Banyak orang yang menyamaratakan ‘yahudi’ (orang-orang yahudi), mereka beranggapan bahwa semua orang yahudi adalah anti kemanusiaan, kejam, biadab, dan masih banyak predikat buruk lain yang dilekatkan kepada orang yahudi. Palestina adalah korban sekaligus bukti dari kekejaman sifat orang yahudi.
Namun, benarkah semua orang yahudi memiliki sifat yang penulis sebut diawal? Adakah orang yahudi yang mengutuk perlakuan zionis Israel kepada rakyat Palestina? Bila ada, seberapa banyak orang itu? Semua pertanyaan ini akan dijawab secara singkat, padat dan jelas dalam tulisan ini.
Yahudi Zionis dan Yahudi non Zionis
Ternyata anggapan banyak orang, bahwa semua orang yahudi ‘anti kemanusiaan’ adalah salah besar. Faktanya, Yahudi terbagi menjadi dua, yang pertama, Yahudi Zionis pendukung Israel. Yang kedua, Yahudi non Zionis yang kritis, tercerahkan dan menolak Zionisme.
Meskipun Yahudi pendukung Israel masih mayoritas di dunia.
Namun kelompok yang kritis dan menentang Zionisme makin hari makin meningkat. Kelompok yang belakangan ini melihat jauh ke depan dan sadar bahwa tingkah laku rezim Zionis saat ini dalam jangka panjang akan merugikan dan menghancurkan diri orang yahudi sendiri.
Gilad Atzmon: Yahudi Pembela Palestina
Dalam artikel panjang yang dikirim ke The Palestine Chronicle Online, Gilad membeberkan perjalanan hidupnya yang dramatis, berikut adalah inti dari artikel tersebut. Gilad lahir di Tel Aviv pada 9 Juni 1963 di lingkungan keluarga Zionis, yang agak sekuler. Gilad mempunyai kakek seorang Zionis tulen yang karismatik, pernah menduduki posisi komando pada sayap kanan organisasi terror Irgun.
Kakek Gilad ini banyak dipengaruhi oleh pandangan mentornya, Zeev Jabotinsky, karena dia percaya pada filosofi “Iron Wall” (Dinding Besi). Artinya orang Arab pada umumnya dan orang Palestina khususnya, harus dihadapi tanpa takut dan dengan cara yang kejam. Kakeknya sering mengulangi nyanyian Betar: “In blood and sweat, we would erect our race (dalam darah dan keringat, kita tegakan ras kita).
Kaum Zionis percaya sekali bahwa mereka adalah manusia pilihan yang tidak boleh tunduk kepada siapapun, dan kepada apapun. Menurut Buya Syafi’I, ‘keyakinan akan keunggulan ras ini menempatkan orang Yahudi Zionis sebagai manusia yang harus dicurigai.
Musik dan Gilad
Sesuatu yang tak terduga terjadi saat Gilad mengikuti program music Jazz pada larut malam. Dia mendengar suara pemusik hitam dipanggil Bird (nama aslinya Charlie Parker). Dengan gesekan tali musiknya yang sangat menyentuh. Batin Gilad terpukul. Gilad menyadari bahwa, Bird adalah seorang kulit hitam tapi dia adalah pemusik yang luar biasa.
Hal ini semacam menjadi pembuka jendela (revelation) dalam dunia Gilad yang selama ini percaya bahwa hanya orang Yahudi yang dikaitkan dengan semua yang baik. Bagi Gilad, Bird adalah awal dalam sebuah perjalanan.
Selepas mengikuti acara music Jazz, Gilad dalam tempo singkat mulai belajar memainkan instrument music seksofon, baik siang ataupun malam, dengan penuh kesungguhan. Dalam tempo sebulan, Gilad telah belajar tentang pemusik Sonny Rollins, Joe Henderson, Hank Mobley, Monk, Oscar Peterson, dan Duke.
Dalam tempo singkat Gilad sudah menjadi pemusik hebat. Ayah Gilad pernah berkomentar tentang kehebatan Gilad dalam bermusik, bahwa Gilad memang punya bakat alamiah dalam bermusik yang dia warisi dari keluarganya
Apa dampak langsungnya atas sikap batin Gilad dengan berkenalan dengan sentuhan kemanusiaan music Jazz orang kulit hitam itu? Jawabannya adalah:
“…semakin saya mendengarkan (mereka), semakin insaflah saya, bahwa didikan awal yang bercorak Judeo-centric (serba berpusat pada keyahudian) seluruhnya salah.”
Sesudah sebulan bersahabat dengan seksofon, mulutnya tergerak untuk mengatakan bahwa antusiasme Zionis menjadi punah sama sekali dalam dirinya. Berkat music Jazz, sebuah revolusi spiritual yang dahsyat berlaku telah berlaku dalam diri Gilad.
Sebuah Peristiwa yang Mengubah Jalan Hidup Gilad
Pada musim panas bulan Juli, Gilad dikirim ke Lebanon Selatan, persis berbatasan dengan Israel Utara, untuk melakukan tur konser music demi menghibur tentara Zionis yang sedang bertempur disana. Awal Juli yang mendidih. Melalui jalan kotor penuh debu, kru music itu tiba di sebuah neraka di bumi.
Di sana terdapat sebuah tempat penahanan musuh yang tertangkap. Tempat itu dipagari kawat berduri. Berjalanlah mereka sepanjang kawat berduri yang panjang, disamping melalui menara-menara pos penjaga. Gilad menarik napas panjang dan batinnya terluka, karena tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Gilad bertanya kepada penjaga,” ‘siapakah mereka?’ Mereka itu rakyat Palestina,” jawab sang penjaga.
Saat melintasi pagar kawat berduri itu, Gilad menyadari tentang kebenaran mutlak, bahwa ada banyak kebohongan tentang perang yang sedang berlangsung untuk membela tempat perlindungan Israel.
Kejadian itu cukup meyakinkan Gilad untuk berpisah dengan negara Zionis. Namun, pengetahuannya tentang Palestina, Nakba, atau bahkan Yudaisme dan Keyahudian saat itu masih sangat terbatas.palin-paling dia tahu bahwa Israel itu buruk, dan karenanya tidak mau berhubungan lagi dengannya. Akhirnya dia memutuskan untuk hijrah ke Eropa.
Selama bertahun-tahun, dipelajarinya dengan seksama konflik Israel-Palestina, tentang penindasan, tentang kepalsuan Zioonisme, tentang perpecahan dikalangan orang Yahudi. Dia semakin menyadari, bahwa selama ini dia hidup di bumi orang lain, bukan milik Israel.
Pada 1948, orang Palestina tidaklah pergi dengan sukarela, tetapi melalui pembersihan etnis secara brutal yang dilakukan oleh kakek Gilad dan kelompoknya. Pembersihan etnis tak pernah berhenti di Israel, bentuk dan coraknya saja yang berbeda. Contoh paling nyata adalah UU pulang kampong (the law of retrun), yang isinya sama dengan mengusir orang Palestina dan mendorong orang Yahudi berduyun-duyun ke Israel. Orang Palestina tak punya hak untuk kembali ke kampong halamnnya.
Solusi Negara Tunggal
Di bagian awal tulisan ini, telah disinggung bahwa semakin hari semakin banyak saja keturunan Yahudi yang anti terhadap Zionis. Namun, yang menarik dari Gilad adalah idenya tentang ‘solusi negara tunggal’. Bagi Gilad, penyelesaian konflik Israel-Palestina yang sudah lama berlangsung itu adalah tegaknya negara tunggal yang merdeka, yaitu Palestina.
Dalam sebuah wawancara, Gilad menegaskan pendiriannya:
‘bagi saya sudah jelas bahwa Israel adalah sebuah negara, tetapi Palestina adalah tanah. Negara-negara bangkit dan jatuh, tetapi tanah tetap di sana untuk bertahan selamanya. Israel menjadi bagian dari masa silam. Kita akan menyaksikan sebuah negara (yang terbentang) dari sungai sampai laut, dan negara yang akan lahir itu adalah Palestina. Prinsip ini bersifat etikal sekaligus rasional sebagai lawan dari filosofi Zionis yang bersifat non-etikal dan irasional.’
Bagi Gilad, orang Yahudi harus meninggalkan bumi Palestina dan mengembara menuju sebuah nasib yang tak terpetakan, atau mereka dihalau ke planet lain. Ungkapan ini memang terdengar kejam ditelinga, tapi itulah Gilad, Yahudi pembela kemanusiaan.