Ibadah

Empat Tingkatan Orang Mengerjakan Shalat, Kamu yang Mana?

4 Mins read

Salah satu barometer kesalehan seorang hamba dapat dilihat dari shalatnya. Dikatakan oleh para ulama, bahwa shalat itu undangan dari Allah untuk menghadap-Nya. Jadi, mushalli itu bukan hanya karena dia mengerjakannya, namun sebab hamba tersebut dianggap mulia di mata Allah, sehingga Allah izinkan menghadap-Nya. Sebaliknya, ketika hamba tidak shalat, bukan hanya sebab tidak ingin melaksanakan, tetapi karena ia sudah jatuh dan terhina dalam pandangan Allah, sehingga tidak diizinkan untuk menghadap kepada-Nya. Setidaknya ada empat tingkatan orang yang mendirikan shalat yang perlu kita ketahui.

Shalat Bagaikan Beban Berat

Tingkatan pertama ialah orang-orang yang menjadikan ibadah shalat sebagai beban berat untuk dijalani. Allah menceritakan dalam Al-Qur’an orang-orang yang seperti ini adalah kelompok orang-orang yang munafik.

“.وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَىٰ…”

Artinya, “Dan apabila mereka (munafik) berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas.” (QS. An-Nisa [4]: 142)

Golongan ini malas untuk mengerjakan shalat, bahkan dianggap sebagai sesuatu yang sangat berat untuk dilaksanakan. Ibarat mereka sedang berdiri di atas bara api, mereka sangat ingin segera menyelesaikan shalatnya dikarenakan tidak ada kesenangan di hatinya.

Menurut Imam Ibnu Katsir, sebabnya, tiada niat dan iman dalam hati mereka, tidak memiliki rasa takut, dan tidak memahami makna shalat yang sesungguhnya.

Terlebih lagi untuk menunaikan shalat isya’ dan subuh, karena sebagaimana Ibnu Hajar mengatakan bahwa godaan untuk meninggalkan dua ibadah itu memang sangat kuat. Ditambah waktu Isya adalah momentum untuk menenangkan diri dan istirahat. Adapun subuh merupakan waktu nikmat-nikmatnya untuk seorang tidur. Padahal bagi orang yang mendirikan dua shalat tersebut akan mendapatkan fadhilah yang luar biasa.

Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, “Dari Abu Hurairah berkata, ‘Rasulullah SAW bersabda, “Shalat yang dirasakan berat bagi orang-orang munafik adalah shalat Isya dan shalat subuh, sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga sholat didirikan, kemudian kusuruh seseorang dan dia mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar untuk menjumpai suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah mereka.” (HR. Muslim).

Baca Juga  Sabar, Kunci Mencapai Shalat yang Khusyu'

Oleh karena itu, segala perasaan berat dan malas memang harus dilawan. Ibnu Abbas mengatakan, bahwa makruh bagi seseorang berdiri untuk shalat dengan sikap malas, melainkan ia harus bangkit untuk menunaikan shalat dengan wajah berseri, hasrat yang besar, dan perasaan gembira. Karena sesungguhnya dia akan bermunajat kepada Allah dan sesungguhnya Allah berada di hadapannya.

Shalat itu kepentingan seseorang kepada Allah, tidak ada urusan yang lebih penting daripada itu. Siapa yang mementingkan Allah, maka Allah akan memperhatikannya. Sebaliknya, siapa yang meremehkan shalatnya berarti dia telah meremehkan Allah, dan yang meremehkan Allah maka ia akan diremehkan oleh-Nya.

Shalat Sebagai Kewajiban

Golongan yang kedua adalah mereka yang menganggap shalat hanya sebagai sebuah kewajiban. Golongan ini mengetahui bahwa shalat adalah perintah dari Allah yang wajib. Mereka juga mengetahui bahwa shalat merupakan tiang agama dan ibadah yang pertama sekali dihitung di Yaumul Mahsyar kelak. Jadi,  mereka tetap mengerjakannya meskipun masih ada perasaan untuk berat dalam dirinya.

Golongan yang shalatnya dianggap sebagai kewajiban belaka, mereka hanya mengerjakan yang lima waktu. Di tingkatan ini, untuk mendirikan shalat-shalat sunnah masih merasa berat atau bahkan memang enggan. Jangankan untuk melaksanakan yang sunnah, shalat wajib saja kalau dapat dikerjakan sesingkat mungkin akan dilakukannya. Karena dalam shalatnya masih belum menghadirkan rasa apa-apa dalam hatinya.

Shalat Karena Merasa Butuh

Golongan ketiga adalah golongan yang shalatnya dijadikan tidak hanya sebagai kewajiban tetapi juga menjadi suatu kebutuhan. Mereka memahami bahwa shalat merupakan bentuk konkrit dari keyakinan hati terhadap Allah yang maha menguasai hidup dan kehidupan manusia serta memiliki seluruh sifat keutamaan.

Manusia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas dan mengharap. Ia selalu membutuhkan sandaran. Kenyataan sehari-hari membuktikan bahwa bersandar pada makhluk, betapapun tinggi kekuatan dan kekuasaannya, seringkali tidak membuahkan hasil. Hanya Allah yang mampu menjadi tempat bersandar seseorang.

Baca Juga  Mana yang Benar, Makan Dulu atau Shalat Dulu?

Sebagaimana dalam firman-nya: ”Yang kami seru selain Allah tidak memiliki apa-apa walau setipis kulit jari sekalipun. Jika kamu meminta kepada mereka, mereka tidak mendengar permintaanmu dan kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan”. (QS. Fathir: 13-14).

Makna dari shalat sendiri adalah “doa”, yaitu keinginan yang dimohonkan kepada Allah. Artinya, dengan shalat seseorang dapat meminta segala hajat dan kebutuhannya. Apalagi saat posisi sujud, dimana saat seseorang meletakkan dahinya dan berbisik lirih kepada Allah dan pasti suara itu akan didengar oleh yang Maha Rahman juga segenap malaikat-malaikat yang ada di langit kemudian mereka juga mendoakan kebaikan untuk orang tersebut.

Berkata Nabi Muhammad Saw, bahwa tempat terdekat seorang hamba dengan Tuhannya adalah saat dia sedang sujud, maka perbanyaklah doa dalam sujud. Sebab doa-doa yang dipanjatkan saat itu sangat mungkin untuk diijabah oleh Allah, apalagi jika doanya dihaturkan di sepertiga malam yang terakhir, waktu dimana manusia sekelilingmu lalai berada dalam mimpi tidurnya.

Shalat Sebagai Penghibur Diri

Tingkatan orang shalat yang terakhir, yaitu hamba-hamba tercinta di sisi Allah yang menjadikan shalat mereka sebagai sebuah hiburan dalam hidup.

Sebagaimana Rasulullah Saw

حُبّبَ إِلَيَّ مِنْ دنياكُمُ النّساءُ والطيبُ وجُعِلَتْ قرةُ عينِي في الصّلاةِ

Artinya: “Di antara dunia kalian yang aku jadikan senang kepadanya adalah perempuan dan wewangian, sedangkan kebahagiaan dan kegembiraan hatiku dijadikan dalam shalat.”

Dikisahkan oleh Ustadzah Halimah, bahwa Nabi Muhammad ketika mendapat kabar para pasukan muslim terkalahkan di medan peperangan, Nabi kemudian melihat Bilal dan bertanya kepadanya, “Apakah sudah masuk waktu shalat? Arihni biha ya Bilal! Ayo Bilal hibur diriku, segeralah adzan! Dan kita akan salat bersama-sama wahai Bilal.”

Baca Juga  Tenangkan Hati dan Pikiran dengan Perbanyak Dzikir

Bukan hanya Nabi Muhammad tapi para sahabat-sahabat Nabi, para tabi’ tabi’in, dan orang-orang saleh juga demikian, menjadikan shalatnya sebagai sebuah kesenangan dunia.  Seperti sahabat Umar Bin Khattab, diriwayatkan bahwa ketika beliau dalam keadaan hatinya lagi khusyuk dan bersambung kepada Allah saat mengerjakan salat sunnah ia akan lupa untuk ruku’ karena tenggelam pada bacaan al-quran, begitu ketika ruku’ ia akan lupa untuk sujud karena nikmatnya memuja-muji Allah dalam ruku’nya, dan begitupula pada rukun-rukun seterusnya. Sehingga beliau harus meminta tolong orang lain untuk mengingatkannya.

Mereka yang berada di barisan ini, menaruh dan memposisikan hatinya di hadapan Allah, seolah-olah ia bisa melihat dan menyaksikan Allah dihadapannya dan hatinya dipenuhi cinta dan pengagungan kepada-Nya. Seluruh godaan dan lintasan pikiran menghilang. Semua hijab yang menghalangi dirinya dari Rabbnya benar-benar tersingkap.

Perbedaan orang shalat semacam ini dengan yang lainnya seperti selisih jarak langit dan bumi. Orang ini sesungguhnya sibuk berinteraksi dengan Tuhannya dan merasakan kebahagiaan dalam shalatnya. Inilah para muqarrabin di sisi Allah. Wallahu a’lam bisshawab.

Editor: Soleh

Avatar
12 posts

About author
Khidmah di Yayasan Taftazaniyah
Articles
Related posts
Ibadah

Mengapa Kita Tidak Bisa Khusyuk Saat Salat?

3 Mins read
Salat merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Di dalam Islam, salat termasuk sebagai rukun Islam yang kedua. Sebab, tanpa terlebih dahulu mengimani…
Ibadah

Sunah Nabi: Hemat Air Sekalipun untuk Ibadah!

3 Mins read
Keutamaan Ibadah Wudu Bagi umat Islam, wudu merupakan bagian dari ibadah harian yang selalu dilakukan terutama ketika akan melaksanakan salat. Menurut syariat,…
Ibadah

Apa Hikmah Dianjurkannya Puasa Sunah Muharram?

3 Mins read
Berbeda dengan amal ibadah lain, puasa adalah ibadah yang oleh Ibnu Arabi disebut sebagai momen negasi. Artinya, kita menahan sesuatu dari apa…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *