Perspektif

Patuh Menjalankan Tradisi Tak Sesuai Situasi

3 Mins read

Bulan Ramadhan dan idul fitri yang dijalankan oleh masyarakat Indonesia sudah menjadi tradisi keagamaan yang berlangsung sejak lama, mengakar dalam masyarakat. Berbeda dari masa sebelumnya, lebaran kali ini menjadi memprihatinkan karena wabah corona yang sudah menyebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Terhitung sejak awal tahun 2020 hingga Mei pasien positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai puluhan ribu.

Walaupun situasi kini mengharuskan untuk menjauhi perkumpulan, namun masih banyak ditemui masyarakat yang berkumpul atas nama tradisi. Terutama dengan belakangan baru berlalunya masa Ramadan dan Idul Fitri, perkumpulan masih sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini meresahkan, dan perlu disikapi dengan cara yang berbeda.

Situasi pada Masa Corona

Pemandangan pada lebaran kali ini menjadi berbeda begitu signifikan. Pandemi Corona yang berada di tengah lebaran tahun ini berimbas fatal pada segala sektor kehidupan, seperti sektor kesehatan dan ekonomi. Dalam sektor kesehatan, ia berdampak pada banyaknya korban yang terjangkit Covid-19 bahkan hingga merenggang nyawa.

Sedangkan dalam sektor ekonomi, negara di seluruh belahan dunia sedang mengalami krisis ekonomi. Ia berimbas pada banyaknya karyawan yang di PHK hingga menyebabkan banyaknya pengangguran di situasi yang serba susah ini.

Dengan kondisi sulit kini dan kasus positif Covid-19 yang semakin meningkat, membuat pemerintah mengeluarkan beragam pencegahan penyebaran Covid-19. Beragam aturan diterapkan mulai dari pelarangan mudik, adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga physical distancing. PSBB begitu mempengaruhi aktivitas harian masyarakat meliputi pembatasan kegiatan keagamaan, peliburan sekolah dan tempat kerja, serta pembatasan kegiatan di tempat umum.

Hal ini menjadikan situasi kini tidak bisa disikapi seperti sama sebagaimana sebelumnya. Dengan kondisi yang demikian, perkumpulan semestinya dihindari untuk kebaikan bersama. Ini menjadi tantangan kita kemudian untuk seharusnya menunda tradisi perkumpulan.

Baca Juga  Ancaman Penyakit Masa Lalu dalam Penanganan Covid-19

Lebaran yang Berbeda

Pelarangan mudik dan solat berjamaah di masjid menjadi sesuatu yang terkesan bertolakbelakang dengan nuansa lebaran biasanya. Sebagaimana diketahui, hari raya Idul Fitri menjadi puncak dari pelaksanaan ibadah puasa.

Umat Islam yang telah selesai melaksanakan ibadah puasa Ramadan akan diampuni dosanya sehingga menjadi suci kembali seperti bayi yang baru lahir. Karenanya, Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa, yaitu menjadi manusia yang bertaqwa.

Lebaran Idul Fitri sebagai puncak dari rangkaian ibadah puasa, dirayakan dengan meriah di berbagai tradisi khas di setiap daerah. Tradisi seperti mudik, takbir keliling, bagi-bagi Tunjangan Hari Raya (THR), ziarah makam, Sowan (Nyadran), Halal Bi Halal, dan mengenakan baju baru justru menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Pasalnya, beberapa tradisi tersebut telah diatur oleh pemerintah sebagaimana tercantum dalam kebijakan PSBB.

Segala perkumpulan dihindarkan oleh pemerintah, seperti terbitnya larangan penggunaan transportasi umum untuk mudik per 23 April 2020. Namun, dalam kenyataannya, aturan tersebut masih bisa dilanggar oleh sebagian masyarakat, meski pemerintah melarang mudik.

Tradisi yang Diresahkan

Seperti di Brebes, Jawa Tengah, masih banyak ditemui yang melakukan perkumpulan atas nama lebaran. Hingga H-3 lebaran jalan pantura dipadati oleh para pemudik dengan iring-ringan kendaraan pemudik yang terus melintasi ruas jalan. Bahkan menjelang H-3, lebaran total pemudik di Brebes mencapai 103.516.

Menjelang lebaran, nyekar atau ziarah kubur masih dilakukan oleh beberapa kalangan meski telah dilarang atas dasar perkumpulan orang banyak. Bukan hanya itu, tradisi takbir keliling juga masih dilakukan. Walaupun hal tersebut sangat berbahaya di mana virus corona sangat rentan ditularkan melalui kerumuman orang, ia masih dilakukan.

Baca Juga  Dalam Kacamata Pendidikan, Film ‘Penghianatan G30 S PKI’ itu Tak Perlu Ditonton!

Pada momen lebaran juga, tradisi keliling kampung dan meminta maaf masih dilakukan di Brebes meski tidak seramai lebaran sebelumnya. Meski lebaran di tengah pandemi begitu membahayakan karena potensi kontak fisik dengan orang lain, namun kenyataannya ia masih dilakukan. Ia dilakukan dengan mendatangi setiap pintu-pintu rumah tetangga, kerabat, dan keluarga untuk sowan atau nyadran (istilah jawa).

***

Lebaran tahun 2020 ini negara sedang dilanda wabah corona yang telah memakan banyak korban dan membuat roda perekonomian lesu. Dalam situasi ini, hendaknya masyarakat dapat mempertimbangkan resiko yang dapat terjadi jika melakukan tradisi lebaran yang saling berkumpul.

Meski pemerintah telah berusaha menahan penyebaran corona, hasilnya akan sama saja bila masyarakat tidak bekerja sama menjalankan prinsip pencegahan. Kedisiplinan seluruh masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan dan berbagai imbauan pemerintah menjadi kunci penanggulangan pandemi Covid-19.

Patuh terhadap tradisi sejatinya menjadi hal yang digaungkan oleh masyarakat. Namun menjalankan tradisi yang ada hendaknya harus pula dipertimbangkan dengan situasi yang sedang terjadi.

Editor : Shidqi Mukhtasor

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Gelombang Protes dari Dunia Kampus Menguat, Akankah Terjadi 'American Spring'?

4 Mins read
Pada tahun 2010-2011 terjadi demonstrasi besar-besaran di sejumlah negara Arab. Protes tersebut menuntut pemerintahan segera diganti karena dianggap tidak lagi ‘pro-rakyat’. Protes…
Perspektif

Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

3 Mins read
Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…
Perspektif

Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

3 Mins read
Kita harus menang! Tetapi di manakah letak kemenangan itu? Yaitu di balik perjuangan dan kepayahan. Di balik keringat, darah, dan air mata….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *