada publik.

Setelah kongres selesai, para konstituen PAN berharap, PAN akan kembali seperti semula setelah menjalanai proses terjal pada kongres di Kendari. Namun ternyata justru ketidakdewasaan kader-kader PAN kembali diperlihatkan kembali ke Publik.

Kabar mundurnya salah satu Kader terbaik PAN, Hanafi Rais (HR), menyatakan mundur dari partai yang didirikan oleh Ayahnya. HR mundur tentu diakibatkan efek domino yang sudah di mulai sejak Kongres PAN.

Bahkan adik dari HR, Mumtaz Rais, mengatakan, “Kedewasaan dalam berpolitik tidak ditunjukkan oleh saudaraku Hanafi Rais. Selain itu, mundurnya HR dari Anggota DPR RI merupakan salah satu langkah yang dapat mengecewakan Konstituennya”. (nasional.tempo.co)

HR terpilih sebagai Anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Yogyakarta. Tentu ini merupakan daerah kekuasaan ayahnya, ayahanda MAR. Namun penulis yakin, tidak sedikit konstituen yang kecewa akibat mundurnya HR dari Anggota DPR RI.

Baca Juga  Paham Keagamaan Komprehensif, Bekal Penting Generasi Milenial

Di dunia politik, hal seperti ini sangat sering terjadi. Namun yang sangat disayangkan, mengapa HR tidak menolak posisi Waketum PAN sejak awal? Jika Mas HR menolak sejak awal, mungkin pandangan publik akan sedikit berbeda.

Mendirikan Partai Baru

Mundurnya Mas Hanafi Rais diikuti semua loyalis Ayahanda Muhammad Amien Rais. Mundurnya seluruh loyalis MAR dari Partai berlambang matahari tersebut, sudah diprediksi oleh banyak pengamat politik.

Isu yang beredar di media, ayahanda MAR akan mendirikan sebuah partai baru yang tentu menjadi pesaing PAN. Isu partai baru tersebut bernama Partai Amanat Reformasi. Ada isu juga partai baru tersebut akan diisi oleh alumni aksi 212 yang tentu pendukung Capres 02 pada Pemilu serentak 2019 lalu.

Ini semakin memperjelas bahwa mundurnya HR dari PAN, diakibatkan karena partai yang dipimpin Zulkifli Hasan, sudah pasti akan kembali mendukung Pemerintahan Kabinet Indonesia Maju. Semenjak kongres di Bali, Ayahanda MAR tidak setuju jika memang PAN menjadi pendukung pemerintah.

Akankah Menjadi Partai Keluarga?

Bukhari Muslim mengatakan (ibtimes.id, 2020) tidak menutup kemungkinan sejarah PDI (Partai Demokrasi Indonesia) di masa lampau akan terulang pada PAN. Di mana, PDI milik Soerjadi melahirkan sempalan berupa PDI-Perjuangan milik Megawati Soekarnoputri setelah gugatan Megawati tidak tembus di pengadilan. Kemudian pada giliran selanjutnya membuat PDI milik Soerjadi terlindas dan kalah telak pada pemilu.

Jika yang dikatakan Mas Bukhari di atas benar terjadi, tentu ini akan menjadi hal menarik bagi dunia perpolitikan di Indonesia. Namun, yang perlu dipertanyakan, akankah partai baru ini menjadi “Partai Keluarga” seperti PDIP, Demokrat, dan juga Berkarya?

Akankah Hanafi Rais menjadi Ketua Umum partai baru tersebut? Tentu publik menunggu jawaban dari semua itu. Jika memang Ayahanda MAR mendirikan partai baru yang diisi mayoritas oleh keluarga dan HR menjadi Ketum-nya, ini menambah catatan buruk demokrasi di Indonesia karena akan bertambahnya partai yang “hanya” dikuasai oleh keluarga.

Baca Juga  Potret Hubungan Harmonis antara Muslim dan Yahudi di Jerman

Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Arbi Sanit mengakui, adanya kecenderungan politik keluarga bahkan dinasti, harus ditolak. Di tengah belum terbangunnya tradisi berdemokrasi, justru politik keluarga akan berpotensi terjebak pada konflik kepentingan atau penyalahgunaan kewenangan. (Nasional.kompas.com, 2008)

Selain yang dikatakan oleh Arbi Sanit, Politik keluarga juga berpotensi mencederai demokrasi karena bisa membawa Indonesia yang sedang berproses menuju demokrasi yang baik kembali menjadi demokrasi terpimpin.

Siapa yang Akan Menang?

Siapa yang akan menang? PAN Zulhas atau partai baru Ayahanda MAR? Tentu ini menjadi jawaban yang masih misterius. Namun, tidak bisa diunggulkan salah satunya mengingat PAN juga hanya menempati posisi kedelapan pada Pemilu Serentak 2019 lalu.

Ada beberapa pandangan penulis yang akan menjadi penghalang partai baru besutan ayahanda MAR dalam perjalanan ke depan.

Pertama, Indonesia berisi masyarakat yang majemuk, berisi berbagai agama, jika isi partai baru hanya diisi alumni 212, tentu tidak akan sukses. Kita ketahui bersama, alumni 212 tidak mendapat feedback baik dari masyarakat semua umat termasuk umat Islam ketika terus menerus mengadakan acara tahunan bertajuk reuni. Dan hampir semua masyarakat terutama Jakarta yang merasa terganggu dengan acara tersebut.

Kedua, parpol ini akan stagnan jika mengandalkan pemilih dari Muhammadiyah saja. Sebagai ormas Islam yang besar, Muhammadiyah membebaskan kadernya dalam memilih kendaraan politik. Sehingga, tidak bisa diklaim Muhammadiyah akan seluruhnya mendukung PAN atau partai baru Ayahanda MAR nanti.

Sudah banyak kader-kader Muhammadiyah yang berproses di partai politik selain PAN. Bahkan,  kader-kader tersebut merupakan kader terbaik yang dimiliki oleh Muhammadiyah dan beberapa pernah menduduki jabatan penting di Organisasi Otonom Muhammadiyah.

Dengan adanya polemik di tubuh PAN dengan mundurnya HR serta isu akan didirikannya partai baru, penulis berharap ini akan menjadi sebuah refleksi demokrasi di Indonesia. Dan semoga partai baru Ayahanda MAR tidak diduduki oleh keluarga seperti Parpol lain yang sudah penulis sebutkan di atas.

Baca Juga  Ulama Pewaris Para Nabi, Harus Mewarisi Sifat-sifat Nabi
Editor: Yahya FR
17 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds