Aceh memang menyimpan banyak kebudayaan unik yang sarat akan perjuangan. Salah satunya Prang Sabi. Sebelum membahas mengenai Prang Sabi, lebih dulu kita perdalam bagaimana pejuang Aceh dalam menyerang Belanda kala itu. Pada tahun 1873, di bawah pimpinan Jendral Johan Harmen Rudolf Kohler, Belanda pertama kali menyatakan perang terhadap Aceh. Hal ini ditandai dengan tembakan meriam dari kapal perang ke daratan Aceh.
Aceh dan Perjuangan
Jendral Kohler beserta para tentaranya sempat mengambil alih Masjid Raya Baiturrahman. Namun, pihak Aceh yang dikomandoi oleh Sultan Mahmud Syah memberikan perlawanan kepada Belanda. Sebanyak 3000 pasukan Kohler berhasil dikalahkan, bahkan Jendral Kohler terbunuh pada tanggal 14 April 1873.
Masjid Raya Baiturrahman yang semula diambil alih berhasil di rebut kembali. Belanda tentunya tidak menyerah, kegagalan mereka pada ekspedisi pertama membuat mereka hilang muka. Hal ini membuat mereka kembali ke Aceh dengan persiapan yang lebih matang. Dan ternyata benar, Belanda berhasil menduduki beberapa wilayah yang ada di Aceh.
Aceh yang mempunyai penduduk muslim di Indonesia tentu tak akan membiarkan wilayahnya dikuasai oleh penjajah. Di bawah komando Ulama dan Umara, pejuang Aceh terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Baik laki-laki maupun perempuan, semuanya turun perang. Perang di Aceh berlangsung selama 30 tahun lebih. Selama itu pula Belanda tak pernah berhasil meraih Aceh secara utuh. Salah satu bukti perlawanan kuat dari masyarakat.
Sejarah
Seperti yang kita ketahui bahwa Aceh sangat sulit untuk dikalahkan oleh Belanda. Hal ini di dasari oleh peran Ulama. Ulama berperan dalam memberikan spirit perjuangan kepada rakyat Aceh. Dan ini bagaikan kobaran api yang membakar semangat pejuang Aceh untuk berperang tanpa rasa ketakutan.
Perang tersebut tak selamanya berjalan mulus. Suatu ketika, para pejuang ini sempat mengalami tekanan batin yang luar biasa. Hal ini dikarenakan banyaknya Ulama yang gugur. Keberadaan Ulama selama ini memang sangat kuat dalam membangkitkan semangat pejuang.
Melihat hal itu, Teungku Chik Tanoh Abe memerintahkan Teungku Chik Pante Kulu untuk menulis hikmah berperang fii sabilillah. Hal ini dimaksudkan untuk membakar semangat pejuang Aceh yang kala itu sempat jatuh. Teungku Chik Pante Kulu akhirya menulis sebuah hikayat dalam bentuk syair yang akhirnya memberi pengaruh luar biasa kepada pejuang Aceh
Zentgraf, seorang penulis asal Belanda dalam karyanya “Aceh” pernah meyatakan bahwa hikayat prang sabi merupakan karya sastra yang berbahaya. Banyak pemuda Aceh yang memantapkan hatinya untuk turun ke medan perang atas pengaruh dari hikayat prang sabi.
Jika ditelaah lebih jauh, tulisan Teungku Chiek Pante Kulu, di dalamnya terdapat puji-pujian kepada Allah SWT, juga dijelaskan pahala bagi mereka yang syahid. Tak lupa kisah Ainul Mardhiah, sosok bidadari surga yang merindukan jodohnya dari orang-orang syahid.
Prang Sabi
Adapun keutamaan berperang fii sabilillah dalam penggalan hikayat Prang Sabi adalah sebagai berikut:
” Tajak prang musoh beu runtoh dum sitree nabi
Nyang meu ungki keu Rabbi keu poe nyang esa
Meusoe han tem prang cit malang ceulaka tuboh rugo roh
Syuruga tan roh rugoe roh balah neuraka”
“Beudiadari meurinti geudong geu pandang
Geu eu cut bang meucang dalam prang sabi
Hoka judo rakan o syahid dalam prang dan meunang
Geuperap rijang peutamong syuruga tinggi”
“Salam alaikum teungku meutuah
Katroh neulangkah neuwo bak kamoe
Amanah nabi la nabi hana neu ubah neu ubah
Syuruga indah ya Allah pahla prang sabi”
“Darah nyang hanyi nyang hanyi gadoeh di badan
Geuboh le Allah ya Allah deungon kasturi
Dikamoe Aceh la Aceh darah pejuang pejuang
Neubri beu menang ya Allah Aceh mulia”
Pesan Penting
Terdapat banyak pesan penting yang dikatakan oleh Teungku Chik Pante Kulu dalam syair tersebut. Beliau mengatakan bahwa barangsiapa yang tidak ikut berperang fii sabilillah, merupakan sebuah kerugian terbesar bagi dirinya. Allah SWT menjanjikan surga terindah bagi yang syahid dan mengancam bagi mereka yang tidak ikut berperang dengan balasan neraka.
Di sisi lain, para bidadari berdiri berjejeran sambil melihat para pejuang berperang. Tatkala ada pejuang yang syahid maka Allah percepat pejuang tersebut untuk masuk surga dan dijodohkan dengan bidadari tersebut. Allah SWT juga akan menggantikan bau darah yang bercak di badan dengan wangi kasturi. Dan diakhir syair tersebut juga Teungku Chik Pante Kulu berharap agar Allah memberikan kemuliaan dan kemenangan bagi Aceh.
Hingga kini hikayat prang sabi terus dikenang oleh segenap masyarakat Aceh. Bahkan hikayat prang sabi telah dibukukan dan dirilis dalam sebuah lagu. Hal ini dimaksudkan agar generasi Aceh kedepan paham betapa patriotismenya bangsa Aceh dahulu.
Editor: Sri/Nabhan