Perspektif

Santri Masuk Juni Hiraukan Pandemi, Bisakah?

3 Mins read

Pada bulan Juni lembaga pendidikan di Indonesia biasanya telah memulai tahun ajaran barunya dengan kegiatan belajar mengajar (KBM). Namun pada tahun ini, nampaknya liburan untuk para siswa di bulan Juni masih diberlakukan, bahkan mungkin diperpanjang hingga kondisi pandemi wabah di negri ini membaik.

Akan tetapi, bila lembaga pendidikan menggantungkan situasi covid-19 yang masih misteri, lantas sampai kapankah KBM dapat berjalan? Terlebih lembaga pendidikan yang notabene pesantren. Dimana para santrinya harus melakukan seluruh kegiatannya di asrama yang berbeda dengan siswa. Maka dari itulah, untuk memulai segala aktifitas diberlakukan istilah new normal pada negri ini. Meski begitu, masyarakat akan tetap dihimbau untuk melakukan physical distancing sebagai salah satu bentuk protokol kesehatan. Lantas, jika protokol kesehatan ini diterapkan di pesantren pula, bisakah para santri mematuhinya? Untuk menjawab pertanyaan ini, penulis akan mengupas sekaligus memberikan gambaran kehidupan di pesantren.

Pesantren dan Kehidupan di Dalamnya

Pesantren merupakan tempat tinggal bagi orang yang mempelajari ilmu agama Islam atau kerap disebut santri. Namun, di zaman modern saat ini pesantren tidak hanya mengajarkan nilai-nilai keislaman, namun juga ilmu-ilmu umum agar tak tertinggal oleh kemajuan zaman. Adapun metode atau manhaj pendidikan pesantren berbeda dengan sistem yang diterapkan pada sekolah umum lainnya. Sebab, pesantren menerapkan sistem belajar 24 jam dengan tempat tinggal asrama yang penuh dengan kedisiplin. Mulai shubuh, mereka harus bangun untuk mendirikan sholat shubuh berjamaah dan mendengarkan kultum, lalu berangkat sekolah dengan disiplin, begitu juga dengan kedisplinan sholat fardhu berjamaah, hingga etika tidur bersama santri lainnya. Berbeda dengan lembaga pendidikan non pesantren, dimana para siswa hanya melakukan aktifitasnya di lingkungan sekolah.

Baca Juga  Syafi’i Ma’arif dan Pendidikan Islam Berparadigma Pembebasan

Selain itu, pesantren juga dikenal dengan ukhuwah Islamiyah atau rasa kebersamaan yang sangat kental. Mengingat santri selalu hidup bersamaan dan bersandingan dimana pun berada yang tak dapat dihindarkan. Seperti makan bersama-sama, antri mandi, dan tidur yang saling berdempetan seperti ikan pindang. Dari gambaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa santri selalu melakukan kontak fisik yang sulit dihindari, Lantas di bulin Juni ini bisakah pesantren melakukan KBM kembali yang seharusnya tahun ajaran baru dimulai, serta dapat mematuhi protokol seperti pertanyaan tadi?

Terlebih tahun ajaran baru pesantren ketambahan santri baru, juga para santri yang berdatangan dari berbagai daerah yang heterogen. Sehingga besar peluang virus melakukan transisi dari tubuh satu ke tubuh lainnya.

Maka jika pada bulan Juni new normal diterapkan, seharusnya pesantren juga sudah bisa melaksanakan tahun ajaran baru. Karna transportasi umum dan beberapa tempat umum juga mulai dibuka. Sehingga dengan dibukanya transportasi ini dapat memudahkan santri kembali ke pesantren bagi yang tidak memiliki kendaraan pribadi.

Penerapan Physical Distancing di Pondok Pesantren

Adapun jika cara santri hidup bermasyarakat dengan santri lainnya jika diterapkan physical distancing seperti protokol kesehatan, hal ini akan sangat menyulitkan dan merepotkan bagi santri sendiri. Sebab, rata-rata pesantren di Indonesia mereka hidup bercampur aduk. Satu kamar dengan luas sekisar 9×5 dihuni oleh 30 an santri, belum lagi berkerumunan antri mandi yang seperti pasar, karna kamar mandi dibangun secara umum, bukan kamar mandi yang tersedia di setiap kamar. Juga antri makan yang berjejer panjang, tidur yang saling berhimpitan, dan shaf jama’ah yang berapatan.

Lantas bagaimana solusi untuk menimalisir kontak fisik sehingga dapat menerapkan physical distancing? Solusinya ialah dengan merubah sistem sosial pesantren yang menjadi “habit” para santri ke kehidupan baru ala covid-19. Antara lain bila sebelumnya sholat jama’ah di masjid berapatan maka bisa diganti dengan berjamaah di kamar masing-masing, karna tidak memungkinkan harus dijarak dengan jumlah santri yang begitu banyak.

Baca Juga  Uswah Hasanah Sebagai Falsafah Pendidikan

Antri mandi yang berkeremunan bisa diatur dengan pembagian kamar mandi setiap kamar, juga antri makan yang memanjang diganti dengan nasi bungkusan dan dibagikan ke setiap kamar sehingga para santri tak lagi perlu mengantri dan tidak berdesakan. Namun ketika tidur masih belum dapat berjarak karna jumlah kamar yang terbatas.

Juga disisi lain, jika kehidupan pesantren ini benar-benar dirubah seperti gambaran tadi demi terlaksananya physical distancing, hal ini bisa jadi akan mengurangi ciri khas pesantren. Sebab salah satu ciri khas dari pesantren adalah kemandirian. Sedangkan gambaran tadi dengan menghilangkan antri makan, dapat membuat santri bermalas-malasan karna bergantung dengan nasi bungkusan yang dibagikan, berbeda dengan sebelumnya yang harus berjuang dengan mengantri panjang.

Lantas, jika usaha physical distancing belum dapat menghasilkan secara maksimal dan dapat menimbulkan kemadhorotan, apakah ada solusi lain?

Alternatif Solusi Physical Distancing di Pondok Pesantren


Maka solusi lainnya ialah dengan mengetes kesehatan para santri. Dimana santri yang memiliki riwayat penyakit bawaan dan berasal dari daerah zona merah dipisahkan dengan santri lainnya, sebab orang yang memiliki penyakit bawaan rentan terinfeksi oleh virus corona. Terlebih penyakit jantung, asma, ginjal kronis, dan penyakit hati, sebagaimana yang dikutip kompas.com yang mengutip situs The Centers for Deseae Control and Prevention (CDC) (13/4/2020). Akan tetapi, cara ini juga tidak dapat sepenuhnya sebagai tindakan preventif. Alasannya terdapat pula orang tanpa gejala (OTG) yang berpotensi menjadi karier atau orang yang menularkan virus ke lainnya.

Dengan demikian, pada bulan Juni ini santri nampaknya masih belum bisa “nyantri” secara maksimal sebagaimana semestinya. Adapun jika menunggu kondisi pandemi yang membaik, hal ini masih belum bisa terpecahkan secara pasti.

Baca Juga  Tanggapan untuk Sdr Nadirsyah Hosen

Editor: Wulan

Avatar
10 posts

About author
Mahasantri P.P Al-Ishlah Paciran, Lamongan
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *