Fikih

Pernikahan Dini dalam Pandangan Islam

3 Mins read

Pernikahan merupakan salah satu ibadah. Adalah suatu ikatan atau janji yang dilaksanakan dua orang pasangan secara sah menurut agama, hukum, sosial, dan negara. Ikatan itu diharapkan memperoleh kehidupan yang sakinah (tenang dan damai), mawaddah (saling mencintai penuh kasih sayang ), dan warahmah (kehidupaan yang di rahmati). Disisi lain, tujuan utama pernikahan adalah memperoleh kebahagiaan dunia maupun di akhirat. Lantas, bagaimana dengan pernikahan dini dalam Islam?

Pernikahan Dini dalam Islam

Pernikahan dini sering terjadi di kota maupun pedesaan. Pernikahan dini ini sering mengabaikan  peraturan pada UU perkawinan yang terdapat dalam pasal ayat 7 ayat (1). Padahal UU perkawinan tersebut mengatur batasan usia. Batasan usia untuk pria sekitar 20 tahun dan wanita sekitar 16 tahun. Allah Swt. berfirman, “dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu dan orang-orang yang layak dari hamba hamba sahayamu yang lelaki dan yang perempuan” (QS an-Nur (24): 32).

Menurut ulama, yang dimaksud dengan layak adalah kemampuan dalam biologis. Artinya memiliki kemampuan untuk menghasilkan keturunan. Pernikahan dini barang tentu melibatkan pasangan remaja yang sebenarnya masih belum patut. Namun, hal tersebut tetap terjadi dikarenakan berbagai faktor. Misalnya, ada yang di jodohkan oleh orang tua bahkan ada juga karena sudah terlanjur melakukan pergaulan bebas.

Ibnu Syubromah berpendapat terkait pernikahan yang dilakukan Nabi dengan Aisyah yang saat itu masih berumur 6 tahun. Ibnu Syubromah menganggap hal itu adalah ketentuan khusus untuk Nabi Saw. yang tidak dapat ditiru oleh umat Islam. Akan tetapi, menurut pakar mayoritas hukum Islam memperbolehkan pernikahan dini dan sudah menjadi hal yang lumrah di kalangan para sahabat. Bahkan, sebagian ulama melumrahkan hal tersebut yang merupakan hasil interpretasi Surat al-Thalaq ayat 4.

Baca Juga  Fenomena Marital Rape: Bagaimana Membangun Relasi Etis dalam Penikahan?

“Dari Aisyah ra (menceritakan) bahwasannya Nabi menikahinya pada saat beliau masih berumur 6 tahun, menggaulinya sebagai istri pada umur 9 tahun, dan beliau tinggal bersama pada umur 9 tahun pula” [Hadis Shahih Muttafaq’alaihi].

Rasulullah Saw. bersabda “Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mencapai Baah, kawinlah. Karena sesungguhnya pernikahan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu melaksanakannya, hendaklah dia berpuasa karena, sesungguhnya puasa itu akan meredakan hasrat yang bergejolak” (HR Imam yang Lima).

Syarat baligh adalah sifat rasyid atau kecendikan. Dengan demikian, orang yang memiliki sifat ini mampu ambil pertimbangan-pertimbangan yang sehat dan cerdas dalam memutuskan suatu perkara. Selain itu, juga mampu mempertimbangkan baik dan buruk dengan ilmu yang memadai. Yang paling penting ialah kemampuan untuk bersikap mandiri. Seseorang yang memiliki sifat rasyid tentunya mampu menggunakan sesuatu dengan baik. Sehingga, segala hal dapat terlaksana secara arif.

Hukum Pernikahan Dini Untuk Menghindari Maksiat

Sebagai seorang remaja yang rentan dan dikhawatirkan terjerumus kedalam perbuataan maksiat, maka itu pernikahan dini hukumnya sunnah. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan diri dari perbutaan yang terlarang tersebut. Hukum pernikahan menjadi wajib, sebab orang tersebut harus sanggup dan seimbang dalam memenuhi kewajibannya. “Dan (orang-orang beriman) adalah orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya” (QS al-Mu`minun: 8).

Hindun pernah berkata kepada Rasulullah,”Wahai Rasulullah, Abu Sufyan (suaminya) adalah seorang lelaki bakhil, dia tidak mencukupi nafkah untuk-ku dan anak-ku, kecuali aku mengambil hartanya sedang dia tidak tahu”. Nabi bersabda,”Ambillah apa yang mencukupi untukmu dan anakmu secara ma’ruf” (Abdurrahman al-Maliki,

Pentingnya Edukasi Seksual sejak Dini

Penting adanya dukungan sosial dari masyarakat agar menjadikan seseorang lebih bersikap arif dan dewasa. Selain itu kita juga mesti mau belajar dari lingkungan dengan norma-norma yang berlaku. Orang tua tentunya juga berperan penting dalam hal ini. Karena, keluargalah madrasah pertama bagi seorang anak. Disamping itu, meningkatkan kualitas pendidikan formal yang baik juga sangat berperan dalam mengantisipasi pernikahan dini.

Baca Juga  Perkawinan Anak Bukan Sunah!

Pendidikan sangat penting bagi manusia apalagi di era sekarang ini. Jangan sampai kita terjerumus kedalam perbuatan dosa. Dengan adanya pendidikan, terkhusus bagi anak perempuan, cukup ampuh dalam menunda pernikahan dini. Sekolah atau institusi pendidikan lainnya dapat menjadi wadah untuk mengembangkan potensi masing-masing anak. Yang juga tak kalah pentingnya ialah pendidikan agama.

Salah satu saran yang diusulkan oleh Komnas Perempuan terkait hal diatas adalah edukasi seksual dan tentang kesehatan reproduksi untuk anak-anak dan remaja. Hal ini disarankan masuk kedalam kurikulum formal pendidikan. Namun, Budi Wahyuni mengungkapkan jika hal tersebut masih menjadi ekstrakurikuler dan hanya menjadi pilihan peminatan saja.

Editor: Nirwansyah

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa ITB AHMAD DAHLAN JAKARTA
Articles
Related posts
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…
Fikih

Apa Hukumnya Membaca Basmalah Saat Melakukan Maksiat?

2 Mins read
Bagi umat muslim membaca basmalah merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan segala aktivitas. Mulai dari hal kecil hingga hal besar sangat…
Fikih

Bagaimana Hukum Mengqadha' Salat Wajib?

4 Mins read
Dalam menjalani hidup tak lepas dari lika liku kehidupan. Ekonomi surut, lapangan pekerjaan yang sulit, dan beberapa hal lainnya yang menyebabkan seseorang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *