Perspektif

Berdamai dengan Corona: Menyerah?

4 Mins read

Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo beberapa hari lalu meminta warga hidup berdamai dengan virus Corona, seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia. Masyarakat diharapkan bisa menjalani kehidupan sesuai dengan protokol Covid-19, hingga ditemukannya vaksin yang efektif.

Maka, warga diharapkan mengikuti dan tertib di masa pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) serta menghiraukan himbauan dari pemerintah. Dari sini, timbul berbagai analisa, apa kita harus menyerah terhadap serangan Corona? Atau kita harus beradaptasi hidup bersama Corona?

Menolak Menyerah Apalagi Pasrah

Sejatinya kita tau, seluruh elemen yang berjuang dalam penanganan Covid-19 tidak menyerah, baik Pemerintah, tenaga kesehatan, dan juga elemen masyarakat lainnya. Mereka tiada henti dalam mengupayakan memutus rantai penyebaran, serta menyembuhkan para pasien. Berbagai macam langkah pun diambil, mulai dari tracking dengan melakukan tes, sampai membuat berbagai kebijakan seperti PSBB.

Namun, beberapa langkah tersebut pastilah mempunyai berbagai macam kelebihan dan kekurangan. Di antaranya masih banyak masyarakat yang kurang disiplin dan mengabaikan aturan, tidak memakai masker, hingga nekat mudik atau pulang ke kampung halaman mereka.  Terlebih lagi, hari raya akan segera tiba.

Bukan hanya pemerintah dan tenaga kesehatan, kekuatan masyarakat pun masih bersemangat melawan dan mencegah adanya virus Corona. Berbagai hal pun mereka lakukan semampu mereka, dari donasi dana hingga sembako mereka berikan kepada saudara kita yang terdampak akibat adanya pandemi ini.

Jadi seluruh elemen masyarakat, tenaga kesehatan, bahkan sampai pemerintah bisa kita lihat mereka masih gigih dan menolak menyerah apalagi pasrah. Berbagai usaha mereka lakukan demi memutus rantai penyebaran hingga membantu saudara kita yang terdampak Covid-19, baik secara psikis ataupun ekonomi. Kita semua yakin, dengan mengistikamahkan ikhtiar disertai doa, maka kita akan kuat dan mampu melewati semua ini.

Baca Juga  Gara-Gara Covid-19: Hidup Makin Religius atau Sekuler?

The New Normal Life

Berdamai dengan virus Corona juga diartikan oleh beberapa masyarakat sebagai lahirnya tatanan kehidupan baru “The New Normal Life“. Di mana, kita semua harus hidup berdampingan dengan virus Corona. Pastinya, dengan menjalankan kehidupan yang lebih waspada, sesuai protokol kesehatan. Hikmahnya tentu sangat banyak, terutama pada sisi kesehatan dan kebersihan.

Mungkin “the new normal life” yang pertama kita lebih waspada ketika berada di keramaian.  Bukan menghindari, tapi lebih hati-hati ketika berada di kerumunan. Yakni dengan menjalankan physical dan social distancing (jaga jarak) meski nanti pandemi ini sudah berakhir. Di tempat keramaian khususnya, dan juga di tempat kerja.

Kemudian ketika kita hidup berdampingan dengan virus, akan ada kebiasaan yang terbawa pada diri kita, baik di saat atau pun setelah pandemi nanti. Salah satunya memakai masker, akan menjadi sebuah kebiasaan dalam masyarakat kita. Di mana, kita akan lebih peka dan lebih menjaga diri kita. Meski di awal-awal memakai masker menjadi hal bisa dibilang aneh, tapi kini memakai masker sudah menjadi biasa.

Hal yang lain adalah kehidupan yang hieginis akan meningkat, masyarakat akan lebih sering mencuci tangan, dan kebersihan lingkungan sekitarnya. Kegiatan sanitasi dan bersih-bersih sekitaran lingkungan rumah dan pekerjaan akan menjadi rutinitas, dan lebih meningkat dari sebelumnya. Selain itu, aktivitas digital akan lebih menggeliat dari sebelum adanya pandemi.

Seperti yang kita ketahui bersama, aktivitas digital di masa pandemi amat sangat meningkat. Banyak sekali kajian, diskusi, rapat, hingga sekolah pun beralih ke dunia digital. Melalui video, ataupun aplikasi dan media digital lainnya diprediksi banyak orang akan meningkat meski masa pandemi berakhir. Sehingga masyarakat kita makin akrab dengan media daring (dalam jaringan), dan penggunaannya akan lebih intensif lagi.

Baca Juga  6 Pelajaran Penting dari 'good looking' Yusuf AS

Mari ‘Berperang’ dan Beradaptasi

Mengingat sebuah kata-kata yang berbunyi, “Qui desiderat pacem, bellum praeparat,“ (Siapa menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang), perkataan Flavius Vegetius Renatus sekitar tahun 400 M di dalam kata pengantar De re militari. Maka apa yang ada saat ini, kita harus tetap memerangi virus ini sebagaimana yang telah dilakukan.

Karena bagaimanapun juga, pandemi ini harus kita hadapi. Jadi kita harus ‘berperang‘ melawan corona, dengan mengikuti protokol yang ada. Jangan sampai kita pasrah dan menyerah, ketika para garda terdepan yang melakukan perlawanan seperti tenaga kesehatan masih berjibaku mengatasi serangan virus.

Selain tetap melawan, kita juga mungkin harus beradaptasi dan hidup berdampingan sebagaimana di atas. Maka, kita harus bisa lebih menjaga diri dan meningkatkan kebersihan yang ada dilingkungan serta diri kita. Jadi, berdamai dengan corona bukan berarti kita menyerah atau pasrah terhadap virus, sebagaimana yang sudah dijelaskan pihak pemerintah.

Berdamai yakni tetap melakukan aktivitas dan rutinitas serta tetap produktif, dengan catatan, mengikuti protokol kesehatan Covid-19 (memakai masker, rajin mencuci tangan memakai sabun dengan air yang mengalir, dan jaga jarak).

Berdamai dengan corona bukan berarti mengibarkan bendera putih sebagai tanda menyerah, namun usaha percepatan penanganan Covid-19 dan penyebarannya tetap berjalan. Intinya, kita tetap hidup dan menghidupkan kehidupan, dengan beradaptasi pada tatanan kehidupan yang baru (the new normal life). Pastinya hal ini akan menjadi kehidupan tatanan sosial budaya yang baru, sebagaimana uraian diatas.

Oleh karena itu, mari kita bersama-sama tetap melakukan perlawanan dan berperang terhadap pandemi virus ini, kita harus yakin kita bisa. Jangan biarkan para tenaga medis berjuang sendirian, sebisa dan semampu kita mari ikut berjuang. Meski melawan, sebagaimana himbauan Pemerintah, kita harus berdamai dengan corona. Dengan cara, tetap menjalankan aktivitas seperti biasa sembari mengikuti protokol kesehatan.

Baca Juga  Kita Bukan Anti-Sains, Hanya Kurang Total Ber-Sains

Kita tidak boleh putus asa apalagi bersedih, Allah Ta’ala berfirman,

لا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita“. (QS At Taubah:40)

Dan sebalik kesulitan pasti ada kemudahan,

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5)

Mari tetap semangat dan optimis dengan turut serta membantu mencegah penyebaran Covid-19, kepada tenaga kesehatan, you’ll never walk alone, kalian tidak sendirian dan kami (masyarakat) ada dan bersama membantu mengatasi pandemi ini semampu kami.

Soal Corona dan kematian, setiap insan yang hidup pasti akan merasakan mati, dengan atau tanpa corona. Namun, ikhtiar untuk mencegah dan terjangkiti virus adalah cara terbaik untuk ‘menunda’ kematian, meski ajal tak mungkin bisa dihindari atau ditunda. Setidaknya kita tidak pasrah, masih ada upaya dalam mempertahankan hidup dan kehidupan.

Editor: Yahya FR

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informatika dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *