Perspektif

Indonesia Terserah: Bahaya Bagi Kelangsungan Hidup Masyarakat dalam Pandemi

3 Mins read

Tulisan ini berusaha ingin memahami makna mengapa muncul tulisan atau ungkapan “Indonesia Terserah”. Ungkapan tersebut, saat ini sedang viral di berbagai media sosial (medsos). Dan sebagian besar ungkapan (“Indonesia Terserah”) disuarakan oleh para tenaga kesehatan (medis) sebagai garda terakhir dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19 di masyarakat selama pandemi.

Ungkapan tersebut dapat  menjadi alaram “lonceng” berbahaya bagi   keberlangsungan hiduo masyarakat Indonesia menghadapi pandemi Covid-19.

Indonesia Terserah

Dimana penyebaran Covid-19 sampai saat ini masih menunjukkan trend tinggi dan semakin meluas penyebarannya di seluruh pelosok Indonesia. Berdasarkan data yang disampaikan oleh pemerintah, dikutip oleh KOMPAS.com (18/5/2020) tercatat 18.010 kasus positiv Corono, 4.324 orang sembuh, dan 1.191 orang meninggal.

Sementara sebaran dan kasus positif Covid-19 di Jawa Timur masih menunjukkan trend tinggi dan kecenderungan bertambah terus. Berdasarkan data dari infocovid19.jatimpemprov.go.id, dikutip oleh SURYA.co.id (19/5/2020), terdapat 2.281 kasus positiv Covid-19, dengan  385 orang sembuh, 224 orang meninggal.

Data di atas menunjukkan bahwa Covid-19 tidak bisa diremehkan dan ditangani dengan kebijakan secara biasa apalagi “plin-plan” dan tidak didasarkan oleh ilmu pengetahuan virus. Covid-19 dapat menjadi “Zombie” menakutkan dan membahayakan kehidupan masyarakat, salah satunya adalah kita setiap hari menyaksikan “karnaval kematian” orang di Indonesia.

Sehingga, untuk mencegah agar tidak semakin merajalela sebaran Covid-19 di masyarakat, maka diterapkan protokol kesehatan dari lembaga World Health Organitation (WHO) PBB yaitu, jaga jarak (phsyical distancing), jauhi kerumunan (social distancing), pemakaian masker, cuci tangan dan sebagainya.

Protokal kesehatan WHO ini kemudian diteruskan oleh Pemerintah Indonesia dengan membuat kebijakan karantina terbatas atau PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), larangan mudik, penutupan pasar, pembatasan Ibadah bersama di masjid, penutupan sekolah, pabrik dan sebagainya, dengan harapan pandemi Covid 19 segera berlalu di Indonesia.

Baca Juga  Adanya Polaritas & Buzzer Politik: Humor Menjadi Tak Lucu Lagi!

Namun, sayang beribu sayang kebijakan-kebijakan tersebut dilanggar sendiri oleh para pejabat pemerintah dan masyarakat. Semisal,  dibolehkan mudik lokal, pembukaan moda transportasi, Pelonggaran PSBB yang seharusnya diperketat, pembolehan Sholat Id di Masjid atau lapangan, Pesta Ultah dan Pernikahan Pejabat, Pembelian sembako bergerombol (kasus lumbung pangan Jatim di Expo Jatim oleh Pemprov Jatim), penumpukan penumpang pesawat di Bandara Soekarno Hatta Jakarta, terakhir Konser Amal MPR RI tanpa masker dan physical distancing.

Bahaya Bagi Kelangsungan Hidup

Situasi di atas menunjukkan serba paradoksal, miris, tidak ada uswah dikalangan pemimpin (Poro Pejabat), ketidakpatuhan, menganggap remeh dan tidak peduli (acuh) sebagian masyarakat, terhadap situasi berbahaya oleh pandemi Covid-19.

Situasi tersebut menjadikan sebagian besar tenaga medis (Dokter, Perawat, Bidan) muak, marah, kecewa, putus asa, bingung, stress, lelah, drop, capek menyaksikan perilaku para pejabat (Pemimpin) dan sebagian masyarakat.

Mereka merasa apa yang dilakukan selama ini hanya sia-sia dan tidak bermakna dan berbekas dalam rangka penyelamatan masyarakat Indonesia dari pandemi Covid 19.

Pengorbanan yang selama ini mereka lakukan dengan rela meninggalkan atau tidak berkumpul dengan keluarga Istri-Suami-anaknya, dikucilkan masyarakat takut tertular, lembur kerja siang malam, bertahan dalam suasana kerja yang mencekam karena bisa jadi dia akan tertular, bahkan sudah ratusan orang dari mereka telah gugur, bahkan sampai ada mayatnya (perawat) ditolak masyarakat.

Dari semua pengorbanan tersebut, bagi mereka seolah tiada arti dan makna bagi sebagian masyarakat dan para pejabat (pemimpin) di negeri ini yang seharusnya menjadi contoh terdepan dalam melawan Covid 19 tetapi malah kasih contoh kurang baik.

Sehingga puncak dari kekesalan, keputusasaan, kesetresan, jebungunan, kemarahan, kebingungan, kecapekan,  adalah  muncul ungkapan “Indonesia Terserah” atau “Sak Karepmu”.

Baca Juga  Nasehat Terbuka untuk Yahya Waloni

Di balik ungkapan “Indonesia Terserah” terdapat pesan serius yang tidak dapat diremehkan atau dianggap angin lalu oleh masyarakat terutama pihak pemerintah sebagai pengendali kebijakan penanganan Covid 19. Karena, jika hal itu dibiarkan tanpa arti, maka bisa  terjadi apatisme dan keputusasaan masyarakat terutama para tenaga medis dalam menghadapi Covid 19. Maka jika situasi tersebut terjadi, hal itu bisa menjadi “lonceng” atau alarm berbahaya bagi kelangsungan hidup masyarakat Indonesia.

***

Oleh karena itu mari kita saling menghargai, bergandeng bersama, tepo seliro antar sesama seluruh masyarakat Indonesia bersama melawan Covid,-19 dengan tetap jaga jarak (physical distancing), jauhi kerumunan (social distancing), pakai masker, cuci tangan, dan tetap di rumah (stay at home). Lengkapi dengan makan yang bergizi dan selalu bermunjat kepada Allah minta pertolongan dan dihindarkan dari Covid-19.

Insyallah jika itu dilakukan oleh semua masyarakat Indonesia dengan penuh ikhlas, komitmen dan penuh sadar, maka Allah akan menolong kita dengan segera mengangkat Covid 19 kembali ke haribaan ilahi rabbi. Amin.

Editor: Nabhan

Avatar
4 posts

About author
Dr. Sholikhul Huda, M.Phil.I./Dosen Prodi Studi Agama-Agama (SAA) FAI UMSurabaya/ Penggiat Majelis Sinau Padhang Wetan/ Direktur Kedai Jambu Institute Riset & Survei Jombang Indonesia/Sekretaris DPD KNP Jatim 2017-2019/Sekretaris PW Pemuda Muhammadiyah Jatim 2010-2014.
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds