Perspektif

Indonesia Punya Modal Kebangsaan yang Solid

2 Mins read

Kita hidup dalam dunia yang tidak sempurna. Berbagai permasalahan hidup membebani kehidupan kita. Dari permasalahan ekonomi, politik, keamanan, hingga gesekan sosial di masyarakat.

Kita sebagai bangsa Indonesia pastinya bukan pengecualian. Sebagai bangsa besar yang sangat ragam, baik secara etnis, ras, budaya dan agama, Indonesia tidak terbebaskan dari gesekan-gesekan sosial itu.

Tentu di satu sisi kita terganggu, bahkan mungkin pada tataran tertentu kita khawatir dan resah akan masa depan bangsa ini. Tapi di satu sisi, selain kita memang hidup dalam dunia nyata yang penuh ketidaksempurnaan, juga kerap kali tindakan kita didorong oleh kepentingan sempit dan parsial.

Di saat-saat seperti itulah yang seharusnya disadari adalah bahwa masa depan bangsa ini akan banyak ditentukan oleh cara pandang (mindset) dan karakter kebangsaan yang kita bangun bersama dalam melihat permasalahan-permasalahan Kebangsaan kita.

Saya melihat bahwa dalam suasana seperti saat ini, di hadapan kita hanya dua kemungkinan pilihan. Membangun pandangan positif yang konstruktif. Atau sebaliknya, membangun pandangan negatif yang destruktif.

Modal Kebangsaan

Selain pandangan dan karakter positif yang konstruktif di atas, kita juga harusnya disadarkan oleh kenyataan bahwa bangsa ini memiliki modal kebangsaan yang solid. Itulah jiwa dan karakter kebersamaan, gotong royong dan semangat kekeluargaan yang mengakar dalam kehidupan kita sebagai bangsa.

Bahwa bangsa kita, dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan itu memiliki tabiat asli (genuine character) yang harusnya menjadi dasar dalam membangun interaksi kebangsaan itu. Yaitu, merangkul keragaman sebagai bagian dari nilai dan karakter kebangsaan yang mahal.

Konsep Bhinneka Tunggal Ika menjadi bingkai Kebangsaan yang merajut keragaman itu. Bahwa perbedaan ras, suku, bahasa, budaya dan keyakinan agama, tidak dilihat sebagai kekurangan dan ancaman. Tapi aset dan kekayaan yang harus dijaga dan ditumbuhsuburkan.

Baca Juga  Memahami Genealogi Studi Tafsir Al-Qur'an di Indonesia

Kesadaran seperti itulah yang seharusnya membangun cara pandang dan sikap toleransi. Itu pula yang akan menguatkan kerukunan yang seharusnya terjadi di antara elemen-elemen bangsa yang ragam itu.

***

Lebih dari itu, dalam tatanan kebangsaan kita, dan di tengah eksistensi partikularitas elemen-elemen bangsa, kita memiliki acuan sebagai modal kebangsaan yang telah teradopsi secara matang dan dalam kesepakatan bersama oleh founding fathers bangsa ini. Itulah Pancasila dan UUD 45.

Dan karenanya dengan cara pandang positif dan karakter positif itu kita akan bersama-sama menjaga yang sudah baik, dan juga bersama-sama memperbaiki hal-hal yang masih kurang baik. Bukan sebaliknya justru menggali-gali sesuatu yang dianggap sebagai kekurangan bangsa sendiri.

Tentu lebih runyam lagi, dengan sengaja atau tidak, membuka kekurangan yang ada ke mata dunia yang kerap kali bertepuk dengan kekurangan dan kelemahan kita sebagai bangsa.

Saya mengajak kita semua untuk selalu berpikiran positif, berkarakter positif, dan mengedepankan i’tikad positif kepada bangsa kita. Kekurangan pada masing-masing elemen bangsa seharusnya tidak dijadikan alasan untuk semakin menggali lobang dan mencampakkan nilai-nilai mulia kebangsaan kita.

Justru sebaliknya kekurangan kita sebagai bangsa seharusnya menjadi motivasi untuk kita semua untuk bersama-sama menyadarinya, sekaligus berusaha untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Bukan dipromosikan dan/atau dijadikan alat untuk mengail ikan di air keruh.

***

Khusus kita para diaspora yang berada di luar Indonesia, baik yang masih berpaspor Indonesia atau sudah berpaspor lain, hendaknya kita semua berusaha menjaga nama baik bangsa. Salah satunya dengan selalu mempromosikan hal-hal yang baik dan positif dari bangsa ini.

Saya ingin mengingatkan satu hal untuk bangsa ini. Bahwa agama itu secara sosial semua baik dan mengajarkan kebaikan. Karenanya agama seharusnya merekatkan, bukan memporakporandakan bingkai kebangsaan kita.

Baca Juga  Mbah Liem, Pendiri Pesantren Pancasila Sakti dan Pencetus Slogan NKRI Harga Mati

Tapi semua itu memerlukan ketulusan dan kejujuran. Kejujuran dan ketulusan dalam menjunjung nilai-nilai agama dalam bingkai kebangsaan itulah yang akan membangun toleransi sejati dalam kehidupan berbangsa.

Akhinya, sekali lagi kita saling mengingatkan untuk tidak melihat keragaman ras, etnis, budaya dan agama sebagai alasan untuk saling menjauh, menyalahkan, bermusuhan dan berpecah belah. Tapi hendaknya dirangkul sebagai bagian dari sunnatullah (hukum Tuhan) dan karuniaNya bagi bangsa ini.

Dan lebih spesifik lagi, hendaknya dijadikan sebagai modal utama yang sangat berharga dalam merakit dan merajut kehidupan berbangsa kita tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Salam Persatuan!

Editor: Arif

Avatar
48 posts

About author
Direktur Jamaica Muslim Center NY/ Presiden Nusantara Foundation
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds