Perspektif

Penggiringan Opini Publik di Balik Tameng Kebenaran

3 Mins read

Dalam era post-truth atau pasca kebenaran kapitalisasi media berkedok hoax, membawa kita harus selektif dan bijaksana. Menyikapi hoax yang menyesatkan, bahkan menjadikan indikasi-indikasi kepentingan paham maupun politik kepentingan yang berdampak pada informasi yang tidak relevan lagi.

Mahasiswa sebagai kaum intelektual sudah seharusnya sebagai pionir gerakan yang mampu menyangkal fenomena-fenomena hoax yang dapat menjerumuskan masyarakat. Peranan mahasiswa juga sangat dibutuhkan untuk memberikan pencerahan. Karena gerakan mahasiswa merupakan gerakan intelektual, bukan gerakan tanpa pemikiran.

Teknologi dalam perkembangan arus produksi, konsumsi, dan distribusi informasi, memegang peranan penting. Urgensi peranan teknologi dalam proses massifikasi informasi terjadi ketika hasil teknologi membantu mengubah pola komunikasi yang dibatasi oleh ruang dan waktu; menjadi pola komunikasi informasi tanpa batas alias menyeluruh.

Dengan demikian, pada dasarnya teknologi bersifat baik. Sehingga tidak mengherankan apabila terjadi perubahan dari media tradisional menjadi media massa inovatif. Media harus dimanfaatkan secara baik, bahkan perlu adanya edukasi menjadikan media mempererat persatuan dan kesatuan. Bukan memperkeruh kondisi bangsa melalui penyebaran informasi yang memecah persatuan.

Hoax, Senjata Sikut Lawan Politik

Kondisi kompetisi politik malah dijadikan sarana menjatuhkan rekan politik dengan menyewa atau memperkerjakan tim hoax yang diyakini tersebar di negeri ini. Tujuannya, untuk membangun narasi image yang baik dengan sistem karbit, dan menjatuhkan saingan politik.

Itu sering terjadi di Indonesia, sistem demokrasi yang amburadul menghilangkan nilai-nilai etika perpolitikan dengan cara terselubung, sarana yang digunakan yaitu hoax. Hoax dalam dunia perpolitikan sebagai senjata ampuh untuk menenggelamkan citra seseorang.

Narasi opini publik dibangun atas dasar konsep image yang digaungkan di lapak-lapak promosi media. Bahkan hampir setiap hari narasi itu muncul, massif, terkoordinasi, termanajemen, apik, dan menarik sehingga menambah percaya bagi yang terpengaruh.

Baca Juga  Bagaimana Islam dan Psikologi Memandang Mimpi?

Di sisi lain, lawan politik dihempaskan dengan kritik yang dibungkus dengan isu miring, dan dengan data yang konkret tetapi menipu. Hingga ahirnya terbangunlah opini publik, hingga lawan tersikut dalam situasi yang tidak normal. Hingga timbullah istilah melawan kotak kosong karena konspirasi.

Opini inilah yang seolah-olah benar, jauh dari fakta yang dikenal dengan post-truth atau pasca kebenaran. Memang opini yang dimainkan timbuh dan fakta yang ada menjadi kabur, tercitrakan sehingga timbul pencitraan. Masyarakat menjadi bingung sendiri dalam benaknya, dan mencari jalan pintas dalam memilih pilihan alias golput, potensinya seperti itu.

Konstruksi Pencitraan Media Digital

Dalam perkembangan masyarakat kapitalisme modern menurut Wuryanta (2017), menjelaskan bahwa komodifikasi digital mengembangkan proses rekonfigurasi masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat konsumen informasi.

Logika informasi telah berkembang dan mempengaruhi sikap konsumtif masyarakat. Ini berarti bahwa masyarakat tidak lagi membawa bentuk konsumsi informasi dalam bentuk nilai guna; atau utilitasnya tapi lebih banyak akan berkaitan dengan logika sosial dan gaya budaya baru yang semakin terisolasi dan teralienasi dari kebutuhan manusia yang sesungguhnya.

Selanjutnya, beliau menjelaskan logika digital dalam berbagai macam bentuk. Isi pesannya memang memperkaya khazanah kebudayaan kontemporer, tapi di lain pihak terjadi pemutarbalikan logika episteme yang dipunyai oleh masyarakat. Sistem produksi media digital telah membawa struktur  produksi dan konsumsi (produser, marketer, iklan) mampu membentuk struktur konsumen, bukan sebaliknya.

Kemudian beliau menambahkan logika digital juga membawa pada situasi di mana terjadi “fetisisme komoditas informasi”; dalam arti bahwa informasi yang merupakan sesuatu yang abstrak dijadikan sumber interpretasi realitas yang bersifat konkret. Pencitraan yang dikonstruksi oleh media digital bisa dimanfaatkan untuk membentuk citra “sewenang-wenang” yang dilakukan oleh para pelaku media.

Baca Juga  Makna Jihad yang Disalahpaham

Hadirnya kapitalisme yang menjantungi media membuat masyarakat terobsesi terhadap sesuatu hal yang viral. Sehingga membentuk struktur konsumen yang bervisi terhadap komoditas yang non-primer menjadi sesuatu kebutuhan yang mengarah pada pola hidup boros.

Kapitalisasi Media dan Penggiringan Opini Publik

Dan media yang terkapitalisasi, juga terbentuk spiral yang mengarah pada penggiringan opini yang selayaknya fakta. Sehingga, media seolah-olah menjadikan yang benar menjadi abstrak dan opini menjadi rill. Itulah yang terjadi apabila media sudah tidak berfokus pada tujuan yang hakiki, justru malah menjadi ladang riba.

Komersialisasi informasi menempatkan informasi sebagai barang atau jasa yang mampu memberikan pemenuhan rasa ingin tahu masyarakat. Dalam kesempatan inilah oknum dalang kapitalisasi media semakin merajalela, hingga informasi yang ada justru semakin membawa masyarakat pada ketidakcerdasan.

Masyarakat sulit membedakan mana yang hakiki dan mana yang semu, memilah mana yang gosip dan mana yang fakta. Dalam perkembangan masyarakat kapitalisme modern, komodifikasi digital mengembangkan proses transformasi masyarakat yang tradisional menjadi masyarakat konsumen informasi.

Logika informasi telah berkembang dan mempengaruhi sikap konsumtif masyarakat. Ini berarti bahwa masyarakat tidak lagi membawa bentuk konsumsi informasi dalam bentuk nilai guna atau utilitasnya. Tetapi, lebih banyak akan berkaitan dengan logika sosial dan gaya yang ujung-ujungnya unfaedah.

Editor: Zahra

Avatar
8 posts

About author
Preli Yulianto dilahirkan di Desa Tugumulyo (OKU Timur) pada tanggal 09 April 1996 merupakan anak ke tiga dari Ayahanda Warsito, dan Ibunda Tumini. Pendidikan Sekolah Dasar telah diselesaikan Tahun 2009 di SD Negeri 1 Tugumulyo, Sekolah Menengah Pertama Tahun 2012 di SMP Negeri 3 Belitang Madang Raya, Sekolah Menengah Umum Tahun 2015 di SMA Negeri 1 Belitang Kabupaten OKU Timur. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang dari tahun 2016-Sekarang. Preli Yulianto bercita-cita ingin menjadi seorang penulis professional yang dapat menghasilkan karya-karya yang bisa dibaca oleh manusia seluruh dunia. Aktif dalam kegiatan organisasi seperti sebagai kader KHM Sumatera Selatan dan Ortom Muhammadiyah seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Dalam IMM pernah menjabat sebagai Sekretaris Umum PK IMM FP UM-Palembang tahun periode 2017-2018, Ketua Umum PK IMM FP UM-Palembang periode 2018-2019, dan sekarang masih aktif menjabat menjadi Sekretaris Bidang Media dan Komunikasi PK IMM FP UM-Palembang periode 2019-2020, serta aktif sebagai Sekretaris Bidang Hikmah PC IMM UM-Palembang periode 2019-2020. Aktif juga dalam kegiatan-kegiatan sosial seperti dalam Komunitas Laskar Impian yang merupakan sebagai pendiri dan Ketua Umum (tahun 2017-sekarang), dan juga koordinator Manuver Intelektual Progresif (MIP). Preli Yulianto bisa dihubungi email: [email protected] atau di 082280687695.
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds