Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa hari raya Idul Adha akan jatuh pada hari Jumat tanggal 31 Juli mendatang. Apakah Idul Adha ini hanya merupakan serangkaian ibadah salat, khutbah dan menyembelih hewan kurban saja?
Ataukah ada nilai-nilai yang turut hadir dalam rangkaian Ibadah Idul Adha ini? Terkhusus nilai keteladanan dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail yang juga melatarbelakangi sejarah rangkaian ibadah haji dan Idul Adha.
Idul Adha
Idul Adha adalah hari raya besar kedua umat islam setelah hari raya Idul Fitri. Idul Adha seringkali disebut atau dikenal denga nnama hari raya haji atau hari raya kurban. Perlu menjadi pertanyaan mengapa hari tersebut dinamakan hari raya kurban?
Apa peristiwa yang melatarbelakanginya sehingga disebut hari raya kurban? Kita sebagai umat muslim sudah tentu saja tidak asing dengan peristiwa yang terjadi di hari itu. Yaitu kisah keteladanan Nabi Ibrahim dan Ismail.
Idul Adha adalah sebuah hari diperingatinya peristiwa kurban, yaitu ketika Nabi Ibrahim yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah. Kemudian sembelihan itu digantikan oleh Allah dengan seekor domba.
Pada hari raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melaksanakan salat Id bersama-sama baik di lapangan maupun di masjid, sama seperti halnya ketika mereka melaksanakan hari raya Idul Fitri.
Setelah salat dilaksanakan, akan dilakukan penyembelihan hewan kurban untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang menyembelih domba sebagai pengganti putranya.
Idul Adha sendiri jatuh setiap tanggal 10 Dzulhijjah, yang mana hari itu jatuh persis 70 hari setelah perayaan hari raya Idul Fitri. Hari itu beserta hari hari tasyrik diharamkan untuk berpuasa bagi umat islam.
Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail
Idul Adha adalah hari yang sangat monumental, yang mengingatkan kita semua akan kesediaan Nabi Ibrahim demi ketaatanya terhadap perintah Allah, untuk menyembelih putranya Ismail.
Kisah yang berawal dari sebuah mimpi seorang Nabi Ibrahim, yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya sendiri. Keesokan harinya, Nabi Ibrahim menceritakan mimpinya kepada putranya ismail.
Namun tatkala pisau yang tajam siap memenggal leher ismail, dengan kehendak Allah digantiNya tubuh ismail yang telah menyediakan diri semata demi cinta kepada Allah dan ayahandanya dengan seekor domba besar.
Sungguh kisah yang menyentuh hati dan patut menjadi bahan renungan kita bersama. Sepasang ayah dan anak yang saling mencintai rela berpisah dan melepas kecintaannya demi memenuhi perintah Allah.
Lebih-lebih Ismail terlahir setelah Nabi Ibrahim berdoa bertahun-tahun tiada henti kepada Allah. Maka sejak kecil ia rawat, pelihara, dan didik dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, kecintaannya tidak menjadi sesuatu yang dicintainya sebagai tandingan akan kecintaanya kepada Allah.
Peristiwa penyembelihan ini merupakan asal mula ibadah kurban yang disunahkan atau sangat dianjurkan bagi orang-orang yang mampu di hari raya Idul Adha. Binatang yang disembelih adalah binatang yang berkaki empat yang dianjurkan sesuai dengan anjuran syariat Islam.
Saat Ismail beranjak dewasa, ia bersama ayahnya kembali mendapat perintah dari Allah untuk membangun Ka’bah di dekat sumur Zamzam. Dan akhirnya Nabi Ibrahim dan Ismail membangun dengan penuh doa.
Perintah tersebut dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail dengan sungguh-sungguh. Sebagaimana Allah berfirman :
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina dasar-dasar Baitullah bersama Ismail seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimahlah amal kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-Baqarah: 127).
Lalu Allah memerintahkan dan mengajarkan kepada Nabi Ibrahim dan Ismail beribadah ke Baitullah. Yang kemudian menjadi asal mula ibadah haji yang terus menerus dijalankan dari Umat Nabi Ibrahim hingga Umat Nabi Muhammad,
Taat dan Tabah
Menelitik dari historinya, bagaimana ketika Nabi Ibrahim di perintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya Ismail. Perintah tersebut didapatkan melalui mimpinya sang ayah dan Ibrahim menyakini perintah tersebut datangnya dari Allah.
Meski berat, ia menyampaikan mimpinya kepada anaknya, Nabi Ismail. Dari sini, kita mendapatkan nilai keteladanan pertama, yakni melaksanakan perintah Allah meski terasa berat sekalipun.
Mendengar mimpi ayahnya, Ismail yakin bahwa benar perintah itu datang dari Allah. Sehingga ia pun patuh dan taat, ia tidak membantah sedikitpun dari perintah ayahnya, dan tidak pula meratapi nasibnya.
Hal ini sebagai bukti patuh dan taatnya Nabi Ismail kepada Allah dan kepada kedua orang tuanya. Nilai keteladanan kedua ini mengajarkan agar kita selalu berbakti kepada kedua orang tua kita di manapun dan kapanpun kita berada.
Perintah untuk menyembelih anaknya Ismail, dilakukan oleh Ibrahim dengan penuh kesabaran yang mendalam. Melihat dari usia Ismail yang masih kecil membuat Nabi Ibrahim harus tabah dalam menjalaninya. Meskipun hal itu terasa sangat berat untuk dilakukan.
Proses penyembelihan putranya Ismail dilakukan dengan penuh keikhlasan sebagai bentuk cinta kasih dan ketaatannya kepada Allah. Nilai keteladanan ketiga ini mengajarkan kepada kita agar abar, tabah, dan ikhlas dalam menjalankan ketaatan pada Allah.
Tawakal dan Yakin
Mendengar mimpi sang ayah, Nabi Ismail tidak pernah berpikiran untuk menolak semua perintah yang diinginkan oleh ayahnya. Dia penuhi dengan penuh pasrah diri tanpa mengeluh sedikitpun. Karena Ismail percaya itu adalah perintah Allah dan dia hanya bisa bertawakal kepada Allah atas apa yang telah ditakdirkan kepadanya dan ayahnya.
Yakinlah, dibalik ujian dari Allah pasti ada hikmah yang besar yang disediakan oleh Allah untuk hambahnya. Nilai keteladanan keempat ini mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bertawakal atas segala ketetapan dari Allah.
Ketika hendak disembelih, Nabi Ibrahim dengan pisaunya yang sangat tajam siap menebas leher anaknya, Nabi Ismail. Tiba-tiba dari atas langit, Allah menurunkan seekor domba untuk mengganti tubuh ismail.
Diawali peristiwa penggantian Ismail dengan seekor domba besar yang akhirnya disembelih sebagai hewan kurban itulah peristiwa hari raya kurban diperingati oleh seluruh umat Islam. Nilai keteladanan kelima mengajarkan kepada kita agar meyakini bahwa semua keputusan Allah adalah yang terbaik bagi kita.
Refleksi Keteladanan
Itulah lima keteladanan yang bisa kita ambil dari kisah dua nabi kita, yaitu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Sosok seorang ayah dan anak yang saling mencintai dan saling menyayangi. Kita tahu bagaimana ketika Nabi Ibrahim berdoa beberapa tahun untuk mendapatkan seorang anak dari istrinya Siti Hajar, yang kemudian lahirlah Nabi Ismail.
Akan tetapi, rasa saling mencintai dan saling menyayangi antara ayah dan anak tidak membatasi dan menghalangi cinta mereka kepada Allah. Inilah yang dinamakan cinta karena Allah. Bagaimanapun kita cinta terhadap kedua orang tua, keluarga, atau sahabat-sahabat kita, hal itu bukan alasan yang menghalangi cinta kita kepada Allah.
Semoga kita bisa meneladani nilai-nilai yang terkandung di dalam kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail serta dapat kita refleksikan dalam kehidupan kita sehari- hari. Dan semoga Allah menjadikan kita hamba yang senantiasa dekat dan bertakwa kepadaNya, Aamiin
Editor: Rifqy N.A./Nabhan