Inspiring

Pemerataan Pendapatan: Konsep Keadilan Ekonomi Islam ala Choudhury

4 Mins read

Bagaimanakah Konsep Keadilan Ekonomi Islam ala Choudhury? Keadilan senantiasa didefinisikan dengan berbagai cara, dan diupayakan dengan berbagai cara juga. Berbeda orang memiliki pandangan yang berbeda mengenai konsep keadilan hingga kesejahteraan sosial. Masudul Alam Choudhury, menganggap pemerataan pendapatan amat penting dalam konsep keadilan.

Kesejahteraan Sosial di Indonesia

Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia belum terwujud secara merata. Hal tersebut diperkuat dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang termasuk ke dalam kategori sedang, yaitu pada peringkat 108.

Untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya. Di antaranya ialah dengan mengeluarkan UU terkait kesejahteraan sosial dan berbagai peraturan lanjutannya. Aturan-aturan tersebut termasuk terkait penanganan fakir miskin, Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), dan lain-lain.

Namun untuk perwujudan kesejahteraan sosial, kini belum sepenuhnya memenuhi konsep ideal jaminan sosial sebagaimana yang dituturkan dalam ajaran Islam. Perlu ada ikhtiar lebih untuk merealisasikan kesejahteraan sosial.

Ikhtiar tersebut harus menggunakan dasar ekonomi Islam dengan tauhid sebagai landasan. Dengan moral juga sebagai dasar sistem ekonomi, manusia harus memperhatikan halal-haram dalam konsumsi, serta ekonomi yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umat manusia.

Menurut Menko Darmin, upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan bisa dilakukan dengan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, otomatis angka kemiskinan bisa menurun.

Mengenal Masudul Alam Choudhury

Profesor Masudul Alam Choudhury lahir di British India pada tanggal 7 November 1927. Profesor Choudhury lahir dari Ahmadur Rahman Choudhury dan Rowshan Arad Begum. Beliau lulus ujian masuk dengan perbedaan dari SMA Gohira pada tahun 1947. Beliau wafat di kota Dhaku, Bangladesh, pada 23 Desember 2007.

Profesor Choudhury merupakan salah satu dari sedikit ulama akademik di bidang ekonomi dan keuangan Islam. Beliau adalah akademisi pertama di bidangnya untuk mengatasi dasar dasar epistemologis ekonomi Islam dan keuangan dengan cara bekerja mani. Karyanya lebih dari 100 makalah dan lebih dari 30 buku yang diterbitkan oleh beberapa penerbit.

Baca Juga  Tiga Pendekar dari Jombang: Cak Nur, Gus Dur, dan Cak Nun

Profesor Choudhury telah memberikan kontribusi untuk bidang terkait akuntansi, keuangan, studi bisnis, hukum, dan terakhir ilmu komputer serta berbagai bidang sosiologi dalam ekonomi.

Profesor Choudhury juga merupakan penyair, jurnalis, dan aktivis Bangladesh dalam Gerakan Bahasa Bengali. Pada tahun 1942, ia bergabung dengan gerakan keluar dari India melawan rezim Inggris. Di tahun 1945 pun ia berpartisipasi dalam KTT siswa Provinsi Bengali. Selain itu, di tahun 1948-1956, ia juga terlibat dalam gerakan bahasa. Dan di tahun 1952, menjabat sebagai Komite Tindakan Bahasa Negara Chittagong.

Konsep Keadilan dan Pemerataan

Berdasarkan landasan tauhid, Profesor Choudhury memperkenalkan gagasan pembangunan sosio-ekonomi berkelanjutan melalui pemahaman hubungan antara ekonomi dan masyarakat secara terintegrasi antara pemerintahan dan sistem pasar.

Pembangunan merupakan teori, proses dan realisasi tujuan sosial, dan ekonomi secara bersamaan. Dalam hal ini, tujuan pemerataan pendapatan sosial dan efisiensi ekonomi harus dicapai dalam perspektif etika.

Istilah sosio-ekonomi digunakan di sini untuk menekankan bahwa fenomena sosial memiliki pengertian analitis yang mendalam, mulai dari dasar-dasar pengetahuan yang merumuskan perilaku serta dinamika sistem sosial.

Kekuatan sosial dan ekonomi dengan demikian menggabungkan sistem interdisipliner melalui pengalaman manusia dan metodologi analisis sosial dan ekonomi. Kesadaran akan setiap individu merupakan dasar paling penting bagi terbentuknya sistem ekonomi yang berkelanjutan.

Tentu saja, kesadaran untuk membangun sistem yang berkelanjutan itu hanya dapat diciptakan oleh adanya suatu keyakinan dan pola pikir yang meresap dalam setiap individu manusia serta teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan.

Menggali Nilai Keadilan Sosial

Choudhury mengatakan, bahwa di balik cara kerja ekonomi yang didasarkan pada pertukaran pasar, alokasi sumber daya, maksimalisasi utilitas dan keuntungan seperti dalam ekonomi konvensional, terdapat kebenaran yang lebih dalam dan mendasar dari sekedar keadilan sosial.

Baca Juga  Ketika Al-Ghazali Membela Al-Hallaj

Di dalam Islam, kapasitas untuk memahami dan menggali nilai keadilan sosial ini bersumber dari pengetahuan dan praktek prinsip-prinsip yang telah diamanatkan Al-Qur’an. Dengan cara ini, prinsip tauhid dan persaudaraan mengatur dan membatasi tugas atau tanggung jawab antar sesama manusia, serta tugasnya terhadap Tuhan.

Kesetaraan yang lebih terang hubungannya dengan tauhid ini erat hubungannya dengan keadilan secara merata dalam hal kepemilikan kekayaan sumber daya. Baik dalam penguasaan modal produksi, maupun perolehan masyarakat dalam hal tingkat konsumsi. Sehingga, dibutuhkan adanya langkah-langkah strategis yang mesti diimplementasikan.

Langkah-langkah strategis yang harus diimplementasikan menurut Choudhury, yaitu unsur penghapusan riba.

Yakni menghilangkan sistem bunga yang ada, dan juga pelaksanaan redistribusi kekayaan sumber daya secara adil merata melalui instrumen zakat dan pengaturan kepemilikan.

Langkah-langkah tersebut dapat menjadi acuan dalam usaha menciptakan kesejahteraan generasi sekarang dan akan datang. Sehingga tercipta suatu keberlanjutan ekonomi yang diharapkan menurut Islam.

Solusi untuk Kemiskinan

Berdasarkan data yang dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin pada September 2019 sebesar 24,79 juta orang. Menurun 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang terhadap September 2018. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah tejadi penurunan angka jumlah penduduk miskin pada September 2019 terhadap September 2018.

Menurut Menko Darmin, upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan bisa dilakukan dengan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, otomatis angka kemiskinan bisa menurun (sumber: merdeka.com).

Berbeda dengan Choudhury, yang lebih menekankan tauhid dalam hal keadilan maupun distribusi kekayaan. Dengan berlandaskan tauhid dapat membuat kita untuk bertanggung jawab antar sesama manusia dalam menjalankan tugasnya terhadap Tuhan. Sehingga, dapat menjadikan keadilan berjalan secara merata dalam hal kepemilikan kekayaan sumber daya.

Baca Juga  Al-Battani, Astronom dan Matematikawan Muslim

Inti penyebab kemiskinan di Indonesia dari dulu hingga kini adalah penyebab struktural. Ketidakmerataannya distribusi pendapatan yang dilakukan pemerintah secara struktural yang menyebabkan kemiskinan ini terjadi berangsur-angsur. Terutama juga dari faktor internal, yaitu dorongan dari diri sendiri, seperti konsep dari Choudhury dalam upaya penurunan angka kemiskinan.

Program Islam menekankan untuk penurunan angka kemiskinan menurut Choudhury, yaitu dengan kesadaran akan setiap individu. Hal tersebut merupakan dasar paling penting bagi terbentuknya sistem ekonomi yang berkelanjutan.

Dan tentu saja, kesadaran untuk membangun sistem yang berkelanjutan itu hanya dapat diciptakan oleh adanya suatu keyakinan dan pola pikir yang meresap dalam setiap individu manusia serta teraplikasikan dengan baik dalam kehidupan.

Di tengah penanganan kemiskinan yang ada di Indonesia, terdapat salah satu solusi untuk penurunan angka kemiskinan di Indonesia. Pemerintah sebagai kekuasaan tertinggi, dapat menerapkan konsep Choudhury tentang pemerataan pendapatan. Caranya dengan penghapusan riba, pelaksanaan redistribusi kekayaan secara adil dan merata, melalui instrumen zakat dan pengaturan kepemilikan.

***

Dengan konsep kesadaran akan individu pada masyarakat, perlu juga diimbangi dengan ikhtiar untuk merealisasikan kesejahteraan sosial.

Ikhtiar tersebut harus menggunakan dasar ekonomi Islam, yaitu tauhid sebagai landasan, moral sebagai dasar untuk berekonomi, menjaga halal haram dalam berkonsumsi, dan tidak bersikap berlebih-lebihan.

Editor: Zahra

Avatar
1 posts

About author
Nama : Suci Dwi Firdayanti Tempat & Tanggal Lahir : Surabaya, 20 Juli 2000 Pekerjaan : Mahasiswi di UMSurabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Imam Al-Laits bin Saad, Ulama Besar Mesir Pencetus Mazhab Laitsy

3 Mins read
Di zaman sekarang, umat Islam Sunni mengenal bahwa ada 4 mazhab besar fiqh, yang dinisbahkan kepada 4 imam besar. Tetapi dalam sejarahnya,…
Inspiring

Ibnu Tumart, Sang Pendiri Al-Muwahhidun

4 Mins read
Wilayah Maghreb merupakan salah satu bagian Dar al-Islam (Dunia Islam) sejak era Kekhalifahan Umayyah. Kebanyakan orang mengenal nama-nama seperti Ibnu Rusyd, Ibnu…
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds