Akhlak

Etika Berperang pada Masa Rasulullah

3 Mins read

Etika Berperang—-Baru-baru ini, dunia pendidikan digemparkan oleh  polemik bahwa Kementerian Agama (Kemenag) RI akan menghilangkan materi perang dalam buku pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam. Namun, Kemenag telah mengklarifikasi dan memepertegas kembali berkenaan berita tersebut. Kedepannya pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam yang akan disajikan pada tingkat madrasah, lebih ditonjolkan pembahasan seputar tongggak sejarah pembangunan peradaban Islam.

Hal tersebut sejalan dengan beredarnya berita jika Islam selalu disebarkan dengan perang. Sedangkan realitasnya, tidak merujuk pada asumsi-asumsi tersebut. Sebagai intelek milenial, kita tentu paham jika polemik tentang peperangan yang dimaksud hanyalah fakta-fakta sejarah yang ditransformasikan dalam bentuk ilmu pengetahuan. Sehingga, sangat dibutuhkan keterampilan dan profesionalitas guru dalam mengayomi siswa-siswinya untuk mengambil ibrah dari sejarah Rasulullah SAW.

Hakikatnya, Islam pun sangat tidak senang dan takut dengan peperangan di mana mereka harus saling membunuh satu sama lain. Sehingga Allah SWT menurunkan firman-Nya (QS. Al-Baqarah ayat 190) melarang tegas untuk berlebih-lebihan dalam peperangan. Seperti memutilasi, mencincang, mengambil jantung, mengambil usus, dan lain sebagainya.

Singkatnya, kehidupan sekarang merupakan implikasi dari Islam yang disebarkan dengan damai pada masa lalu. Peperangan yang dilakukan pada zaman Rasulullah, bukan berarti Islam didakwahkan dengan kekerasan. Akan tetapi, bentuk penegakkan dan mempertahankan agama Islam.

Perang terjadi secara kondisional, di mana kaum kafir Quraisy begitu membenci Rasulullah yang mendakwahkan agama Islam. Sehingga mereka ingin menggagalkan misi dakwah Rasulullah dengan membunuh dan mencelakan beliau serta para pengikutnya.

Etika Berperang

Islam muncul sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sebagaimana layaknya kehidupan yang sejahtera yang kita rasakan saat ini. Kini, orang-orang muslim bisa hidup berdampingan dengan harmonis, sejahtera, damai, rukun, dan tak lupa saling tolong menolong serta mengasihi dengan orang-orang non muslim. Bahkan ada etika berperang yang diajarkan Rasulullah SAW:

Baca Juga  Manusia, Khalifah yang Harus Kembali ke Fitrah

Pertama, dilarang membunuh anak-anak, wanita, dan orang-orang yang lanjud usia. Islam sangat menjujung tinggi harkat dan martabat seorang wanita. Bahkan dalam Al-Qur’an maupun hadis, banyak ayat-ayat yang menyinggung bagaimana seorang wanita harus beretika dan berpakaian yang baik dan sopan. Sama halnya dalam kondisi perang, Rasulullah SAW melarang keras untuk membunuh kaum wanita dan anak-anak, ataupun orang-orang yang lanjut usia. Sebagaimana yang disampaikan dalam hadis yang menyinggung untuk tidak membunuh anak-anak.

Dari Aswan bin Sari’ RA: “Aku menemui Rasulullah dan ikut berperang bersama beliau. Pada waktu itu bertepatan pada waktu Zuhur. Anggota pasukan bertempur dengan hebat sehingga membunuh anak-anak. Beliau bersabda, ‘Mengapa orang-orang itu melampaui batas dalam berperang sehingga membunuh anak-anak?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka adalah anak-anak kaum musyrikin. ‘Rasulullah menjawab, ‘Ingatlah, sesungguhnya orang-orang terbaik dari kamu adalah anak-anak kaum musyrikin’. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Ingat, janganlah membunuh anak-anak.Beliau juga bersabda,‘Setiap jiwa terlahir di atas fitrah hingga ia mampu mengungkapkan sendiri dengan lisannya apa yang ada di dalam hatinya. Lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nasrani”. (HR. An Nasai, Ahmad, Al Hakim, dan Baihaqi)

Dalam hadis Rasulullah yang lain, adapun yang melarang untuk membunuh orang-orang yang telah lanjut usia: “Beranjaklah kalian untuk berperang dengan menyebut nama Allah, demi Allah dan di atas agama Rasulullah. Janganlah kalian membunuh orangtua yang fana (lanjut usia), jangan pula bayi, anak-anak, perempua. Janganlah kalian berlebih-lebihan. Lalu kumpulkanlah binatang ternak dan ciptakanlah kedamaian serta berbuat baiklah”. (HR. Abu Daud).

***

Kedua, memberikan kecukupan pangan kepada fakir miskin dan tawanan perang. Islam mengajarkan begitu banyak kebaikan bahkan etika memperlakukan musuh (tawanan perang). Dikisahkan bahwa pada zaman Rasulullah dan para sahabat, mereka memberikan logistik kepada anak-anak, wanita, fakir miskin, dan para tawanan perang.

Baca Juga  Idulfitri untuk Mengembalikan Autentisitas Diri

Hal ini dilakukan dalam rangka melakukan kebaikan untuk mencapai keridaan Allah SWT.  Sebab mereka itulah yang tengah ditinggalkan suami dan kerabat. Sehingga sekali-kalipun, Islam tidak mengajarkan untuk menganiaya mereka (fakir miskin).

Sebagaimana yang dijelaskan Allah dalam firman-Nya QS. Al-Insan ayat 8: “Dan Allah memberikan makanan dalam kondisi mereka menginginkannya karena mereka juga membutuhkannya dan menyukainya. Mereka memberikan makanan kepada orang-orang yang membutuhkan, dari kalangan orang-orang fakir, anak-anak yatim, dan tawanan”.

Ketiga, memberikan kemudahan untuk para tawanan perang.Dalam mengurus tawanan perang, para sahabat berbeda pendapat. Umar menginginkan mereka untuk dibunuh, sedangkan Abu Bakar mengusulkan untuk dibebaskan.

Akan tetapi, Rasulullah sebagai Khalifah memberi keputusan yang sangat bijak dan bersepakat untuk membebaskan para tawanan perang dengan syarat. Pertama, membayar tebusan 120 dinar. Kedua, yang tidak mampu  membayar diwajibkan untuk mengajar dan berdedikasi kepada masyarakat Madinah untuk mengajarkan mereka baca-tulis.

Keempat, mengizinkan kaum Quraisy mengambil jasad korban perang. Sekali lagi, Islam anti akan kekerasan kecuali kondisi yang memaksakan dan mengharuskan mereka untuk berperang, demi menegakkan kebenaran di jalan Allah. Bahkan ketika banyak dari kaum Quraisy yang meninggal dunia, Rasulullah memperbolehkan mengambil korban dan mengebumikannya dengan segera.

Amr bin Walid tokoh dari golongan kaum Quraisy meninggal dunia setelah berperang melawan tokoh muslim Ali dalam perang Khandak. Kaum Quraisy meminta untuk mengambil jasad Amr bin walid dengan menawarkan imbalan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Ambil saja untuk kalian, kami tidak memakan harga orang mati”. (HR. AT-Tirmidzy dan al-Baihaqi).

Editor: Yahya FR
Avatar
1 posts

About author
Nondini Sulaiman lahir pada 28 februari 2000 di Lamahala, Flores Timur. Ia gadis berdarah Timur ini biasa disapa juga dengan Nondini. sekarang ia sedang menempuh S1 Pendidikan Agama Islam di Universitas Muhammadiyah Malang. hobinya adalah menulis sastra dan aktif di dunia literasi.
Articles
Related posts
Akhlak

Mentalitas Orang yang Beriman

3 Mins read
Hampir semua orang ingin menjadi pribadi yang merdeka dan berdaulat. Mereka ingin memegang kendali penuh atas diri, tanpa intervensi dan ketakutan atas…
Akhlak

Solusi Islam untuk Atasi FOPO

2 Mins read
Pernahkan kalian merasa khawatir atau muncul perasaan takut karena kehilangan atau ketinggalan sesuatu yang penting dan menyenangkan yang sedang tren? Jika iya,…
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds