Teori konspirasi atau bisa disingkat dengan TK, mendadak populer kembali pada masa pandemi Covid-19. Beberapa public figure seperti Jerinx drummer Superman Is Dead, Young Lex seorang rapper, Luna Maya aktris terkenal mengangkat teori konspirasi ke publik. Respon publik terhadap para public figure tersebut melahirkan pihak pro dan kontra teori konspirasi yang berujung pada polemik di dunia maya.
Apa itu Teori Konspirasi?
Ada perbedaan pengertian teori antara yang beredar di masyarakat dengan yang disepakati komunitas ilmiah. Di masyarakat, teori itu lawan kata dari aksi dan suatu hal yang belum pasti adanya. “Ah, kamu bisanya hanya berteori.” Ungkapan ini ditujukan bagi orang yang suka bicara namun tidak suka bekerja. “Pendapatmu itu kan baru sebatas teori, belum ada bukti.” Ungkapan ini ditujukan bagi pendapat yang baru sebatas asumsi.
Dalam komunitas ilmiah, teori tidak seperti yang didefinisikan oleh masyarakat dalam alam pikirnya. Teori dalam pengertian komunitas ilmiah adalah suatu konsep yang dibangun dari hasil penelitian. Misalnya teori heliosentris yang berbunyi bahwa bumi mengelilingi matahari didapat dari pengamatan dan penelitian pencetusnya.
Konspirasi artinya adalah persekongkolan yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam Al Qur’an ada istilah makar yang sudah diserap ke dalam Bahasa Indonesia. Tercantum dalam QS. Ali Imran: 54, wa makaruu wa makarallah, wallahu khairul maakiriin. Mereka (orang kafir) membuat makar (tipu daya/rencana jahat), Allah pun membuat makar, dan Allah sebaik-baik pembuat makar.
Istilah makar dalam Al Qur’an diartikan dengan tipu daya atau rencana jahat. Menurut penulis hal ini sejalan dengan pengertian konspirasi. Karena biasanya seorang yang melakukan konspirasi dibayangkan sedang berkomplot dan bersekongkol untuk melakukan rencana jahat dan tipu daya. Walaupun pada dasarnya kata konspirasi itu netral, bisa baik bisa jahat, tergantung tujuan konspirasinya.
Kata teori dalam teori konspirasi lebih cocok dengan pengertian teori yang beredar di masyarakat, bukan pengertian teori menurut komunitas ilmiah. Artinya teori konspirasi dibangun dari asumsi dan spekulasi yang masuk akal namun minim bukti. Karena itu teori konspirasi disebut dengan teori. Tentu sekali lagi teori dalam pengertian masyarakat umum.
Teori Konspirasi: Mungkin Benar, Lebih Mungkin Salah
Tak dapat dipungkiri, banyak orang menyukai TK. Hal ini karena teori konspirasi mampu menyederhanakan suatu hal yang rumit. Mengapa ada virus Corona? Jawaban normal adalah karena ada virus yang tersebar dari hewan kelelawar kemudian bermutasi menjadi dapat menjangkiti manusia. Salahnya manusia adalah ada yang memakan hewan kelelawar tanpa dimasak di daerah Wuhan, maka menyebarlah Covid-19 ke manusia lainnya.
Jawaban teori konspirasi berbeda. Kenapa ada virus Corona? Itu merupakan senjata biologis buatan China yang bocor. Itu merupakan virus buatan WHO dan Bill Gates. Coba anda bandingkan, lebih sederhana jawaban normal atau jawaban TK? Tentu lebih simpel jawaban dari teori konspirasi. Jawaban yang tak memerlukan pemikiran yang rumit. Maka dari itu tak heran banyak yang lebih nyaman dengan teori konspirasi.
Masalahnya adalah, sebuah pernyataan besar memerlukan bukti yang besar. Saat anda mengatakan bahwa virus corona adalah buatan laboratorium di Wuhan, anda punya kewajiban untuk membawa bukti yang mendukung hal itu. Jika ada bukti kuat, maka pernyataan tersebut bukan lagi teori konspirasi, namun sudah menjadi fakta. Jika tak ada bukti, maka kemungkinan besar hanyalah karangan semata.
Mayoritas teori konspirasi belum bisa menghadirkan bukti-bukti yang valid. Ada yang beralasan teori konspirasi memang tidak mungkin dibuktikan. Karena para pelaku konspirasi sudah menghilangkan bukti itu. Lantas apa bukti bahwa pelaku konspirasi menghilangkan bukti? Apakah anda menyaksikannya sendiri? Atau anda juga mendengar dari orang lain?
Apakah Konspirasi Itu Tidak Ada?
Walaupun penulis mengecam sebagian pihak yang sedikit-sedikit memakai teori konspirasi untuk menjelaskan sesuatu yang bisa dinalar secara ilmiah, namun bukan berarti konspirasi itu tidak ada. Dalam praktiknya, konspirasi itu ada dan nyata, bahkan mungkin dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Boleh jadi, kita yang menjadi pelaku konspirasi, bukan korban dari konspirasi.
Misalnya dalam perhelatan politik lokal, kita menjadi tim sukses salah satu calon. Demi memenangkan calon yang kita dukung, kemudian kita membuat kampanye hitam kepada calon lawan kita. Kita fitnah lawan kita demi mengurangi perolehan suaranya. Pada saat itulah kita sedang melakukan konspirasi, dan kita menjadi pelakunya.
Rasulullah SAW pun pernah menjadi target konspirasi, saat orang kafir Quraisy ingin membunuhnya saat dia tidur. Untungnya Allah SWT dengan kuasaNya menghalangi penglihatan para kafir dari Rasulullah SAW. Ali bin Abi Thalib kemudian menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidur, dan kaum kafir Quraisy gagal membunuhnya.
Konspirasi itu nyata, bahkan mungkin dekat dengan kita. Tapi sekali lagi tidak semua teori konspirasi itu nyata, apalagi soal konspirasi untuk menguasai dunia. Boleh jadi hari ini ada bangsa yang dominan dibanding negara-negara lainnya. Karena mereka sudah maju dalam ekonomi dan ipteknya. Maka jelas penyebab mereka menguasai dunia adalah kemajuan ekonomi dan iptek.
Para penganut teori konspirasi akan mengatakan bahwa sebuah bangsa maju karena mereka berkonspirasi untuk menguasai dunia melalui persekutuan dengan freemason, illuminati, dan satanisme. Sebuah penjelasan yang luar biasa. Penulis lebih memilih penjelasan kemajuan ekonomi dan iptek sebagai sumber kekuasaan dibanding freemason dan illuminati yang ingin menguasai dunia.
Teori Konspirasi yang Dikecam Al-Qur’an
Menyalahkan pihak di luar kita atas musibah yang menimpa kita adalah sesuatu yang dikecam oleh Al-Qur’an. Apalagi kita menyalahkan pihak lain tanpa disertai bukti yang memadai. Dalam Islam, hal ini disebut dengan tathayyur, diambil dari kebiasaan jahiliyah menerbangkan burung untuk menentukan keberuntungan dan kesialan seseorang.
Dalam QS. Al A’raf: 131 Allah SWT berfirman: “Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: ‘Ini disebabkan (usaha) kami.’ Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang bersamanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Jelas bahwa jika kita ditimpa kesialan, lalu kita segera mengatakan, ini pasti ulah bangsa anu, ini pasti ulah kelompok anu, perilaku seperti ini adalah perilaku Fir’aun dan pengikutnya. Jadi yang gemar menggunakan teori konspirasi saat tertimpa musibah adalah Fir’aun dan pengikutnya. Maka saat kita tertimpa Covid-19 seperti sekarang ini, lebih baik kita tidak menyalahkan China, WHO atau Bill Gates, agar tidak jadi seperti Fir’aun!